Puisi: Seekor Kampret Bicara dengan Dirinya Sendiri (Karya F. Rahardi)

Puisi "Seekor Kampret Bicara dengan Dirinya Sendiri" menyampaikan pesan-pesan kritis terkait perlakuan manusia terhadap lingkungan, penolakan pada ...
Seekor Kampret Bicara dengan Dirinya Sendiri


(Di Puncak Monumen Nasional Jakarta
seekor kampret bicara dengan dirinya sendiri.
Di bawah situ ada turis-turis
ada turis lokal
ada juga satu dua turis mancanegara

Suasana senyap
matahari yang menyengat
udara yang gerah
tak lagi terasa)

Aku tak peduli pada setan atau Tuhan
Tuhan baik, setan jahat
itu jelas
Tuhan Maha Kuasa, setan tidak
begitu berkuasa, itu juga
tak ada masalah.
Tapi alam raya ini punya kekuatan
dan aku harus menyerap serta
memanfaatkannya untuk bertahan hidup.

Tak ada kekuatan baik
tak ada kekuatan jahat
energi itu netral
semua tergantung yang memanfaatkannya
kalau kita manfaatkan untuk tujuan baik
kekuatan itu jadi baik
kalau untuk tujuan jahat
jadinya ya jahat
tapi masih adakah perbedaan
antara baik dan buruk
antara suci dan dosa
antara kuat dan lemah
semua relatif
dan dalam ke Maha Sempurnaan
tak ada lagi kebaikan atau keburukan
tak ada lagi dosa atau bukan
tak ada lagi yang kuat dan lemah
semua selesai dan berhenti
namun waktu meluncur terus
waktu itu belum pernah dapat
dihentikan atau diputar ulang
dan semua menyerah diseret waktu
dibanting-banting
dihentakkan
ditendang
dan kadang dilemparkan jauh sekali.
Dan umat kampret pun kebingungan
mereka mencari-cari panutan
harus ada sesuatu yang dapat
digunakan untuk pegangan
untuk meneropong langit
dan melihat bulan yang bopeng-bopeng
aku akan tampil
di depan khalayak kampret yang loyo
untuk menyalurkan nyali
agar mereka berani bergerak
menggoyangkan pantat
menghentakkan sayap
dan mengikuti getaran musik kosmos
mengikuti nyanyi matahari
dan irama galaksi-galaksi
kapan ya aku mesti mulai
misi ini?

(Kampret itu menyedot oksigen
ada aliran hangat yang menjalar
ke sayap-sayapnya)

Kekuatan itu ternyata selalu
Ready Stock di alam
ada air, ada oksigen
protein dari nyamuk dan belalang
cuma kita-kita saja yang sering bodo
malas untuk menyedot oksigen
banyak-banyak

aku harus segera mengumpulkan
warga kampret
tak ada alasan untuk
menunda-nunda pekerjaan
yang sudah siap untuk dikerjakan
“Warga kampret
ayo kita kumpul
aku mau bicara.”

(Suara kampret itu menggelora
ke seantero Jabotabek’
tidak keras tapi terdengar jelas
dan warga kampret yang sedang gundah
yang sedang oleng
dan tak punya pegangan
lalu berbondong-bondong menuju
ke arah tugu Monas.

Hari berangsur sore
jumlah kampret yang datang makin banyak
ada yang bergelantung di pohon asoka
ada yang nangkring di patung Diponegoro
ada yang mengencingi kepala Chairil Anwar
dan banyak juga yang ngetem
di stasiun keretaapi Gambir

Beberapa ekor ada yang mencoba
masuk ke kantor Departemen Pertahanan
dan Keamanan
tapi buru-buru diusir penjaga
suara para kampret itu berisik
namun suara pimpinan kampret
tetap terdengar jelas)

Saudara-saudaraku
para warga kampret
aku tahu saudara-saudara
selama ini menderita
manusia, makhluk kesayangan Tuhan
itu telah merampas milik kita
kita digusur
makanan kita diracuni
kita dibiarkan mati pelan-pelan
kita semua punah
Anda semua mau punah?

Tidak!

Aku juga tidak mau punah
kita semua tidak mau punah
untuk itu kita semua mesti bermigrasi
kita tinggalkan pulau terpadat
dan terbrengsek di planet bumi
ini dan kita cari gua kapur
yang bagus di Sumatera sana
di sana hutan-hutannya
pasti masih perawan
tidak seperti hutan di pulau Jawa
yang sudah jadi Mak Lampir
sudah jadi nenek-nenek sihir
yang jahat
Anda semua mau ikut bermigrasi?

Mau!

Aku juga mau bermigrasi
mendampingi Anda semua
kita akan sama-sama bermigrasi.
Namun sebelumnya,
mari kita bikin repot
para manusia di ibu kota Republik ini.
Kumpulkan seluruh warga kampret
Dan kita beraki kota Jakarta dari langit
Setuju?

