Puisi: Berpalinglah Kiranya (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Berpalinglah Kiranya" mengeksplorasi tema-tema yang universal seperti penyesalan, keputusasaan, dan ketidakmampuan untuk memahami atau ....
Berpalinglah Kiranya
(Tentang seorang pengemis yang terlalu)

Berpalinglah kiranya
mengapa tiada kunjung juga?
muka dengan parit-parit yang kelam
mata dan nyala neraka.

Larut malam hari mukanya
larut malam hari hatiku jadinya,
mengembang-ngembang juga rasa salah jiwa.

Dosa-dosa lalu-lalang merah-hitam
memejam-mejam mata-mata ini di dunia.

Berpalinglah kiranya
mengapa tiada kunjung juga?
Kaca-kaca gaib menghitam air kopi hitam.
Biji-biji mata di rongganya memantulkan dosa-dosa
seolah-olah dosa itu aku yang punya.

Padaku memang ada apa-apa. Cuma
tidak semua baginya, tidak juga 'kan menolongnya.
Pergi kiranya, pergi! Mampus atau musna;
Jahatlah itu minta dan terus minta.

Terasa seolah aku jadi punya dosa.
Bukan sanak, bukan saudara. Lepaslah kiranya ini siksa.

Aku selalu mau beri tak usah diminta
Tapi ia minta dan minta saja dan itu siksa.

Berpalinglah kiranya
mengapa tiada kunjung juga?

Sumber: Seni (Januari, 1955)

Analisis Puisi:

Puisi "Berpalinglah Kiranya" karya W.S. Rendra adalah perwakilan yang kuat dari kesedihan, keputusasaan, dan pertanyaan yang tidak terjawab.

Permohonan yang Tidak Direspon: Puisi ini dimulai dengan serangkaian permohonan yang tampaknya tidak dijawab atau dihiraukan. Penyair meminta seseorang untuk berpaling, namun pertanyaan itu terus terulang tanpa jawaban yang memuaskan. Ini menciptakan perasaan frustrasi dan keputusasaan yang mendalam.

Gambaran Kegelapan Emosional: Dengan menggunakan gambaran "muka dengan parit-parit yang kelam" dan "mata dan nyala neraka," penyair menciptakan suasana kegelapan dan keputusasaan yang menyelimuti situasi emosionalnya. Kedalaman kesedihan dan rasa bersalah tercermin melalui gambar-gambar ini.

Penyesalan dan Pemikiran Malam: Larut malam menjadi latar yang cocok untuk refleksi dan introspeksi diri dalam puisi ini. Penyair merenungkan perasaan salah dan dosa-dosa masa lalu yang terus menghantuinya. Pemikiran malam hari menciptakan suasana yang lebih dalam dan introspektif.

Dosa dan Penyesalan: Penyair merenungkan dosa-dosa masa lalu dan pengaruhnya yang masih terasa. Dia merasa bertanggung jawab dan terbebani oleh dosa-dosanya, meskipun dia juga merasa bahwa dia tidak selalu layak menanggung dosa itu sendiri.

Pertanyaan yang Tidak Terjawab: Puisi ini mengeksplorasi tema ketidakpastian dan ketidakjelasan dalam hubungan interpersonal. Pertanyaan yang tidak terjawab, seperti "mengapa tiada kunjung juga?" menggambarkan ketidakmampuan penyair untuk memahami atau menerima keadaan yang sedang terjadi.

Keputusasaan dan Kesedihan yang Mendalam: Akhir puisi mengekspresikan keputusasaan dan kesedihan yang mendalam. Penyair merasa terjebak dalam situasi yang menyiksa dan tidak bisa keluar dari lingkaran kegelapan emosionalnya.

Puisi "Berpalinglah Kiranya" mengeksplorasi tema-tema yang universal seperti penyesalan, keputusasaan, dan ketidakmampuan untuk memahami atau mengubah situasi yang sulit. Melalui penggunaan gambaran yang kuat dan nada yang penuh emosi, W.S. Rendra berhasil menggambarkan kompleksitas dan kekacauan dalam pikiran dan perasaan manusia.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Berpalinglah Kiranya
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.