Puisi: Daerah Terlarang (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Daerah Terlarang" karya Joko Pinurbo mengajak pembaca untuk merenungkan tentang pentingnya kebebasan dan perjuangan dalam menghadapi norma ...
Daerah Terlarang

Tiba di ranjang, setelah lama menggelandang
ia memasuki daerah terlarang.
Ranjang telah dikelilingi pagar kawat berduri
dan ada anjing galak siap menghalau pencuri.
"Kawasan Bebas Seks,"
bunyi sebuah papan peringatan.

Tak terdengar lagi cinta. Tak terdengar lagi
ajal yang meronta pada tubuh
yang digelinjang nafsu dalam nafas
yang mendesah ah, mengeluh uh.

Memang ada yang masih bermukim
di ranjang: merawat ketiak, mengurus lemak,
dan dengan membelalak ia membentak,
"Pergi! Tak ada seks di sini."

"Kau kalah," katanya. "Dulu kautinggalkan
ranjang, sekarang hendak kaurampas
sisa cinta yang kuawetkan."
"Tunggu pembalasanku," timpalnya,
"suatu saat aku akan datang lagi."
"Kutunggu kau di sini," ia menantang,
"akan kukubur jasadmu di bawah ranjang."

Ia pun pergi meninggalkan daerah terlarang
dengan langkah seorang pecundang.
"Tunggu!" teriak seseorang dari dalam ranjang.
Tapi ia hanya menoleh dan mengepalkan tangan.

1998

Sumber: Celana (1999)

Analisis Puisi:

Puisi "Daerah Terlarang" karya Joko Pinurbo adalah penggambaran yang kuat tentang perjalanan emosional dan perjuangan seseorang dalam menghadapi daerah terlarang dalam kehidupannya.

Metafora Daerah Terlarang: Daerah terlarang dalam puisi ini bukan hanya representasi fisik dari ranjang yang dikelilingi oleh pagar kawat berduri, tetapi juga melambangkan kondisi emosional atau psikologis yang penuh dengan larangan dan batasan. Ini dapat mencerminkan perasaan terkekang, terjebak, atau terhalang dalam mengungkapkan atau mengekspresikan diri.

Kontras antara Keinginan dan Larangan: Dalam puisi ini, ada kontras yang kuat antara keinginan untuk mencari cinta dan nafsu dengan larangan dan pembatasan yang ada di "Kawasan Bebas Seks". Hal ini menciptakan ketegangan antara dorongan alami manusia dan norma-norma atau aturan yang diberlakukan dalam masyarakat.

Personifikasi Ranjang: Ranjang dalam puisi ini dipersonifikasikan sebagai entitas yang memiliki peran dalam menghalangi atau melarang individu untuk melakukan tindakan yang dianggap tidak sesuai dengan norma. Ranjang menjadi simbol fisik dari daerah terlarang yang harus dihindari atau ditakuti.

Pertarungan Batin: Puisi ini juga mencerminkan pertarungan batin individu dalam menghadapi larangan atau pembatasan yang ada. Meskipun ada keinginan untuk memasuki daerah terlarang, individu akhirnya mengalah dan meninggalkannya dengan perasaan sebagai pecundang.

Pembebasan dan Pembalasan: Meskipun individu meninggalkan daerah terlarang, ada pengharapan atau ancaman akan pembebasan atau pembalasan di masa depan. Ini mencerminkan keinginan untuk melawan atau membebaskan diri dari pembatasan yang ada dan mungkin mengejar kebebasan untuk mengungkapkan diri tanpa batasan.

Puisi "Daerah Terlarang" karya Joko Pinurbo adalah refleksi yang kuat tentang pertarungan batin individu dalam menghadapi larangan atau pembatasan dalam kehidupannya. Dengan menggunakan metafora yang kuat dan kontras antara keinginan dan larangan, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang pentingnya kebebasan dan perjuangan dalam menghadapi norma-norma sosial yang ada.

"Puisi: Daerah Terlarang (Karya Joko Pinurbo)"
Puisi: Daerah Terlarang
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.