Puisi: Suara Para Sai Maras (Karya Nana Riskhi Susanti)
Puisi: Suara Para Sai Maras
Karya: Nana Riskhi Susanti
Suara Para Sai Maras
(: Yudin Ainusi)
Subuh masih jauh
burung malam lari berebut cahaya pertama
melangitkan mimpi para pendendam
Raja-raja datang dan pergi
mengutuk nasibku jadi penghuni paling sunyi:
Papua
tanah yang dijanjikan
tanah yang ditinggalkan
Kamilah kaki-kaki hitam yang berjalan memunggungi matahari
memunggungi arah pendatang-pendatang malang
rimbunan bambu berjajar di bukit-bukit
menjelma doa pagi di sekarung sagu:
remah-remah rezeki paling purba itu
ke rumah-rumah ke perut anak-anak ke dapur para istri.
Matahari belum benar-benar tinggi
ketika huruf-huruf latin itu susah payah kami eja
dan angka-angka keparat itu makin memusingkan kepala
apakah sesudah itu akan kita dapati
gedung yang tak berpindah-pindah, guru-guru
yang selalu hadir dan ada, atau sisa-sisa buku dari kota?
Kami lebih abadi dari dongeng
dari noken-noken Sai Maras
yang membentang pulau
yang warna-warnanya di langit
menjelma kejora.
Dusun ini tak dapat kami tempuh dengan puisi
dengan gerimis pelengkap sepi
hanya dengan mata-mata nyalang
dan tangan mengepal
kebodohan ini bisa ditamatkan.
Sai Maras, 2 Mei 2014
Puisi: Suara Para Sai Maras
Karya: Nana Riskhi Susanti