Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Kumpulan Puisi karya Sobron Aidit

Sobron Aidit (1934–2007) adalah sosok penting dalam dunia sastra Indonesia, yang karya-karyanya merefleksikan perjalanan hidup yang penuh liku serta keterasingan politik. Lahir pada 2 Juni 1934 di Tanjung Pandan, Belitung, Sobron adalah adik tiri dari pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI), D.N. Aidit. Meskipun hidup dalam bayang-bayang sejarah besar kakaknya, Sobron membangun karirnya sendiri sebagai penulis, penyair, guru, dan wartawan, hingga akhirnya hidup dalam pengasingan di Paris setelah Gerakan 30 September 1965.

Masa Muda dan Awal Karier Sastra

Sejak remaja, Sobron Aidit sudah aktif menulis. Karya pertamanya, cerita pendek berjudul “Kedaung,” diterbitkan di majalah Waktu pada usia 13 tahun. Ketika pindah ke Jakarta pada usia 14 tahun, Sobron bertemu dengan penyair besar Chairil Anwar yang memberinya banyak bimbingan. Dari sini, kreativitas Sobron semakin berkembang dan ia mulai sering menulis puisi serta cerpen yang dimuat di berbagai majalah sastra, seperti Zenith, Mimbar Indonesia, dan Sastra.

Kumpulan puisinya yang pertama, Ketemu di Jalan (1955), diterbitkan bersama dengan Ajip Rosidi dan SM Ardan. Sebagai penulis, Sobron sering mengeksplorasi tema-tema sosial dan politik yang relevan dengan situasi Indonesia pada saat itu.

Karier Akademik dan Profesi

Di luar dunia sastra, Sobron melakoni berbagai profesi, termasuk sebagai guru dan wartawan. Ia mengajar di SMA Utama dan SMA Tiong Hoa Hwee Koan di Jakarta (1954-1963) serta mendirikan Akademi Sastra Multatuli bersama Bakri Siregar pada 1961-1962. Pada 1963, Sobron diundang untuk menjadi Guru Besar Bahasa Indonesia di Institut Bahasa Asing, Beijing, sebuah momen yang mempertemukan Sobron dengan kehidupan di luar Indonesia.

Selain menjadi akademisi, Sobron bekerja sebagai wartawan untuk beberapa koran besar seperti Harian Rakyat, Bintang Timur, dan Bintang Minggu. Di saat yang sama, ia aktif dalam hubungan kebudayaan dengan negara-negara lain, termasuk Tiongkok dan Vietnam, melalui lembaga-lembaga persahabatan yang ia kelola bersama beberapa intelektual terkemuka pada masanya.

Pengasingan Politik dan Kehidupan di Paris

Peristiwa G30S/PKI pada 1965 mengubah hidup Sobron secara drastis. Karena kedekatannya dengan PKI dan statusnya sebagai adik D.N. Aidit, Sobron tidak dapat kembali ke Indonesia. Ia mengalami pencabutan kewarganegaraan dan harus hidup dalam pengasingan. Awalnya, Sobron tinggal di Tiongkok, namun pada 1981, ia memutuskan untuk pindah ke Paris, di mana ia dan teman-temannya mendirikan restoran “Indonesia” sebagai salah satu bentuk perjuangan hidup mereka di tanah asing.

Meskipun hidup jauh dari tanah air, Sobron tetap produktif menulis. Karya-karyanya, termasuk cerpen dan memoar, menceritakan kehidupan para buangan politik di pengasingan. Beberapa di antaranya adalah Cerita dari Tanah Pengasingan (1999) dan Romantika Orang Buangan (2006). Memoar dan tulisan-tulisannya ini mengungkapkan penderitaan, kesedihan, serta perjuangan para eksil Indonesia yang hidup di luar negeri.

Pengaruh dan Karya-Karya Terkenal

Selain dikenal sebagai penulis puisi dan cerpen, Sobron juga menerbitkan sejumlah memoar yang menggambarkan pergulatan hidupnya sebagai seorang eksil politik. Beberapa karya pentingnya antara lain:
  1. Ketemu di Jalan (antologi puisi bersama Ajip Rosidi dan SM Ardan, 1956)
  2. Pulang Bertempur (kumpulan puisi, 1959)
  3. Derap Revolusi (novelet dan cerpen, 1962)
  4. Razia Agustus (cerpen, 1992)
  5. Mencari Langit (kumpulan puisi, 1999)
  6. Cerita dari Tanah Pengasingan (cerpen, 1999)
  7. Kisah Intel dan Sebuah Warung (memoar, 2000)
  8. Gajah di Pelupuk Mata (memoar, 2002)
  9. Surat kepada Tuhan (memoar, 2003)
  10. Penalti Tanpa Wasit (memoar, 2005)
  11. Prajurit yang Bodoh (cerpen, 2006)
  12. Buku yang Dipenjarakan (memoar, 2006)
  13. Romantika Orang Buangan (cerpen memoar, 2006)
  14. Melawan dengan Restoran (memoar, 2007)
  15. Aidit: Abang, Sahabat dan Guru di Masa Pergolakan (Esai dan puisi D.N. Aidit, salah satu pimpinan Partai Komunis Indonesia, 2003)
Karya-karya Sobron sering diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk Inggris, Rusia, Mandarin, dan Prancis. Meskipun diasingkan, karyanya tetap mampu menjangkau pembaca di berbagai negara.

Warisan Sobron Aidit

Sobron Aidit meninggal pada 10 Februari 2007 di Paris akibat serangan jantung. Kehidupannya sebagai penyair, penulis, dan aktivis intelektual yang hidup dalam pengasingan menjadi inspirasi bagi banyak penulis muda di Indonesia. Ia meninggalkan warisan sastra yang penuh makna tentang perjuangan, eksil, dan cinta tanah air yang tak pernah pudar, meski tak bisa kembali ke negeri asalnya.

Puisi Sobron Aidit

Meskipun karya-karyanya pernah dilarang beredar selama Orde Baru, setelah reformasi, nama dan karya Sobron mulai kembali dikenal dan diapresiasi. Baginya, menulis adalah cara untuk tetap hidup dan melawan, bahkan di tengah keterasingan.

Sebagai bahan telaah, berikut kami sudah merangkum beberapa Contoh Puisi karya Sobron Aidit untuk anda baca. Semoga bisa menjadi inspirasi dan bahan bacaan yang menyenangkan untuk melampiaskan rasa.

    Kumpulan Puisi karya Sobron Aidit

© Sepenuhnya. All rights reserved.