Oleh Eka Oktavya Ramadhani
Rest area, selalu meninggalkan kesan menarik bagi para pelancong. Mereka melihatnya sebagai ruang singgah untuk melepas penatnya perjalanan. Namun, Rest Area Km 456 atau Resta Pendopo ini memiliki keunikan selain fungsinya sebagai tempat istirahat. Banyak orang singgah di sini bukan hanya melepaskan lelah. Terkadang mereka datang bukan untuk menikmati fungsinya. Tapi, mereka datang hanya untuk menikmati keindahan pemandangannya dan sekadar santapan lezat yang menarik mata. Lambat laun bukan rest area lagi, namun jadi cabang baru kafe di pinggir jalan tol.
| Sumber: JPNN.com Jateng |
Alih fungsi ini tidak terjadi semata-mata. Dari diskusi mulut ke mulut mengalir pengalaman para pengguna jalan terus berdatangan. Bahkan warga sekitar pun tak kalah untuk meramaikan. Fenomena ini membawa pertanyaan menarik tentang makna sebuah rest area.
Pemandangannya Merayu Mata
Deretan pegunungan panjang melukis di sekitar rest area. Pemandangannya membuat kesan nyaman bagi para pelancong yang singgah di sini. Banyak dari mereka memilih berlama-lama hanya untuk menikmati angin sore. Bagi kamu yang hobi foto, banyak spot menarik yang perlu kamu abadikan. Latar alamnya yang indah menjadi magnet tersendiri. Akses yang mudah membuat orang tidak ragu untuk singgah sejenak.
Deretan Kuliner Merayu Lidah
Bagi kamu yang memiliki hobi makan. Tidak salah nongkrong di rest area ini. Banyak macam hidangan dijajakan di sini. Mulai dari makanan berat sampai makanan ringan berjejer rapi. Setiap sudutnya menawarkan godaan berbeda. Ada aroma bakso yang menguap pelan, wangi kopi yang memanggil dengan lembut, sampai jajanan kecil yang tampil imut tapi mematikan bagi dompet. Bahkan orang yang niatnya cuma “cuci muka sebentar” bisa pulang dengan kantong belanja berisi empat macam camilan
Desain Arsitektur Berkelas
Jika beberapa rest area dibuat hanya untuk tujuan fungsionalnya saja. Berbeda dengan resta ini yang dibuat justru seperti ingin mengikuti kompetisi desain internasional. Desain bangunan yang dipenuhi dengan ruang terbuka dan banyak kaca membuat angin Salatiga siap melewatinya. Atapnya melengkung seperti senyummu di awal bulan. Setiap bangunannya ditata sedemikian rupa dengan estetika yang membuat kita merasa berjalan-jalan di tempat wisata. Semua elemen arsitekturnya membuat Rest Area Salatiga terasa seperti sebuah “ruang istirahat yang benar-benar bisa bikin istirahat”.
Pada akhirnya, Rest Area Salatiga mengingatkan kita bahwa istirahat bukan cuma soal berhenti, tapi juga soal merasa pulang sebentar. Entah untuk menyeduh kopi, menghela napas, atau sekadar melihat gunung sambil pura-pura merenungi hidup. Yang jelas, dari semua rest area, tempat ini berhasil membuktikan satu hal: kadang yang bikin perjalanan berkesan bukan tujuannya, tapi tempat kita berhenti sebentar untuk merasa utuh lagi.
Biodata Penulis:
Eka Oktavya Ramadhani saat ini aktif sebagai mahasiswi di Universitas Sebelas Maret.