Puisi: Pemulung Kecil (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Pemulung Kecil" karya Joko Pinurbo menggambarkan kehidupan seorang pemulung kecil, penyair menyampaikan pesan tentang keberanian, candaan ...
Pemulung Kecil

Tengah malam pemulung kecil itu datang
memungut barang-barang yang berserakan
di lantai rumah: onggokan sepi, pecahan bulan,
bangkai celana, bekas nasib, kepingan mimpi.

Sesekali ia bercanda juga:
"Jaman susah begini, siapa suruh jadi penyair?
Sudah hampir pagi masih juga sibuk melamun.
Lebih enak jadi teman penyair."

Dikumpulkannya pula rongsokan kata
yang telah tercampur dengan limbah waktu.
Aku terhenyak: "Hai, jangan kauambil itu.
Itu jatahku. Aku kan pemulung juga."

Kemudian dia pergi dan masuk ke relung tidurku.

2006

Sumber: Kepada Cium (2007)

Analisis Puisi:
Puisi "Pemulung Kecil" karya Joko Pinurbo merupakan karya sastra yang menggambarkan kehidupan seorang pemulung kecil dalam sebuah narasi puitis. Melalui gambaran yang kaya akan simbol dan metafora, penyair berhasil menyampaikan pesan tentang kehidupan, keberanian, dan kerapian.

Gambaran Kehidupan Pemulung Kecil: Puisi ini dibuka tirai kehidupan seorang pemulung kecil tengah malam. Ia tiba untuk mengumpulkan barang-barang yang terserak di lantai rumah, seperti onggokan sepi, pecahan bulan, bangkai celana, bekas nasib, dan kepingan mimpi. Melalui gambaran ini, penyair mengeksplorasi kehidupan pemulung yang harus menjalankan tugasnya di tengah malam untuk mencari barang yang dapat diolah kembali.

Candaan dan Realitas Kehidupan: Pemulung kecil sesekali menyelipkan candaan tentang kehidupan. Pernyataannya, "Jaman susah begini, siapa suruh jadi penyair? Sudah hampir pagi masih juga sibuk melamun. Lebih enak jadi teman penyair," menciptakan kontras antara realitas sulit kehidupan dengan sikap seorang penyair yang cenderung melamun. Candaan ini mencerminkan ketegangan antara kebutuhan hidup dan keinginan untuk merenung.

Simbolisme Rongsokan Kata dan Limbah Waktu: Pemulung kecil tidak hanya mengumpulkan barang-barang fisik, tetapi juga mengumpulkan "rongsokan kata yang telah tercampur dengan limbah waktu." Ini menciptakan simbolisme tentang nilai dan kekayaan yang dapat dihasilkan dari barang-barang yang tampaknya tidak berguna. Pemulung kecil juga mengumpulkan kata-kata, menunjukkan bahwa bahasa dan ekspresi dapat ditemukan di tempat-tempat tak terduga.

Pemulung yang Mengerti Nilai Barang: Ketika pemulung kecil hampir mengambil rongsokan kata yang menjadi jatah penyair, penyair menyadari dan mengatakan, "Hai, jangan kauambil itu. Itu jatahku. Aku kan pemulung juga." Pernyataan ini menciptakan kesadaran akan nilai dan hak kepemilikan, bahkan di antara mereka yang hidup di lapisan masyarakat yang lebih rendah. Penyair menyatakan identitas sebagai pemulung, menunjukkan pengakuan akan nilai dan hak yang dimiliki oleh setiap individu.

Relung Tidur sebagai Perlambang Kehangatan Manusia: Puisi diakhiri dengan pemulung kecil yang pergi dan masuk ke "relung tidurku." Relung tidur menjadi simbol kehangatan dan tempat perlindungan bagi setiap manusia. Pemulung kecil yang memasuki relung tidur penyair juga menciptakan gambaran persatuan dan kebersamaan di tengah kesederhanaan kehidupan.

Puisi "Pemulung Kecil" karya Joko Pinurbo adalah puisi yang penuh dengan simbolisme dan kebijaksanaan. Dengan menggambarkan kehidupan seorang pemulung kecil, penyair menyampaikan pesan tentang keberanian, candaan di tengah kesulitan, dan nilai yang tersembunyi dalam barang-barang yang dianggap sebagai limbah. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang makna kehidupan, persatuan, dan kekayaan yang terkandung di dalam setiap aspek kehidupan sederhana.

Puisi Pemulung Kecil
Puisi: Pemulung Kecil
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.