Puisi: Apa yang Berharga dari Puisiku (Karya Wiji Thukul)

Puisi || Apa yang Berharga dari Puisiku || Karya || Wiji Thukul ||
Apa yang Berharga dari Puisiku

Apa yang berharga dari puisiku
Kalau adikku tak berangkat sekolah
karena belum membayar SPP

Apa yang berharga dari puisiku
Kalau becak bapakku tiba-tiba rusak
Jika nasi harus dibeli dengan uang
Jika kami harus makan
Dan jika yang dimakan tidak ada?

Apa yang berharga dari puisiku
Kalau bapak bertengkar dengan ibu
Ibu menyalahkan bapak
Padahal becak-becak terdesak oleh bis kota
Kalau bis kota lebih murah siapa yang salah?

Apa yang berharga dari puisiku
Kalau ibu dijiret utang?
Kalau tetangga dijiret utang?

Apa yang berharga dari puisiku
Kalau kami terdesak mendirikan rumah
Di tanah-tanah pinggir selokan
Sementara harga tanah semakin mahal
Kami tak mampu membeli
Salah siapa kalau kami tak mampu beli tanah?

Apa yang berharga dari puisiku
Kalau orang sakit mati di rumah
Karena rumah sakit yang mahal?

Apa yang berharga dari puisiku
Yang kutulis makan waktu berbulan-bulan
Apa yang bisa kuberikan dalam kemiskinan
Yang menjiret kami?

Apa yang telah kuberikan
Kalau penonton baca puisi memberi keplokan
Apa yang telah kuberikan
Apa yang telah kuberikan?

Semarang, 6 Maret 1986

Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)

Analisis Puisi:
Puisi memiliki kekuatan untuk menggambarkan realitas kehidupan, menyampaikan pesan-pesan sosial, dan memicu refleksi mendalam. Puisi "Apa yang Berharga dari Puisiku" karya Wiji Thukul adalah sebuah karya yang mencerminkan kritik sosial terhadap ketidakadilan dan kesulitan hidup yang dialami oleh banyak orang.

Ketidakadilan dalam Akses Pendidikan: Puisi ini menggambarkan ketidakadilan sosial yang terjadi dalam akses pendidikan. Ketika adik penulis tidak dapat berangkat sekolah karena belum membayar SPP, hal ini mempertanyakan nilai dan makna dari puisi itu sendiri. Meskipun puisi bisa menjadi sarana untuk menyampaikan pesan-pesan penting, tapi bagaimana bisa hal itu dihargai ketika ada anak-anak yang terhalang akses pendidikan hanya karena masalah keuangan.

Kesenjangan Sosial dalam Kehidupan Sehari-hari: Puisi ini menyampaikan kritik sosial terhadap kesenjangan sosial yang dialami oleh keluarga penulis. Ketika becak bapaknya rusak dan nasi harus dibeli dengan uang, keluarga tersebut menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Hal ini menyoroti kesenjangan ekonomi dan kesulitan hidup yang dirasakan oleh banyak keluarga miskin. Puisi ini menantang pembaca untuk memikirkan dan bertanya, apa yang benar-benar berharga dalam puisi ketika kebutuhan dasar keluarga tidak terpenuhi.

Ketidakadilan dalam Sistem Transportasi: Puisi ini juga mencerminkan ketidakadilan dalam sistem transportasi. Ketika bis kota lebih murah daripada becak, tetapi becak-becak terdesak oleh keberadaan bis, hal ini memperlihatkan kesenjangan dalam layanan transportasi dan perlakuan yang tidak adil terhadap para pekerja becak. Puisi ini mengajak pembaca untuk mempertanyakan siapa yang salah dalam situasi ini dan menyoroti ketidakadilan yang ada dalam sistem transportasi.

Kesulitan Ekonomi dan Perumahan: Puisi ini menyampaikan kritik terhadap kesulitan ekonomi dan akses terhadap perumahan yang layak. Keluarga penulis terdesak untuk mendirikan rumah di tanah pinggir selokan, sementara harga tanah semakin mahal dan mereka tidak mampu membeli. Puisi ini mempertanyakan siapa yang salah ketika orang-orang tidak mampu membeli tanah dan harus hidup dalam kondisi yang tidak layak. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya mengatasi ketidakadilan dalam hal perumahan dan memastikan bahwa setiap individu memiliki akses yang setara.

Ketidakadilan dalam Pelayanan Kesehatan: Puisi ini juga menyoroti ketidakadilan dalam pelayanan kesehatan. Ketika orang sakit dan mati di rumah karena rumah sakit yang mahal, puisi ini menggambarkan betapa sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi banyak orang. Hal ini memperlihatkan perlunya perbaikan sistem kesehatan untuk memastikan akses yang adil bagi semua orang.

Puisi "Apa yang Berharga dari Puisiku" karya Wiji Thukul merupakan karya yang mencerminkan ketidakadilan sosial dalam berbagai aspek kehidupan. Melalui puisinya, penulis mengajak pembaca untuk merenungkan dan menyadari masalah-masalah sosial yang ada di sekitar kita. Puisi ini memperlihatkan keberanian pengarang dalam menyuarakan ketidakadilan sosial dan mengajak pembaca untuk bertindak dalam mengatasi ketidakadilan tersebut.

Puisi: Apa yang Berharga dari Puisiku
Puisi: Apa yang Berharga dari Puisiku
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
  • Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.