Puisi: Tiang-Tiang Itu (Karya Isbedy Stiawan ZS)

Puisi "Tiang-Tiang Itu" karya Isbedy Stiawan ZS bukan hanya sekadar rangkaian kata-kata, melainkan suatu perenungan mendalam tentang hubungan ....
Tiang-Tiang Itu


ingin kuhitung tiang-tiang itu
yang jadi payung saat terik
tapi aku tersasar dalam angka
sebab tak juga habis hitungan

seperti nikmat-Mu tak terkira
hingga aku hanya terbata
dan selalu mengemis
tapi kikir mengingat

di masjid nabawi
aku minta pahala senilai tujuhratus
sebagai zaitun, sebjinya
akan menjadi tujuhratus pohon

ingin kunaiki tiang-tiang
yang tak pernah tuntas kuhitung
dan berlindung dalam payungnya
jika siang menyengat

ingin kubangun rumah
di sini, di antara tiang-tiang itu
agar segera sampai
di tamanmu ya Kekasih Allah...


2 Mei 2011

Analisis Puisi:
Puisi "Tiang-Tiang Itu" karya Isbedy Stiawan ZS menciptakan gambaran yang kaya akan simbolisme dan keindahan kata-kata. Dalam puisi ini, penulis menyampaikan perenungan mendalam terkait dengan keagungan Tuhan, rasa syukur, dan keinginan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Simbolisme Tiang-Tiang: Tiang-tiang yang menjadi pusat perhatian dalam puisi ini memiliki makna simbolis yang mendalam. Mereka dapat diartikan sebagai simbol payung, perlindungan, dan keagungan Tuhan. Penggambaran tiang-tiang sebagai peneduh dari terik matahari menciptakan gambaran tentang rahmat dan perlindungan Ilahi dalam kehidupan manusia.

Angka dan Tak Terhitungnya Nikmat Tuhan: Penyair menggunakan angka sebagai alat untuk menyampaikan ketidakmampuannya dalam menghitung nikmat Tuhan. Nikmat-Nya yang tidak terkira menghadirkan rasa keterbatasan manusia dalam meresapi dan memahami keagungan-Nya. Pilihan kata seperti "tak terkira" menunjukkan kebesaran dan kemurahan Tuhan yang tidak terbatas.

Rindu dan Kerinduan Spiritual: Puisi menciptakan nuansa kerinduan spiritual yang mendalam. Rasa ingin menghitung tiang-tiang itu tidak hanya fisik, melainkan juga mencerminkan kerinduan batin untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Pemilihan kata seperti "aku hanya terbata" dan "selalu mengemis" menunjukkan sikap kerendahan hati dan kerinduan yang mendalam.

Nikmat Sebagai Zaitun dan Pahala di Masjid Nabawi: Penyair menyebutkan masjid Nabawi dan mengaitkannya dengan permohonan pahala. Permintaan pahala senilai tujuhratus sebagai zaitun menggambarkan cara unik untuk mencapai pahala yang melimpah dari Tuhan. Ini menciptakan gambaran tentang keinginan yang tulus untuk mendapatkan keberkahan dalam bentuk yang bermanfaat bagi banyak orang.

Keinginan untuk Bangkit dan Berkarya:: Penyair menyatakan keinginan untuk "kunaiki tiang-tiang" dan "kubangun rumah di antara tiang-tiang itu." Ini menciptakan gambaran tentang semangat untuk bangkit dan berkontribusi dalam membentuk kehidupan yang bermakna. Rumah yang ingin dibangun di antara tiang-tiang tersebut dapat diartikan sebagai kerinduan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan hidup dalam kesadaran akan keagungan-Nya.

Rumah di Taman Tuhan: Puisi diakhiri dengan harapan untuk membangun rumah di taman Tuhan. Taman Tuhan dipahami sebagai tempat yang penuh dengan keindahan dan kedamaian. Dengan demikian, penutup puisi menciptakan gambaran tentang akhir yang diharapkan, yaitu mencapai kedekatan dengan Kekasih Allah.

Gaya Bahasa dan Ritme: Gaya bahasa yang digunakan dalam puisi ini melibatkan penggunaan kata-kata yang kaya makna, seperti "nikmat-Mu tak terkira" dan "pahala senilai tujuhratus." Ritme puisi memberikan alur yang memungkinkan pembaca meresapi setiap makna yang terkandung dalam kata-kata penyair.

Puisi "Tiang-Tiang Itu" karya Isbedy Stiawan ZS bukan hanya sekadar rangkaian kata-kata, melainkan suatu perenungan mendalam tentang hubungan manusia dengan Tuhan, rasa syukur, dan keinginan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Melalui simbolisme yang kaya dan bahasa yang indah, penyair berhasil menyampaikan pesan spiritual yang menginspirasi dan merangsang pemikiran pembaca.

Puisi
Puisi: Tiang-Tiang Itu
Karya: Isbedy Stiawan ZS
© Sepenuhnya. All rights reserved.