Oleh Tita Aulia
BREBES — Merupakan suatu kabupaten yang berada di ujung barat Jawa Tengah, terkenal akan bawang merah dan telur asinnya. Di tengah dominasi telur asin sebagai ikon kuliner Brebes, ada satu hidangan lain yang pelan tapi pasti mencuri perhatian para pecinta kuliner: sate blengong, sate berbahan unggas hasil persilangan bebek dan entok yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat pesisir Kabupaten Brebes.
Pangan Lokal yang Bertahan dari Arus Modernisasi
Blengong merupakan jenis unggas hasil persilangan antara bebek dan entok. Blengong merupakan unggas endemik yang hanya ada di Brebes dan Tegal. Blengong, unggas yang banyak dipelihara warga pesisir, sejak dahulu menjadi sumber protein rumah tangga.
Para penjual menilai popularitas sate blengong meningkat karena karakter dagingnya yang unik: lebih empuk daripada entok dan tidak seamis bebek. “Orang datang karena penasaran, terus balik lagi karena rasanya beda,” ujar seorang pedagang di kawasan Pantura Brebes.
Teknik Memasak yang Tidak Berubah
Seiring perkembangan kuliner makin modern, proses memasak sate blengong hampir tidak berubah dari masa ke masa. Daging blengong direbus terlebih dahulu dalam rempah yang khas sebelum akhirnya dibakar di atas bara kecil. Proses ini memberi ciri khas yang membedakan sate blengong dari sate unggas lain: rasa gurih meresap sampai ke serat daging, sementara permukaan sate tetap basah dan beraroma asap.
Bagian dari Identitas Kuliner Brebes
Sate blengong merupakan contoh kuliner yang lahir dari adaptasi masyarakat terhadap lingkungan. Konsumsi unggas air umum ditemukan di wilayah pesisir Pantura, dan perpaduan bebek–entok dianggap sebagai upaya menghasilkan daging yang lebih efisien untuk kebutuhan rumah tangga.
Sejumlah pedagang memilih berjualan di kawasan alun-alun karena arus pengunjung yang stabil, terutama pada sore hingga malam hari. Aktivitas olahraga, rekreasi keluarga, hingga kunjungan wisata religi ke Masjid Agung Brebes membuat kuliner jalanan berkembang pesat di sekitarnya.
“Kalau di alun-alun, orang mampir karena suasananya santai. Banyak yang penasaran sama sate blengong karena belum tentu ada di kota lain,” ujar salah satu pedagang.
Kini, sate blengong mulai masuk jajaran kuliner yang dicari wisatawan, terutama mereka yang melintasi jalur pantai utara. Beberapa warung bahkan mencatat peningkatan pengunjung pada akhir pekan dan musim mudik.
Prospek ke Depan
Meski belum sepopuler bawang Brebes dan telur asin, sate blengong memiliki potensi besar untuk menjadi ikon kuliner nasional. Tantangannya adalah menjaga konsistensi pasokan daging blengong, sekaligus mempertahankan metode tradisional agar rasa autentiknya tidak hilang. Pelaku usaha kuliner lokal berharap pemerintah daerah ikut mendorong promosi kuliner ini melalui festival atau program pariwisata. “Sate blengong itu identitas Brebes. Sayang kalau dikenal cuma warga lokal,” kata seorang penjual lain.
Sate blengong bukan sekadar hidangan alternatif bagi pecinta sate. Ia adalah jejak hubungan masyarakat Brebes dengan lingkungan pesisirnya: sederhana, adaptif, dan bertahan melintasi generasi.
Biodata Penulis:
Tita Aulia, biasa disapa Tita, lahir pada tanggal 26 November 2008 di Brebes. Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa di Universitas Sebelas Maret, Program Studi Pendidikan Ekonomi. Moto hidupnya: Hidup bukanlah tentang siapa yang terhebat dan siapa yang terpandang, tapi adalah tentang siapa yang menjalaninya dengan baik dan taat perintah kepada Tuhannya.