Puisi: Aku (Karya Chairil Anwar)

Puisi "Aku" karya Chairil Anwar menggambarkan perasaan sang penyair tentang kehidupan, eksistensinya, serta keinginannya untuk hidup dengan penuh ....
Aku
(Versi Deru Campur Debu)


Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Sumber: Deru Campur Debu (1949)


Catatan Admin:
Puisi "Aku" yang dihimpun di buku Deru Campur Debu juga dijumpai di buku Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus; akan tetapi diberi judul "Semangat".

Analisis Puisi:
Puisi ini menggambarkan perasaan sang penyair tentang kehidupan, eksistensinya, serta keinginannya untuk hidup dengan penuh semangat dan kebebasan.

Penolakan Terhadap Rayuan dan Kesedihan: Puisi "Aku" mencerminkan sikap tegar dan mandiri sang penyair terhadap rayuan dan kesedihan. Dia menyatakan bahwa jika saatnya tiba untuk pergi, dia tidak ingin ada yang merayu atau sedih karena kepergiannya. Hal ini menunjukkan karakter kuat dan semangat yang dimiliki oleh sang penyair.

Pemahaman Tentang Identitas: Penyair menyebut dirinya sebagai "binatang jalang" dan merasa terbuang dari kelompoknya. Ini bisa diartikan sebagai perasaan penyair yang merasa terasing, mungkin karena pandangan dan sikapnya yang berbeda dari orang lain atau karena pergulatan batin yang dialaminya.

Semangat Perlawanan dan Ketabahan: Dalam bait-bait terakhir, sang penyair menunjukkan semangat perlawanan dan ketabahan yang kuat. Meskipun tubuhnya mungkin akan tertembus peluru dan mengalami luka, dia tetap bersemangat dan bersedia menerjang tantangan hidup. Dia bahkan menyatakan bahwa dia akan lebih tidak perduli (dengan rasa sakit) karena dia bertekad untuk hidup dengan penuh semangat.

Keinginan untuk Hidup Lama: Puisi ini juga mengungkapkan keinginan sang penyair untuk hidup lebih lama. Dia menyatakan bahwa dia ingin hidup seribu tahun lagi, menunjukkan semangat dan keinginannya untuk menikmati kehidupan dengan sepenuh hati, meskipun dalam kondisi sulit atau mungkin terjebak dalam pergulatan dan penderitaan.

Ekspresi Kesendirian dan Pemikiran Bebas: Dalam puisi "Aku," Chairil Anwar mengekspresikan perasaan kesendirian dan pemikiran bebasnya. Dia menolak menjadi seperti orang lain, bahkan jika itu berarti dia harus menjadi "binatang jalang." Puisi ini mencerminkan pandangan dan pandangan pribadinya tentang kehidupan dan eksistensi manusia.

Puisi "Aku" karya Chairil Anwar adalah sebuah karya sastra yang kuat dan penuh semangat. Dalam puisi ini, penyair mengekspresikan keinginannya untuk hidup dengan penuh semangat dan kebebasan, menolak rayuan dan kesedihan dari orang lain. Puisi ini mencerminkan sikap mandiri dan ketabahan penyair dalam menghadapi tantangan hidup, meskipun dia merasa terasing dan berbeda dari orang lain.


Aku
(Versi Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus)


Melangkahkan aku bukan tuak menggelegak
Cumbu-buatan satu biduan
Kujauhi ahli agama serta lembing-katanya.

Aku hidup
Dalam hidup di mata tampak bergerak
Dengan cacar melebar, barah bernanah
Dan kadang satu senyum kukucup-minum dalam dahaga.

Maret, 1943

Sumber: Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)

Analisis Puisi:
Puisi ini menggambarkan perasaan seorang individu yang mungkin merasa jauh dari norma-norma konvensional dan memiliki pandangan hidup yang berbeda.

Tidak Konvensional dan Pemberontakan: Di bait pertama, puisi ini menciptakan perasaan ketidakkonvensionalan melalui pernyataan bahwa "Melangkahkan aku bukan tuak menggelegak." Kata-kata ini menggambarkan penolakan terhadap tindakan atau perilaku yang konvensional atau meriah. Penolakan ini mungkin mencerminkan dorongan untuk menjauh dari norma sosial yang umum.

Selanjutnya, dengan menjauhi "ahli agama serta lembing-katanya," puisi ini juga menunjukkan pemberontakan terhadap otoritas atau norma agama yang ada. Ini mencerminkan keinginan untuk hidup bebas dari kendali dogma atau aturan-aturan yang mungkin dianggap membatasi.

Kehidupan yang Penuh Tantangan: Pada bait kedua, puisi ini menggambarkan kehidupan yang penuh dengan tantangan dan rintangan. Gambaran "Dalam hidup di mata tampak bergerak / Dengan cacar melebar, barah bernanah" menyiratkan pengalaman penderitaan dan kesakitan fisik. Hal ini bisa diartikan secara harfiah, namun juga bisa menjadi simbol dari penderitaan emosional atau rohaniah dalam hidup.

Dualitas Dalam Eksistensi: Garis terakhir puisi ini menggambarkan dualitas dalam eksistensi individu tersebut. Penyair mengungkapkan bahwa dia hidup dalam hidup, menunjukkan kehadiran dan keterlibatan dalam dunia sekitarnya. Namun, dia juga mencatat "kadang satu senyum kukucup-minum dalam dahaga," yang menunjukkan momen refleksi atau kontemplasi pribadi yang tersembunyi di balik penampilan luar.

Puisi "Aku" oleh Chairil Anwar adalah karya sastra yang mencerminkan pemikiran individu yang berani mengekspresikan pandangan hidup dan emosinya. Puisi ini menggambarkan pemberontakan terhadap norma konvensional, tantangan dalam hidup, serta dualitas yang ada dalam eksistensi manusia. Dengan bahasa yang kuat dan gambaran yang tajam, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti dan makna kehidupan yang kompleks.
Chairil Anwar
Puisi: Aku
Karya: Chairil Anwar

Biodata Chairil Anwar:
  • Chairil Anwar lahir di Medan, pada tanggal 26 Juli 1922.
  • Chairil Anwar meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 28 April 1949 (pada usia 26 tahun).
  • Chairil Anwar adalah salah satu Sastrawan Angkatan 45.
© Sepenuhnya. All rights reserved.