Puisi: Balada Laut Tidore (Karya Sitor Situmorang)

Puisi "Balada Laut Tidore" karya Sitor Situmorang mengisahkan tentang tragedi yang terjadi di Laut Tidore selama Perang Dunia II, yang melibatkan ...
Balada Laut Tidore


Girl, girl alone!
Why do you wander!
(Ho Chih-Mo, Chairil Anwar)

Laut seperti peta lama sekaligus baru:
Lihat bangkai kapal Jepang di karang situ
dan pohon di atasnya - Betapa rimbun.
Beringin - kata orang setempat.

Waktu perang lalu, 194~, ke sini
tentara Jepang mengangkut 300 gadis-gadis 
dari Minahasa
keperluan serdadu-serdadunya yang kesepian.
Muncul sebuah pesawat Amerika, lalu menukik,

saat kapal hampir berlabuh di Teluk.
Bomnya tepat jatuh di atas palka -
jadi kuburan bersama untuk awak kapal
dan 300 gadis remaja.

Untuk serdadu-serdadu Amerika yang tewas
di Arlington ada tugu megah bangsanya.
Di Tokyo terdapat kuil Jasukuni Jinja
persemayaman roh Prajurit Tak Dikenal.

300 gadis-gadis Minahasa di sini
bakal dikenang sebagai apa?

Hei, dara manis yang kini sendiri
di pantai Halmahera dan sedih. Adakah kau roh 
tak berkawan?
Pulanglah, Sayang! Jangan terlalu nanap 
memandang pelangi.

Cahaya rindu mereka, adalah cahaya rinduku 
pula,

Kisah Baratayuda yang berkepanjangan.


Analisis Puisi:
Puisi "Balada Laut Tidore" karya Sitor Situmorang mengisahkan tentang tragedi yang terjadi di Laut Tidore selama Perang Dunia II, yang melibatkan kapal Jepang dan 300 gadis remaja dari Minahasa. Puisi ini menghadirkan perasaan kesedihan dan refleksi tentang bagaimana tragedi tersebut diingat dan dikenang oleh masyarakat setempat.

Metafora Laut: Penyair menggunakan laut sebagai metafora untuk menyimbolkan kehidupan dan sejarah yang kaya di daerah tersebut. Laut digambarkan sebagai "peta lama sekaligus baru," menandakan bahwa laut memiliki cerita dan kenangan masa lalu yang kaya, tetapi juga terus berubah dan memberikan pengalaman baru bagi masyarakatnya.

Tragedi di Laut Tidore: Puisi ini menggambarkan tragedi yang terjadi selama Perang Dunia II, di mana tentara Jepang membawa 300 gadis-gadis dari Minahasa untuk memenuhi kebutuhan serdadu mereka yang kesepian. Namun, tragedi terjadi ketika pesawat Amerika menyerang kapal Jepang, dan bomnya jatuh tepat di atas kapal tersebut, menguburkan awak kapal dan 300 gadis remaja. Peristiwa ini memberikan perasaan kesedihan mendalam.

Pertanyaan tentang Penghormatan: Penyair menyampaikan pertanyaan yang berbobot tentang bagaimana para gadis remaja ini akan dikenang dan dihormati. Ia menyebutkan tentang adanya tugu megah untuk serdadu Amerika yang tewas di Arlington dan kuil persemayaman di Tokyo untuk Prajurit Tak Dikenal, tetapi tidak ada yang secara khusus dikenang untuk 300 gadis-gadis Minahasa yang tewas di laut tersebut. Pertanyaan ini mengangkat isu tentang pentingnya menghormati dan mengenang semua korban perang, tanpa memandang latar belakang atau negara asal mereka.

Kesedihan dan Rasa Rindu: Puisi ini menyentuh perasaan kesedihan dan rasa rindu terhadap para gadis remaja yang tewas dalam tragedi tersebut. Penyair mengajak gadis-gadis tersebut untuk pulang, menanyakan apakah roh mereka merasa kesepian atau tidak memiliki teman. Penyair juga menyatakan bahwa cahaya rindu mereka adalah cahaya rindunya juga, menunjukkan bahwa tragedi ini telah menciptakan rasa empati dan persatuan dalam kesedihannya.

Puisi "Balada Laut Tidore" karya Sitor Situmorang adalah puisi yang menyentuh dan menggambarkan tragedi yang terjadi selama Perang Dunia II di Laut Tidore. Puisi ini menggunakan metafora laut untuk menunjukkan kehidupan dan sejarah yang kaya di daerah tersebut, sambil menghadirkan pertanyaan tentang bagaimana para korban tragedi ini akan dikenang dan dihormati. Puisi ini mengeksplorasi perasaan kesedihan dan rindu, dan menawarkan refleksi tentang pentingnya mengenang semua korban perang tanpa pandang bulu.

Puisi Sitor Situmorang
Puisi: Balada Laut Tidore
Karya: Sitor Situmorang
© Sepenuhnya. All rights reserved.