Setuju!

Kalau begitu, pidato saya selesai
besuk kita acak-acak
kota Jakarta
Hidup kampret!
Hidup kampret!
Kita pasti menang!

(Hari itu Jum’at kliwon
seusai hujan yang turun
selama empat jam.
Jutaan kampret berdatangan
ke kota Jakarta
lalulintas lumpuh
banyak anak-anak yang
mendadak kena rabies
ibu-ibu terjangkit disentri
bapak-bapak terkena kolera
dan banyak gadis-gadis yang
digigit kampret lalu terluka
AIDS.
Vampir!
Ada vampir!
Ada jutaan Drakula

Panglima Angkatan Bersenjata
lalu mengerahkan pesawat tempur
dan helikopter
Rudal dipasang
Bom diledakkan
Racun khusus kampret disebar
Sidang kabinet paripurna ditunda
Para menteri cukup berkomunikasi
via telepon genggam
Rumah sakit umum pusat Ciptomangunkusumo
penuh dengan korban kampret
ada yang mati
ada yang luka parah
ada yang tidak lupa apa-apa
tapi jadi gila
stress.
Langit gelap
ditutup kawanan kampret yang
memenuhi langit seperti gayutan mendung)

“Apalagi?”
“Sudahlah, cukup.”
(Karena dianggap sudah cukup
pimpinan kampret lalu minta
warga kampret itu untuk
berhenti menyebar teror)

Sudahlah, sudah.
Sekarang kita siap-siap untuk
mulai bermigrasi
semua sudah siap sekarang.


Sumber: Migrasi Para Kampret (1993)

Analisis Puisi:
Puisi ini adalah karya yang unik dan menarik yang menggambarkan percakapan seekor kampret dengan dirinya sendiri di Puncak Monumen Nasional di Jakarta. Dengan mempergunakan seekor kampret sebagai metafora, puisi ini menghadirkan pemikiran yang dalam terkait dengan perlawanan, migrasi, dan persoalan lingkungan yang diungkapkan melalui suatu narasi alegoris.

Metafora Seekor Kampret: Kampret dalam puisi ini menjadi simbol yang menggambarkan kelompok atau entitas yang kecil dan mungkin diabaikan. Pemilihan kampret sebagai protagonis dalam puisi ini mungkin merupakan refleksi dari kelompok-kelompok yang tidak memiliki kekuatan atau suara yang cukup kuat dalam tata kehidupan sosial.

Penolakan terhadap Kekuatan Eksternal: Puisi ini mengekspresikan ketidaktertarikan seekor kampret pada konsep Tuhan atau setan, menyoroti ketidakpedulian terhadap elemen spiritual dan lebih menekankan pada kekuatan alam. Ada penolakan terhadap pemisahan konsep kebaikan dan kejahatan, serta penekanan pada kekuatan netral energi yang bisa dimanfaatkan manusia.

Migrasi dan Perlawanan: Puisi ini menyoroti konsep migrasi sebagai cara untuk menghadapi perubahan lingkungan dan perlakuan manusia terhadap ekosistem. Gagasan tentang meninggalkan tempat yang rusak dan berpindah ke tempat lain yang lebih asri adalah sebuah tindakan revolusioner yang dianggap sebagai solusi terhadap penindasan yang dialami.

Kritik Sosial dan Lingkungan: Melalui kisah kampret, puisi ini menyoroti perlakuan manusia terhadap lingkungan dan makhluk lain, yang seringkali menyebabkan kerusakan dan perubahan yang signifikan. Puisi ini mengekspresikan kegelisahan dan kebingungan akan perlakuan manusia terhadap lingkungan alam.

Akhir Puisi: Pada akhir puisi, sang pimpinan kampret meminta warga kampret untuk berhenti menyebar teror, menunjukkan bahwa teror yang disebabkan oleh ketidakpuasan dan reaksi terhadap perlakuan manusia terhadap alam sejatinya tidaklah solusi yang benar.

Puisi "Seekor Kampret Bicara dengan Dirinya Sendiri" adalah sebuah penggambaran alegoris yang kuat mengenai kondisi sosial dan lingkungan. Melalui metafora seekor kampret, puisi ini menyampaikan pesan-pesan kritis terkait perlakuan manusia terhadap lingkungan, penolakan pada pemisahan kebaikan dan kejahatan, serta penekanan pada perlawanan dan migrasi sebagai solusi atas ketidakadilan dan kerusakan yang terjadi. Itu semua disampaikan dalam gaya yang gelap, unik, dan sangat kuat dalam memprovokasi pemikiran pembaca.

F. Rahardi
Puisi: Seekor Kampret Bicara dengan Dirinya Sendiri
Karya: F. Rahardi

Biodata F. Rahardi:
  • F. Rahardi (Floribertus Rahardi) lahir pada tanggal 10 Juni 1950 di Ambarawa, Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.