Puisi: Bulan dan Lelaki Urban (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Bulan dan Lelaki Urban" karya Diah Hadaning adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan kontras antara dua dunia yang berbeda: dunia ....
Bulan dan Lelaki Urban


Di langit kota bulan bundar berpendar
menyapa fakir di pinggir taman Chairil Anwar:
selamat malam lelaki penjelajah malam
ucapkan mantera
aku datang dalam anganmu
menjadi sepotong roti dalam genggam
menjadi keeping duit penolak sakit
selamat malam lelaki urban
di langit desa
bulan jua pemandu cengkerama
dengan istri dan kerabat
yang menanti lama
kuceritakan pucukpucuk hutan
jauh di pedalaman
kuceritakan harapan
kau pulang tahun depan
pada mereka kutawarkan kedamaian
berbaringlah di kaki tugu
hitung sampai seribu
kan kusatukan cintamu yang poranda
di kaki lima, kepada perempuan setia
di pinggir rawa-rawa
fakir tersenyum tipis memeluk dada
bayangkan kedamaian yang paling damai
lelaki urban telah kehilangan bulan
pada awal lelapnya, sukmanya terbang
tak peduli apa, bulan tengah bertengger 
di puncak Istana Merdeka.


Jakarta, Agustus 1980

Analisis Puisi:
Puisi "Bulan dan Lelaki Urban" karya Diah Hadaning adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan kontras antara dua dunia yang berbeda: dunia urban dan dunia desa. Melalui penggambaran bulan sebagai simbol, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan perbedaan antara kehidupan urban yang sibuk dan kesederhanaan desa.

Kontras Antara Kota dan Desa: Puisi ini memulai dengan gambaran bulan yang terang dan berpendar di langit kota, yang menyapa "lelaki penjelajah malam" seperti Chairil Anwar. Langit kota dan bulan yang bersinar menggambarkan suasana urban yang bergerak cepat dan sibuk. Di sisi lain, dalam langit desa, bulan menjadi "pemandu cengkerama" bagi para penduduk yang menanti dengan sabar. Ini menciptakan kontras yang jelas antara kehidupan urban dan desa, serta perbedaan dalam cara manusia mengalami kehadiran bulan.

Simbolisme Bulan: Bulan dalam puisi ini dapat diartikan sebagai simbol perdamaian, keindahan, dan kesederhanaan. Bulan juga dapat melambangkan waktu, dengan perubahan fase bulan dari bulan purnama ke bulan tenggelam menggambarkan siklus kehidupan yang terus berlanjut.

Makna di Balik Bulan dan Lelaki Urban: Puisi ini menciptakan gambaran seorang "lelaki urban" yang tampaknya telah kehilangan atau tidak merasakan kehadiran bulan, meskipun bulan masih berada di langit dan bisa dirasakan oleh "lelaki penjelajah malam" di pinggir taman. Hal ini dapat menggambarkan bagaimana rutinitas dan kesibukan kehidupan urban dapat memisahkan manusia dari alam dan keindahan yang ada di sekitarnya. Di sisi lain, "langit desa" menciptakan gambaran kehidupan yang lebih sederhana, di mana bulan menjadi pemandu bagi pertemuan dan cengkerama antara manusia.

Tawaran Kedamaian: Dalam puisi ini, terdapat tawaran kedamaian yang ditujukan kepada "lelaki urban" yang telah kehilangan bulan. Tawaran ini datang dari "fakir" di pinggir rawa-rawa, yang tersenyum tipis dan memeluk dada. Hal ini mungkin mencerminkan kebijaksanaan dan kearifan dari kehidupan sederhana di desa, yang mengajak lelaki urban untuk merenung dan menghargai nilai-nilai yang lebih dalam.

Puisi "Bulan dan Lelaki Urban" karya Diah Hadaning adalah sebuah karya yang menggambarkan kontras antara kehidupan urban dan desa melalui simbolisme bulan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana rutinitas dan kesibukan kehidupan kota dapat memisahkan manusia dari keindahan dan kedamaian yang ada di sekitarnya, sementara kehidupan desa mengajarkan nilai-nilai kesederhanaan dan kearifan.

"Puisi: Bulan dan Lelaki Urban (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Bulan dan Lelaki Urban
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.