Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pengamen (Karya Joko Pinurbo)

Dalam puisi berjudul “Pengamen”, Joko Pinurbo tidak hanya mengisahkan tentang pengamen dan penumpang bus, melainkan menggelar panggung kehidupan ...
Pengamen


Sepuluh orang pengamen menyerbu bus yang sedang lapar
karena hanya diisi seorang penumpang.
Ia orang bingung, duduk gelisah di pojok belakang
membaca peta yang sudah kumal dan penuh coretan.

Para pengamen yang tampak necis dan gagah bergiliran
memetik gitar dan menyanyi lantang kemudian
memungut uang dari penumpang lalu duduk berurutan.
Setelah semua mendapat bagian, gantian si penumpang berdiri
di depan lantas bernyanyi dan bergoyang.

Bahkan para pengamen berwajah seram terheran-heran
lantas bertepuk tangan karena penumpang itu
ternyata dapat menyanyi lebih merdu dan menghanyutkan.
Selesai melantunkan beberapa tembang, ia memungut uang
dari para pengamen lalu berteriak stop kepada sopir kemudian
melompat turun sambil melepaskan pekik kemenangan:
"Hidup rakyat! Hidup penumpang!"

2001

Analisis Puisi:

Ada banyak cara untuk menyampaikan kritik sosial, dan puisi adalah salah satu medium yang paling halus sekaligus tajam. Dalam puisi berjudul “Pengamen”, Joko Pinurbo tidak hanya mengisahkan tentang pengamen dan penumpang bus, melainkan menggelar panggung kehidupan yang penuh satir, humor, dan makna tersirat. Seperti biasa, ia memadukan realitas sehari-hari dengan absurditas yang menggelitik, mengajak pembaca merenung sambil tersenyum getir.

Pada permukaannya, puisi “Pengamen” bercerita tentang seorang penumpang tunggal dalam sebuah bus yang kemudian "diserbu" oleh sepuluh pengamen. Mereka datang satu per satu, memetik gitar, bernyanyi, dan memungut uang dari penumpang yang tampak kebingungan. Namun, cerita berubah arah ketika penumpang itu justru bangkit, bernyanyi lebih merdu, menggoyang tubuhnya dengan percaya diri, bahkan mengumpulkan uang dari para pengamen, lalu turun dari bus dengan pekikan yang nyaring: “Hidup rakyat! Hidup penumpang!”

Jika dibaca secara literal, puisi ini lucu dan penuh kejutan. Tapi seperti karya-karya Joko Pinurbo lainnya, lapisan di bawah cerita itulah yang menggoda untuk digali lebih dalam.

Tema: Identitas, Ketimpangan, dan Perlawanan

Tema utama dari puisi ini dapat ditarik ke dalam ranah perlawanan identitas rakyat kecil terhadap sistem yang menindas atau memanfaatkan. Sang penumpang, yang awalnya terlihat sebagai sosok pasif dan kebingungan, tiba-tiba menjelma menjadi tokoh aktif yang membalik keadaan. Ia tidak hanya mengambil alih panggung yang bukan miliknya, tetapi juga mengubah struktur kekuasaan sosial kecil dalam bus itu: dari yang ditindas menjadi penindas yang jenaka.

Dalam konteks yang lebih luas, puisi ini bisa dibaca sebagai simbol tentang bagaimana rakyat (penumpang) bisa menggulingkan kekuasaan (pengamen) ketika diberi kesempatan, keberanian, dan momen yang tepat. Ada semacam satire terhadap ketidakadilan sosial yang menempatkan individu biasa dalam posisi selalu “memberi” kepada sistem, tetapi di sini, sistem itu dihadapi dan dibalik.

Makna Tersirat: Siapa Mengamen kepada Siapa?

Salah satu kekuatan puisi ini adalah makna tersirat yang mengandung ironi. Dalam keseharian, pengamen adalah sosok yang menghibur namun sekaligus menuntut imbalan, sering kali dalam posisi yang dipandang rendah. Namun dalam puisi ini, para pengamen tampak "necis dan gagah", berwajah seram, dan menyerbu seperti kawanan terorganisir. Ada sindiran halus terhadap figur-figur dalam masyarakat—apakah itu birokrat, politisi, atau oknum lain—yang berlagak seperti penghibur rakyat, tapi sesungguhnya meminta-minta dan mengambil bagian tanpa memberikan solusi nyata.

