Puisi: Ninabobo (Karya Budiman S. Hartoyo)

Puisi "Ninabobo" karya Budiman S. Hartoyo mengingatkan kita akan pentingnya cinta, pemahaman, dan keselarasan dalam kehidupan.
Ninabobo (1)


Malam yang panjang dan syahdu mengurungku
malam yang panjang memberiku impian warna beribu warna
Di sini kutemu kau
di sini kukenangkan engkau
Malam yang panjang adalah duniaku
malam yang panjang adalah piala di mana air mata
dan keluhku jatuh
Di sini kuratapkan kau,
di sini kupanggil engkau
sementara kujangkau tali yang terulur
dari sorga
Kuucapkan namamu sepanjang malam
kupanggil namamu sepanjang doa sembahyang

Engkau adalah mawar mungil di kebun
tertimpa fajar
Engkaulah kembang di taman larangan
berpagar
Seorang pengembara lewat dan tertegun
ia adalah pejalan sunyi yang letih
ia adalah aku
Seorang gadis kecil menerobos pagar
dan dipetiknya sekuntum mawar
Lalu ia pun menyanyi kecil
berlari dan menari
Alangkah indahnya dan mungil ia
aku memandang dan tersenyum kepadanya

Engkau adalah titik putih di langit
tinggi menghitam
engkaulah bintang-gemintang
Engkau adalah burung undan yang bertengger
di ranting pohon
di puncak dunia paling tinggi
di atas kabut memutih dan awan pegunungan
Hari ini kupejamkan mataku
dan tampak kau menengok jendelaku
Hari ini kulihat kau berdiri
di tengah segala gadis kotaku
dan mereka pun menari dan menyanyi
mengelilingimu
Kemudian kubuka mataku dan hari pun teranglah
Sebuah mimpi beterbangan
pecah di tengah siang
Kulihat di jalan depan rumahku
perempuan dan gadis-gadis lewat
tapi tak seorang di antara mereka kulihat
engkau berjalan mendekat
Ibuku yang tua pun menghampiri
dan menepuk bahuku
Aku menoleh dengan keluh
dan ratap yang rawan
Lalu keras-keras kunyanyikan laguku
bersama angin siang yang panas:
"Ke mana kutambatkan hatiku...."

Akulah orang mabuk yang letih
dan terengah-engah
berlarian di jalanan
dan bernyanyi sepanjang hari
Aku adalah orang gila yang meneriakkan
lagu ke segenap penjuru
Akulah orangnya
akulah yang bernyanyi, menangis
dan berteriak itu
Dan sekali lagi aku bernyanyi dan menangis
lalu berlari
lalu berlari ...

Dalam letihku aku pun berhenti
dan duduk
lalu kupejamkan mata
Sekali lagi engkau pun datang menghampir
tapi aku cuma pemabok dan orang gila
yang hilang arah
tapi akulah pula tenaga kata tanpa suara
Bahasa cinta, kata orang, tanpa tulis dan suara
kata-kata telah hilang harga artinya
huruf-huruf telah tiada lagi berbunyi bersuara
terkulai ia bagai seekor burung terbang
jatuh dari angkasa, menggelepar
dan mengepak-ngepakkan sayapnya yang patah
Bahasa cinta, konon, serangkai merjan
yang sukar dipisahkan warna dari cahya kilaunya

Siapakah engkau
dan kelak pada siapa tali hatimu kautambatkan?
Aku tak tahu
Siapakah engkau
dan kelak siapa pula kan mempersunting mawar
di pangkal rambutmu yang tergirai?
Aku tak tahu
Tapi kini dan besok
selalu kan kupinta perkenan padamu
buat selalu memujamu
Engkau adalah ikan mas dalam akuarium
yang mungil
berlenggang, menari, berenang
dalam riak air yang tak cukup kurenangi
Siapakah engkau
dan di manakah engkau?
Sesungguhnya aku tak tahu

Engkau telah pulangkan pengembara letih
yang lupa segala milik rohaninya
Ia kini tahu arti cinta, rumah dan keluarga
Telah engkau pulangkan ia
pada cinta bundanya
telah engkau tunjukkan ia
pada hakikat dan nilai harga dirinya
Maka bangkitlah ia dalam sulaman
sarang sutera cinta
Dan pengembara itu adalah
aku

Sekali, nanti pastilah datang kesempatan
di mana aku dan kau bersatu dengan alam
berjalan dan berbicara
bercakap dan bercerita
tentang masa kanak, tentang masa depan
seperti alam itu sendiri mengajarkannya
kepada kita
Maka malam yang panjang pun turunlah
maka kusebut namamu di antara doa-doaku
Maka kulihat engkau
dalam sujud gelisah-syahdu
sembahyang tahajudku...


Ninabobo (2)


Seakan akulah kini yang tegak berdiri
di pantai
memandang laut lepas tenang membiru
yang hidup dalam gejolak rindu
yang berkata-kata dalam bahasa bisu
Aku berdiri
berkawan anak-anak angin, pasir putih
dan cakrawala yang angkuh
dan gaib
Bersatu aku dengan suasana
dalam haru
dalam kenang
dalam ketiadaan bentuk alam
Aku lebur

Seakan akulah laut, angin, cakrawala
akulah semesta
Aku lebur

Dari sini kupandang engkau
di sini kukenang engkau
kekasih yang jauh memanggil
dan jiwaku yang menggigil
Aku lebur

Dari sini kulihat kotaku
Musim hujan di sana telah jatuh
berderai satu per satu
mencari cintaku
di mana ia berlabuh
Kemudian dibasuhnya keningku
dan bayangmu pun berkilau
Engkaukah itu
yang melenggang di pematang ombak
lautku?

