Puisi: Paman-Paman Tani Utun (Karya Piek Ardijanto Soeprijadi)

Puisi "Paman-Paman Tani Utun" menggambarkan kehidupan para petani, tetapi juga menjadi sebuah refleksi mendalam tentang nilai-nilai, pengorbanan, ....
Paman-Paman Tani Utun (1)
(Buat Mingun, Bapakku Sendiri,
Petani di Walikukun, Daerah Ngawi)

Paman-paman tani utun
Ingatlah
Musim labuh sawah basah
Duilah

Musim labuh kurang tidur ya paman
Kerja berjemur dalam lumpur tak makan
Sawah-sawah menggembur hancur
Merpatinya wok-wok ketekur

Cangkul luku garu sabit ya paman
Habis kerja terus ngarit di galangan
Esoknya nyebar bibit
Ya ampun berasnya sangat sulit

Paman-Paman Tani Utun (2)

Paman-paman tani utun
Ingatlah
Musim hujan kurang nasi
Jangan mencuri

Pegang perut anak bini ya paman
Sore-sore jagung ubi yang dimakan
Besarnya sejari kaki
Esoknya lahir banyi

Malam nembang sigromilir ya paman
Meningkah perut lapar keroncongan
Dini hari kali besar
Rumah-rumah terbongkar

Paman-Paman Tani Utun (3)

Paman-paman tani utun
Ingatlah 
Hujan renyai padi tumbuh
Jangan mengeluh

Padi subur royo-royo ya paman
Lebat mengalun sebagai lautan
Cah angon-cah angon datanglah
Mari menyiangi sawah basah

Kinanti subakastawa ya paman
Cari belut di galangan terusan
Dewi sri-dewi sri jagalah sawah kami
Lenyapkanlah ama padi

Paman-Paman Tani Utun (4)

Paman-paman tani utun
Ingatlah
Musim mareng padi berisi
Duilah

Padi runduk padi bernas ya paman
Sambil ngantuk njaga unggas - beterbangan
Cah angon-cah angon ayo nembang
Pijar hatimu main layang-layang

Di gelanggang lombok kapri ya paman
Tomat terung dan kacang lanjaran
Minah Ijah Minah Ijah mari menyayur
Nanti malam kita tidur mendengkur

Paman-Paman Tani Utun (5)

Paman-paman tani utun
Ingatlah
Musim kemarau padi kering
Aduh senangnya

Musim panen sudah tiba ya paman
Pesta kerja di tengah sawah kepanasan
Padi digendong Minah, dipikul Sardi
Sayangnya tidak dibawa ke lumbung - sendiri

Tembang mengatruh pengganti beras ya - paman
Habis panen padi amblas aduh setan
Tuhan Dewa danghyang di gunung lawu
Inilah lagu merdu petani sendu.

1961

Analisis Puisi:
Puisi "Paman-Paman Tani Utun" menggambarkan kehidupan para petani dengan gaya yang sederhana namun sarat akan makna dan emosi. Piek Ardijanto Soeprijadi dengan cermat menggambarkan berbagai aspek kehidupan petani, mulai dari kesulitan dalam musim tanam hingga kegembiraan saat panen.

Penggambaran Kehidupan Petani: Puisi ini memberikan gambaran yang jelas tentang kehidupan sehari-hari para petani. Mereka digambarkan sedang bekerja keras dalam berbagai musim, mulai dari musim tanam hingga musim panen. Deskripsi ini memberikan pemahaman mendalam tentang tantangan dan pengorbanan yang mereka hadapi untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.

Ungkapan Emosi dan Pengalaman: Penyair menggunakan bahasa yang sederhana namun kuat untuk mengungkapkan beragam emosi dan pengalaman para petani. Mereka mengalami berbagai perasaan, mulai dari kelelahan, kesulitan, kegembiraan, hingga kekecewaan. Penggunaan bahasa yang sederhana tetapi padat makna mampu menggambarkan kedalaman perasaan yang dirasakan oleh para petani.

Pesan Sosial: Melalui puisi ini, Piek Ardijanto Soeprijadi menyampaikan pesan sosial tentang pentingnya menghargai dan memahami kondisi para petani. Dia menyoroti perjuangan mereka dalam menghadapi berbagai tantangan dan memperingatkan agar tidak melupakan kontribusi mereka dalam menyediakan makanan bagi masyarakat.

Kritik terhadap Ketidakadilan Sosial: Puisi ini juga mencerminkan kritik terhadap ketidakadilan sosial yang dialami oleh para petani. Mereka sering kali harus bekerja keras namun hasilnya tidak sebanding dengan pengorbanan dan kerja keras yang mereka lakukan. Hal ini tercermin dalam penggambaran kehidupan sehari-hari para petani dalam puisi.

Simbolisme Alam dan Tradisi Lokal: Penyair menggunakan simbolisme alam dan tradisi lokal dalam puisi ini untuk memperkuat pesan-pesan yang ingin disampaikan. Misalnya, musim tanam dan panen digambarkan sebagai siklus alam yang tak terelakkan, sementara tembang dan upacara adat menjadi bagian integral dari kehidupan para petani.

Dengan demikian, puisi "Paman-Paman Tani Utun" bukan hanya sekadar puisi yang menggambarkan kehidupan para petani, tetapi juga menjadi sebuah refleksi mendalam tentang nilai-nilai, pengorbanan, dan perjuangan yang melekat dalam kehidupan mereka. Melalui puisi ini, kita diingatkan untuk menghargai dan memahami peran serta para petani dalam memenuhi kebutuhan makanan bagi masyarakat.

Piek Ardijanto Soeprijadi
Puisi: Paman-Paman Tani Utun
Karya: Piek Ardijanto Soeprijadi

Biodata Piek Ardijanto Soeprijadi:
  • Piek Ardijanto Soeprijadi (EyD Piek Ardiyanto Supriyadi) lahir pada tanggal 12 Agustus 1929 di Magetan, Jawa Timur.
  • Piek Ardijanto Soeprijadi meninggal dunia pada tanggal 22 Mei 2001 (pada umur 71 tahun) di Tegal, Jawa Tengah.
  • Piek Ardijanto Soeprijadi adalah salah satu sastrawan angkatan 1966.
© Sepenuhnya. All rights reserved.