Ketika si penumpang membalik peran dan mulai menyanyi serta mengambil uang dari mereka, ia menjadi metafora dari perlawanan cerdas: bukan dengan kekerasan, tapi dengan menguasai panggung dan memainkan peran dengan lebih baik. Ia tidak menyalahkan sistem secara frontal, tapi menunjukkan bahwa ia bisa melakukan hal yang sama, bahkan lebih baik. Inilah bentuk kritik sosial yang elegan dan membumi.

Imaji dan Nuansa Visual

Joko Pinurbo dikenal karena kemampuannya menciptakan imaji visual yang sederhana tapi kuat. Dalam puisi ini, imaji muncul dalam bentuk “sepuluh orang pengamen menyerbu bus”, “penumpang duduk gelisah di pojok belakang membaca peta”, hingga adegan klimaks “melompat turun sambil melepaskan pekik kemenangan”.

Pembaca dapat membayangkan dengan jelas suasana bus yang kosong, suasana riuh para pengamen, serta transformasi penumpang dari sosok bingung menjadi seseorang yang menyita perhatian dan berani mengambil alih. Imaji “peta yang sudah kumal dan penuh coretan” juga menyiratkan kebingungan arah atau identitas diri, yang kemudian berubah setelah pengalaman ‘panggung’ itu.

Majas dan Gaya Bahasa

Puisi ini mengandalkan majas ironi dan satire, yang menjadi senjata utama Pinurbo dalam menyampaikan kritik sosialnya. Penggunaan personifikasi terhadap bus yang "sedang lapar" memberi nuansa humor gelap: bus seolah menjadi entitas yang memakan atau menyambut para pengamen. Pengamen yang tampak "necis dan gagah", bahkan "berwajah seram", juga memperkuat unsur kontras antara persepsi umum dan kenyataan.

Dialog terakhir “Hidup rakyat! Hidup penumpang!” adalah parodi dari orasi politik, tetapi ditempatkan dalam konteks lucu dan absurd. Di sinilah kekuatan puisi: ia bermain-main di batas antara humor dan kenyataan pahit.

Suasana dalam Puisi: Satir yang Menghibur

Meskipun puisi ini tidak menyampaikan kesedihan secara eksplisit, ada suasana satir yang menghibur sekaligus menyindir. Kita dibuat tertawa, mungkin geli, melihat penumpang yang mengambil alih situasi dengan percaya diri. Tapi di balik tawa itu, muncul pertanyaan: mengapa ia perlu melawan? Mengapa para pengamen tampak seperti kekuatan yang menindas? Di sinilah puisi ini menghadirkan kedalaman yang tak serta-merta terlihat.

Amanat atau Pesan Tersirat

Kalau kita hendak menarik amanat atau pesan dari puisi ini, maka salah satunya adalah: Siapapun bisa melawan, bahkan mereka yang tampak paling bingung sekalipun. Kadang, yang dibutuhkan hanya kesempatan dan keberanian untuk berdiri dan menyanyi di panggung dunia. Puisi ini mengajak kita untuk tidak selalu pasrah dan diam dalam sistem yang menekan, tapi belajar bagaimana mengambil peran, bahkan membalikkan keadaan dengan cara yang cerdas.

Ada pula pesan bahwa kesenian dan ekspresi diri bisa menjadi alat pembebasan, bukan sekadar hiburan. Ketika si penumpang menyanyi dan bergoyang, ia tidak hanya meniru pengamen, tapi ia mengambil alih narasi—sebuah tindakan simbolik yang sangat kuat.

Puisi yang Tidak Sekadar Tentang Bus dan Lagu

Puisi “Pengamen” adalah puisi yang padat, jenaka, dan tajam. Ia tidak menasehati secara langsung, tetapi membiarkan absurditas dan kekonyolan situasi berbicara. Dalam dunia yang sering terasa tak adil dan memaksa kita duduk diam di pojok belakang, puisi ini mengingatkan kita bahwa mungkin saja—di saat yang tak terduga—kita bisa berdiri, menyanyi, menggoyang dunia, dan keluar dengan seruan kemenangan.

Sebagaimana gaya khas Joko Pinurbo, puisi ini menyembunyikan peluru dalam bunga, dan kekuatannya justru terletak pada kehalusan serta kelucuannya. Sebuah karya yang, meski pendek, memberi resonansi yang lama dan dalam.

"Puisi: Pengamen (Karya Joko Pinurbo)"
Puisi: Pengamen
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.