Puisi: Bahasa Enampuluh Purnama (Karya Diah Hadaning)

Puisi: Bahasa Enampuluh Purnama Karya: Diah Hadaning
Bahasa Enampuluh Purnama (1)


Enampuluh purnama menghitung ruas waktu
orang-orang meraung terjirat kalabendu
dalam jiwa udara didihkan tuba
api padam kembali menyala
jalanan dan kampung porak poranda
bayang-bayang siapa mengusung cemas.

Enampuluh purnama menghitung detak jantung
api padam kembali mengoyak siang berdengung
orang-orang terjepit waktu yang meradang
di pohon-pohon mahoni tua jalan Simpang Raya
orang-orang bingung
siapa harus didukung.

Kalau saja Jakarta penuh taman bunga bakung
bukan bebaju di taman
yang simpan denyut derita urban
tentu seorang perempuan yang banyak kehilangan
tak harus mewakili suaramu
bicara tentang enampuluh purnama 
atau menulis aksara hilang makna.


Bahasa Enampuluh Purnama (2)


Kota dendangkan suara-suara dari liang luka
para urban menabuh tifa-tifa tanpa kulitnya
mereka berebut sanjung gemerlap kota raya
harap murah hati pemberiannya
: sisa purnama.

Ada yang mengaku tak terharu
katanya seru
budaya dari pinggiran telah diterapkan
cinta sampah jadi gunungan.

Bahasa kehidupan jadi berubah
rasa kagum dan harapan jadi serapah
seseorang yang kehilangan anak kesayangan
hanya menangisi makna bahasa
enampuluh purnama.

Butir-butir bintang yang nyawa
serpih-serpih bulan yang mala.


Bogor, Oktober 2003

"Puisi: Bahasa Enampuluh Purnama (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Bahasa Enampuluh Purnama
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.