Puisi: Satu Kata Lawan (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Satu Kata Lawan" karya Wiji Thukul menggambarkan semangat perlawanan terhadap kekuasaan otoriter dan penindasan.
Satu Kata Lawan

Jika rakyat pergi
ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat sembunyi
dan berbisik-bisik
ketika membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Bila rakyat tidak berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah
kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata: lawan!

Solo, 1986

Sumber: Nyanyian Akar Rumput (2014)

Analisis Puisi:
Puisi "Satu Kata Lawan" karya Wiji Thukul menggambarkan semangat perlawanan terhadap kekuasaan otoriter dan penindasan.

Ketidakpuasan Terhadap Penguasa: Puisi ini menciptakan kontras antara rakyat dan penguasa. Penyair menggambarkan rakyat yang pergi atau sembunyi ketika penguasa memberikan pidato. Ini mencerminkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kata-kata dan tindakan penguasa.

Panggilan untuk Mendengar: Penyair menekankan pentingnya penguasa mendengarkan rakyat. Meskipun rakyat mungkin berbicara dengan berbisik-bisik, penguasa harus belajar mendengarkan masalah dan keluhan mereka. Hal ini menunjukkan kebutuhan akan komunikasi dua arah yang sehat antara penguasa dan rakyat.

Kekuasaan yang Represif: Puisi ini mencerminkan kondisi di mana penguasa memiliki kontrol yang ketat atas kata-kata dan tindakan rakyat. Rakyat merasa takut untuk mengeluh dan mengkritik penguasa karena mereka tahu bahwa konsekuensinya bisa berbahaya.

Panggilan untuk Perlawanan: Puisi ini mencapai puncaknya dengan panggilan untuk bertindak: "Satu Kata Lawan!" Ini adalah panggilan untuk berani berbicara, berani melawan penindasan, dan berani menentang kekuasaan otoriter. Kata "lawan" menjadi simbol semangat perlawanan yang kuat.

Kesatuan Rakyat: Puisi ini menggambarkan pentingnya kesatuan rakyat dalam melawan kekuasaan otoriter. Rakyat harus bersatu dan berbicara dengan satu suara melawan penindasan. Satu kata "lawan" menjadi simbol persatuan mereka dalam menghadapi kekuasaan yang merampas kebebasan mereka.

Puisi "Satu Kata Lawan" karya Wiji Thukul adalah sebuah karya sastra yang membangkitkan semangat perlawanan terhadap kekuasaan otoriter dan penindasan. Penyair menggambarkan keadaan masyarakat yang takut dan terkekang oleh penguasa, tetapi pada akhirnya, ia membangkitkan semangat perlawanan dan kesatuan untuk melawan penindasan. Puisi ini mendorong pembaca untuk berani menghadapi kekuasaan yang represif dan untuk berbicara demi kebenaran dan keadilan.

Wiji Thukul
Puisi: Satu Kata Lawan
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul (nama asli Wiji Widodo) lahir pada tanggal 26 Agustus 1963 di Solo, Jawa Tengah.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.