Puisi: Sajak Bulan Purnama (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Sajak Bulan Purnama" karya W.S. Rendra menggambarkan kontras antara keindahan alam dan realitas sosial yang keras di kota Jakarta.
Sajak Bulan Purnama

Bulan terbit dari lautan.
Rambutnya yang tergerai ia kibaskan.
Dan menjelang tengah malam,
wajahnya yang bundar,
menyinari gubuk-gubuk kaum gelandangan
kota Jakarta.

Langit sangat cerah.
Para pencuri bermain gitar,
dan kaum pelacur naik penghasilannya.
Malam yang permai
anugerah bagi supir taksi.
Pertanda nasib baik
bagi tukang kopi di kaki lima.

Bulan purnama duduk di sanggul babu.
Dan cahayanya yang kemilau
membuat tuannya gemetaran:

"Kemari, kamu!" kata tuannya.
"Tidak, tuan, aku takut nyonya!"
Karena sudah penasaran,
oleh cahaya rembulan,
maka tuannya bertindak masuk dapur
dan langsung menerkamnya.

Bulan purnama raya masuk ke perut babu.
Lalu naik ke ubun-ubun
menjadi mimpi yang gemilang.
Menjelang pukul dua,
rembulan turun di jalan raya,
dengan rok satin putih,
dan parfum yang tajam baunya.
Ia disambar petugas keamanan,
lalu disuguhkan kepada tamu negara
yang haus akan hiburan.

Yogya, 22 oktober 1976

Sumber: Potret Pembangunan dalam Puisi (1993)

Analisis Puisi:
Puisi "Sajak Bulan Purnama" karya W.S. Rendra adalah sebuah karya sastra yang merangkum beragam elemen, termasuk gambaran alam, kehidupan kota, dan interaksi sosial. Mari kita eksplorasi lebih dalam tentang pesan dan makna yang terkandung dalam puisi ini:

Bulan Purnama sebagai Simbol: Bulan purnama dalam puisi ini dapat dianggap sebagai simbol kemegahan dan keindahan alam. Ia menciptakan suasana yang luar biasa dan mempengaruhi kehidupan sehari-hari di Jakarta. Simbol ini digunakan untuk menggambarkan kekuatan alam yang tetap ada di tengah keramaian kota.

Gambaran Hidup Malam di Kota: Puisi ini menggambarkan kehidupan malam di kota Jakarta, terutama bagi mereka yang hidup di jalanan, seperti kaum gelandangan, pencuri, dan pelacur. Malam yang cerah dan purnama membawa berkah bagi beberapa orang, seperti supir taksi dan tukang kopi. Ini mencerminkan kehidupan yang dinamis dan beragam di kota metropolitan.

Konflik Sosial: Puisi ini menciptakan konflik sosial antara majikan dan pembantunya (babu). Ketika majikan tergoda oleh kecantikan bulan purnama dan merasa penasaran, ia memaksa babu untuk memenuhi keinginannya. Ini menggambarkan ketidaksetaraan sosial dan eksploitasi yang mungkin dialami oleh mereka yang berada di bawah dalam struktur sosial.

Kritik terhadap Moralitas: Puisi ini dapat dianggap sebagai kritik terhadap moralitas dan tindakan amoral yang dilakukan oleh sebagian orang. Tindakan majikan yang memaksa babu bisa dianggap sebagai tindakan yang salah dan merendahkan martabat manusia.

Konflik Identitas: Konflik identitas dalam puisi ini muncul ketika bulan purnama turun ke jalan dan disambar oleh petugas keamanan, lalu digunakan untuk menghibur tamu negara. Ini mencerminkan penghormatan atas budaya dan seni yang terkadang dapat dianggap sebagai komoditas atau hiburan semata.

Gaya Bahasa yang Kuat: W.S. Rendra menggunakan bahasa yang kuat dan deskriptif dalam puisi ini untuk menciptakan gambaran yang hidup. Ia menggunakan kata-kata yang indah untuk menggambarkan bulan purnama, seperti "cahayanya yang kemilau," yang membantu pembaca merasakan keindahan alam tersebut.

Pesan Kritik Sosial: Puisi ini mungkin mencoba menyampaikan pesan kritik sosial terkait ketidaksetaraan, eksploitasi, dan perilaku amoral dalam masyarakat. Ini dapat dianggap sebagai cara penyair menggambarkan realitas sosial yang terkadang tidak seindah bulan purnama yang gemilang.

Puisi "Sajak Bulan Purnama" menggambarkan kontras antara keindahan alam dan realitas sosial yang keras di kota Jakarta. Ini juga mengajak pembaca untuk merenungkan moralitas dan nilai-nilai dalam masyarakat. Dengan gaya bahasa yang kuat dan deskripsi yang indah, puisi ini membangkitkan berbagai perasaan dan pemikiran yang mendalam.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Sajak Bulan Purnama
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.