Dulu pernah sekali aku pulang
seperti anak ayam hilang
tanpa induk tanpa sarang
Kukayuh sepeda dalam hujan
di atas becek jalanan berlumpur hitam
di atas aspal berkilap dalam kelam
Sekarang baru kurasakan di rumah ini
betapa indahnya ketenteraman
alangkah nikmatnya
alangkah hangatnya
kehidupan
Dulu pernah aku tiada semalam pun
pulang
keluar mengembara
Dan setelah kutemukan engkau
betapa kini bisa kurasakan
pulang ke rumah dalam kehangatan
Dulu pernah kuabaikan
suasana cinta-kasih bapa-bunda
sanak-saudara dan keakraban rumah kita
Dan setelah kini kulihat engkau
maka kulihat semuanya
Engkau telah pulangkan daku
dan kini kuantar engkau dalam impian
Duduklah di sampingku
berlayar menengok segala pantai dan laut
berlabuh di setiap kota sambil bercerita juga
tentang anak-anak kita
tentang penghuni tanah air yang bakal tiba
Sementara itu istirahatlah engkau
dan dengarkan ceritaku sebentar saja

Sekarang, karna kita bukanlah lagi kanak
yang terlena oleh bayang-bayang cinta usia pandak
atau terdesak oleh pikiran belum masak
mari kita bangunkan cinta menggunung
kekal bagai gurun
abadi bagai samudera
luas bagai angkasa
Diamlah, jangan lagi tangiskan
sajak sedih yang getir
cucuran darah penyair
Jangan lagi risaukan
suara langkahku yang membanjir
karna semuanya belum berakhir
Pandanglah aku
pandanglah laut depanmu

Kini kubawa engkau pulang dari segala impian
berjalan menyusuri setiap lorong dan jalanan
pulang menabikkan salam selamat malam
pada setiap orang
Mereka akan berbisik memperhatikan kita:
"Seperti hidup dalam cerita pendek saja
keduanya lupa segalanya."
(Aku jadi ingat sebuah syair pendek
waktu masih sekolah di kota, kata seorang perempuan tua)

Maka seperti lautan di sana itu
kita pun berjalan terus
Maka seperti anak-anak angin
kita pun bersiulan bertembangan
seperti bunga-bunga dan dedaunan di pagar tetamanan
seperti dua ekor angsa di kolam renang

Maka kita pun bercakap, bercerita
dan berkata-kata juga
Dan seperti banjir yang tanpa surut
cintaku pun hadir pantang berkawan maut
Maka inilah ninabobo
lagu penidur
sebelum kau terlena dalam mimpi
melupakanku

Maka malam yang panjang pun terasa sumbang
dan cintaku berkelana dalam diam

1962

Sumber: Sebelum Tidur (1977)

Analisis Puisi:
Puisi "Ninabobo" karya Budiman S. Hartoyo adalah karya yang memadukan elemen-elemen alam, perasaan, dan pengalaman dalam gambaran yang indah dan kompleks tentang cinta dan nostalgia.

Malam yang Panjang dan Impian: Penyair menggambarkan suasana malam yang panjang dan syahdu, yang menciptakan peluang untuk merenungkan kenangan dan impian. Penyair menciptakan suasana yang berwarna-warni dan mencerminkan perasaan mendalam tentang kehilangan dan kehadiran seseorang. Pada bagian ini, penggunaan kata-kata yang kuat, seperti "impian warna beribu warna" dan "air mata dan keluhku jatuh," menggambarkan intensitas perasaan.

Pengalaman Pribadi dan Refleksi: Puisi ini memuat pengalaman masa sekolah dan keseharian. Penyair mengekspresikan bagaimana pengalaman ini memengaruhi pemahaman tentang diri sendiri. Puisi mencerminkan proses pertumbuhan dan perkembangan individu dari anak-anak yang polos menjadi orang dewasa yang lebih kompleks. Penggunaan gambaran anak-anak yang membuat "gambar porno di tembok kamar mandi" menggambarkan rasa ingin tahu dan eksplorasi seksual yang umum dalam masa perkembangan.

Pencarian Identitas: Penyair mencoba mencari tahu identitas diri dan hubungan dengan orang lain. Penyair merenungkan tentang keinginannya untuk "pulang ke rumah dalam kehangatan" setelah pengembaraan panjang. Puisi ini menciptakan gambaran tentang penemuan diri dan kesejatian melalui perjalanan hidup yang panjang.

Penggabungan dan Harapan: Puisi ini menggambarkan perasaan perdamaian dan penggabungan dengan alam serta kekasihnya. Penyair menggambarkan bagaimana mereka bersatu dengan alam, menciptakan gambaran yang indah tentang ketenangan dan kebahagiaan. Puisi ini mengungkapkan rasa lega, penerimaan, dan harapan tentang masa depan yang cerah.

Puisi "Ninabobo" karya Budiman S. Hartoyo adalah karya yang sarat dengan emosi, refleksi, dan keindahan alam. Puisi ini menciptakan gambaran tentang perjalanan hidup dan pencarian identitas, serta menggambarkan bagaimana hubungan dengan alam dan orang yang dicintai dapat membentuk dan memengaruhi individu. Pesan tentang perdamaian, penggabungan, dan harapan dalam puisi ini dapat meresap dalam hati pembaca, mengingatkan kita akan pentingnya cinta, pemahaman, dan keselarasan dalam kehidupan.


Puisi Budiman S. Hartoyo
Puisi: Ninabobo
Karya: Budiman S. Hartoyo

Biodata Budiman S. Hartoyo:
  • Budiman S. Hartoyo lahir pada tanggal 5 Desember 1938 di Solo.
  • Budiman S. Hartoyo meninggal dunia pada tanggal 11 Maret 2010.
  • Budiman S. Hartoyo adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.