Puisi: Banten Lama (Karya Iyut Fitra)

Puisi "Banten Lama" membawa pembaca ke dalam sejarah kuno dan keruntuhan kekuasaan, dengan mengeksplorasi kejayaan yang hilang, kehancuran, dan ....
Banten Lama


Beribu tahun setelah benteng rubuh
ia pun mencari-cari titah sultan
batas tanah yang murung
sungai dan bekas pelabuhan
utang serta rempah-rempah
di sana sejarah tersandar
antara kenang pos, barak, dan pabrik mesiu
ia terkepung luka-luka lampau

di surosuwon. anak panah buta di gerbang melengkung
tapi sebelum derap dan pasukan
burung-burung meninggalkan tempat mandi
membasuh paruh pada genang darah
“berikan kami seribu rakyat setiap hari untuk seribu mimpi
di ujung kulon
serahkan patih pada batavia
bawa keraton ke tanah anyer...!”
dan banten bersimbah
di pintu kebencian pedang diayunkan
utusan yang tak pulang
tiba-tiba matahari disergap gelap
pedih menghitam ke udara
mengubur setiap sudut jengkal. kejayaan yang rata

beribu tahun setelah sejarah menjadi kota lama
orang-orang menarikan walijamaliha
ia pun singgah sebagai seorang yang entah
burung-burung berkabung
tapi banten. adalah napas tak terlupakan.


Analisis Puisi:
Puisi "Banten Lama" karya Iyut Fitra membawa pembaca ke dalam sejarah kuno dan keruntuhan kekuasaan, dengan mengeksplorasi kejayaan yang hilang, kehancuran, dan kesan berabad-abad yang tertinggal di Banten. Dengan nada yang mengalir dan puitis, penulis memaparkan gambaran lama yang masih membekas dalam kota itu.

Penelusuran Sejarah yang Terabaikan: Puisi ini membawa pembaca melalui rentetan sejarah yang terabaikan setelah kehancuran benteng, menciptakan gambaran tentang penjelajahan kota dan upaya pencarian akan titah sultan yang hilang. Sebuah upaya untuk menggali titah sultan yang tenggelam dalam masa lalu, dengan merujuk pada kisah tanah yang pernah subur, sungai, pelabuhan, dan kekayaan rempah-rempah yang kini hanya menjadi bekas yang murung.

Catatan Tersandar Sejarah: Puisi ini melukiskan kesan sejarah yang 'tersandar', dengan pos-pos, barak, dan pabrik mesiu yang menjadi saksi bisu akan masa lalu, sementara kota terkepung oleh luka-luka yang belum sembuh. Gambaran luka masa lalu terlihat dalam deskripsi tentang anak panah buta, derap pasukan, dan sungai yang menjadi saksi kekerasan yang terjadi.

Kehancuran dan Tuntutan Balas Dendam: Puisi mengeksplorasi suasana di mana kota terjebak dalam kehancuran, terutama saat terdengar tuntutan untuk memberi seribu rakyat setiap hari, mengenang tragedi ujung kulon, tuntutan untuk menyerahkan patih pada Batavia, dan membawa keraton ke Tanah Anyer. Ini mengekspresikan permusuhan, pertumpahan darah, serta kegelapan yang menelan kejayaan yang pernah ada.

Kesedihan dan Napas Kota yang Tak Terlupakan: Di tengah kelamnya sejarah, puisi ini juga menyampaikan kesedihan yang diabadikan oleh kehilangan, ditandai dengan gambaran burung-burung yang berkabung. Banten, walaupun berusia berabad-abad, masih memiliki warisan yang tak terlupakan, yang membuatnya tetap hidup walau terluka.

Dengan penggunaan bahasa yang kaya akan makna dan simbolisme, "Banten Lama" membawa pembaca ke dalam zaman kejayaan, kehancuran, dan kesedihan yang tertinggal di Banten. Dalam kehancuran dan kegelapan sejarah, kota ini tetap memancarkan napas keberadaannya yang tak terlupakan, melalui jejak-jejak yang ditinggalkan oleh masa lalu.

Iyut Fitra
Puisi: Banten Lama
Karya: Iyut Fitra

Biodata Iyut Fitra:
  • Iyut Fitra (nama asli Zulfitra) lahir pada tanggal 16 Februari 1968 di Nagari Koto Nan Ompek, Kota Payakumbuh, Sumatra Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.