Puisi: Tujuan Kita Satu Ibu (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Tujuan Kita Satu Ibu" karya Wiji Thukul mengajak pembaca untuk lebih peka terhadap ketidakadilan sosial dan menyuarakan semangat perjuangan.
Tujuan Kita Satu Ibu


Kutundukkan kepalaku,
bersama rakyatmu yang berkabung
bagimu yang bertahan di hutan
dan terbunuh di gunung
di timur sana
di hati rakyatmu,
tersebut namamu selalu
di hatiku
aku penyair mendirikan tugu
meneruskan pekik salammu
"a luta continua."

Kutundukkan kepalaku
kepadamu kawan yang dijebloskan
ke penjara negara
hormatku untuk kalian
sangat dalam
karena kalian lolos dan lulus ujian
ujian pertama yang mengguncangkan

Kutundukkan kepalaku
kepadamu ibu-bu
hukum yang bisu
telah merampas hak anakmu

Tapi bukan hanya anakmu ibu
yang diburu dianiaya difitnah
dan diadili di pengadilan yang tidak adil ini
karena itu aku pun anakmu
karena aku ditindas
sama seperti anakmu

Kita tidak sendirian
kita satu jalan
tujuan kita satu ibu: pembebasan!

Kutundukkan kepalaku
kepada semua kalian para korban
sebab hanya kepadamu kepalaku tunduk

Kepada penindas
tak pernah aku membungkuk
aku selalu tegak.


4 Juli 1997

Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)

Analisis Puisi:
Puisi "Tujuan Kita Satu Ibu" karya Wiji Thukul adalah sebuah karya sastra yang penuh semangat perlawanan dan kritik sosial terhadap ketidakadilan dan penindasan yang dialami oleh rakyat. Dalam puisi ini, penulis mengekspresikan kekagumannya terhadap para pahlawan yang bertahan dalam perjuangan, menyuarakan solidaritasnya dengan mereka yang ditindas, dan menegaskan tekad untuk terus berdiri tegak melawan penindas.

Puisi ini diawali dengan ungkapan penghormatan kepada para pahlawan yang gugur dalam perjuangan. Penulis menunjukkan rasa terharu dan mengakui keberanian mereka yang berada di hutan dan gunung, serta yang menjadi korban dalam perjuangan mencari keadilan dan kebebasan. Kemudian, penulis menyatakan bahwa nama-nama pahlawan tersebut selalu terukir di hati dan pikirannya, dan sebagai seorang penyair, ia ingin mendirikan tugu dan meneruskan perjuangan mereka dengan memekikkan "a luta continua," yang berarti "perjuangan terus berlanjut."

Selanjutnya, penulis mengekspresikan penghormatannya kepada teman-teman yang dipenjara dan dianiaya oleh negara. Mereka dianggap sebagai orang-orang yang melewati ujian berat dalam perjuangan melawan ketidakadilan dan penindasan. Penulis merasa sangat dekat dengan mereka karena juga menjadi korban penindasan yang sama.

Dalam puisi ini, Wiji Thukul juga mengungkapkan kegelisahannya terhadap nasib para ibu yang kehilangan hak-hak anak-anak mereka karena dianiaya dan difitnah oleh hukum yang bisu. Penulis merasa bahwa ia juga adalah anak-anak mereka karena merasakan kesulitan dan ketidakadilan yang sama.

Puisi ini menggambarkan semangat persatuan dan solidaritas dalam perjuangan untuk pembebasan. Penulis mengungkapkan keyakinan bahwa mereka yang menjadi korban penindasan dan ketidakadilan tidaklah sendirian, tetapi memiliki tujuan yang sama, yaitu mencari keadilan dan kebebasan. Dengan tegas, penulis menolak untuk tunduk kepada para penindas dan selalu tegak berdiri dalam perjuangan.

Secara keseluruhan, puisi "Tujuan Kita Satu Ibu" karya Wiji Thukul adalah sebuah ungkapan semangat perlawanan, penghormatan, dan solidaritas terhadap para pahlawan dan korban penindasan. Melalui bahasa yang lugas dan emosional, puisi ini mengajak pembaca untuk lebih peka terhadap ketidakadilan sosial dan menyuarakan semangat perjuangan dalam mencari keadilan dan kebebasan.


Puisi: Tujuan Kita Satu Ibu
Puisi: Tujuan Kita Satu Ibu
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
  • Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.