Puisi: Meditasi Membaca Buku (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Meditasi Membaca Buku" karya Wiji Thukul menggambarkan kompleksitas perasaan dan pemikiran penyair tentang pengetahuan, kesenjangan sosial, ...
Meditasi Membaca Buku


Buku membuat aku jadi pribadi sendiri
Aku terpisah dari orang-orang
Yang bekerja membangun dunia
Dengan pukul palu peluh dan tenaga
Aku merasa lebih mulia
Karena memiliki pengetahuan dan
mampu membeli
Aku merasa plus dan tak rendah diri
Lebih dari yang lain
Biarpun tak menindakkan apa-apa

Aku bisa membuat alasan
Aku jadi lebih pintar berargumentasi
Dan diskusi panjang lebar
Biarpun tidak menindakkan apa-apa

Aku kenal penyair-penyair besar
Dan merasa lebih berarti
Aku mengangguk-angguk saja ngantuk
Mengagumi orang-orang besar
Pikiranku meloncat-loncat
Mencekal rumus-rumus
Dengan kepercayaan yang tulus
Lalu merasa lain dari yang kemarin
Dan lebih ilmiah
Biarpun tidak menindakkan apa-apa
Dan tak berani menolak perintah
Apalagi membangkang si pemerintah

Yang tak berakal sehat
Buku membuat tanganku tak kotor
Aku merasa takut kotor
Dan disebut tukang
Biarpun aku ini sama saja
Dengan kalian yang bekerja
Menggali jalan-jalan untuk telephone
Yang bekerja dengan pukul palu peluh
dan tenaga
Mendirikan gedung-gedung bagus dan
kantor negara

Buku-buku mendudukkan aku di
tempat yang tak boleh diganggu
Saudara-saudara bangunkan aku!


Sorogenen, 14 Maret 1988

Sumber: Para Jendral Marah-Marah (2013)

Analisis Puisi:
Puisi "Meditasi Membaca Buku" karya Wiji Thukul adalah ungkapan perasaan dan pemikiran penyair tentang kekuatan pengetahuan dan perasaan yang diperolehnya melalui membaca buku.

Kekuatan Pengetahuan: Puisi ini menggambarkan bagaimana membaca buku memberi penyair pengetahuan dan wawasan yang mengangkatnya di atas orang-orang yang bekerja keras membangun dunia fisik. Penyair merasa lebih unggul karena memiliki pengetahuan yang memberinya pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan.

Perasaan Kebanggaan dan Kepemilikan: Meskipun tidak memiliki kekayaan materi seperti yang dimiliki oleh orang-orang yang bekerja keras, penyair merasa lebih "mulia" dan "plus" karena memiliki pengetahuan. Hal ini menciptakan perasaan kebanggaan diri dan kepercayaan diri yang mungkin tidak dimiliki oleh orang-orang yang tidak memiliki akses ke dunia pengetahuan.

Kritik Terhadap Ketidaksetaraan Sosial: Puisi ini juga menggambarkan kesenjangan sosial yang ada. Ada pemisahan yang kuat antara mereka yang memiliki pengetahuan dan mereka yang tidak memiliki akses ke pengetahuan ini. Penyair merasa memiliki keunggulan karena pengetahuannya, tetapi dia menyadari bahwa ini adalah bentuk ketidaksetaraan dalam masyarakat.

Perasaan Tidak Berdaya: Meskipun memiliki pengetahuan, penyair merasa tidak berdaya dalam mengubah situasi sosial atau menghadapi pemerintah yang tidak berakal sehat. Dia merasa "tak berani menolak perintah" dan menerima perannya sebagai pembaca buku yang hanya bisa mengamati.

Panggilan untuk Kebangkitan: Puisi ini diakhiri dengan panggilan kepada "saudara-saudara" untuk membangunkan penyair. Ini mungkin merupakan dorongan untuk bergerak dari posisi pasif pembaca buku dan mengambil tindakan nyata dalam perubahan sosial.

Puisi "Meditasi Membaca Buku" karya Wiji Thukul menggambarkan kompleksitas perasaan dan pemikiran penyair tentang pengetahuan, kesenjangan sosial, dan perasaan tidak berdaya. Puisi ini menyoroti pentingnya pengetahuan dalam memahami dunia, tetapi juga mencerminkan frustrasi akan ketidaksetaraan sosial yang ada.

Wiji Thukul
Puisi: Meditasi Membaca Buku
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul (nama asli Wiji Widodo) lahir pada tanggal 26 Agustus 1963 di Solo, Jawa Tengah.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.