Puisi: Kupanggil Namamu (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Kupanggil Namamu" bukan hanya sekadar ungkapan perasaan cinta yang terhanyut, tetapi juga merupakan perjalanan melalui kegelapan menuju ...
Kupanggil Namamu

Sambil menyebrangi sepi
kupanggil namamu, wanitaku.
Apakah kau tak mendengarku?

Malam yang berkeluh kesah
memeluk jiwaku yang payah
yang resah
kerna memberontak terhadap rumah
memberontak terhadap adat yang latah
dan akhirnya tergoda cakrawala.

Sia-sia kucari pancaran sinar matamu.
Ingin kuingat lagi bau tubuhmu
yang kini sudah kulupa
Sia-sia.
Tak ada yang bias kujangkau.
Sempurnalah kesepianku.

Angin pemberontakan
menyerang langit dan bumi.
Dan dua belas ekor serigala
muncul dari masa silam
merobek-robek hatiku yang celaka.

Berulang kali kupanggil namamu
Di manakah engkau, wanitaku?
Apakah engkau juga menjadi masa silamku?
Kupanggil namamu.
Kupanggil namamu.
Kerna engkau rumah di lembah.
Dan Tuhan?
Tuhan adalah seniman tak terduga
yang selalu sebagai sediakala
hanya memedulikan hal yang besar saja.

Seribu jari dari masa silam
menuding kepadaku.
Tidak.
Aku tidak bisa kembali.

Sambil terus memanggili namamu
amarah pemberontakanku yang suci
bangkit dengan perkasa malam ini
dan menghamburkan diri ke cakrawala
yang sebagai gadis telanjang
membukakan diri padaku.
Penuh. Dan perawan.

Keheningan sesudah itu
sebagai telaga besar yang beku
dan aku pun beku di tepinya.
Wajahku. Lihatlah, wajahku.
Terkaca di keheningan.
Berdarah dan luka-luka
dicakar masa silamku.

Sumber: Blues untuk Bonnie (1971)

Analisis Puisi:
Puisi "Kupanggil Namamu" karya W.S. Rendra adalah sebuah ungkapan perasaan kehampaan, kehilangan, dan kerinduan yang mendalam terhadap seseorang yang dicintai. Dengan menggunakan bahasa yang kuat dan gambaran yang menggugah, Rendra menggambarkan perjalanan emosional yang kompleks dan penderitaan yang mendalam dalam pencarian makna dan pemahaman akan hubungan.

Panggilan dan Kerinduan: Puisi ini dimulai dengan panggilan yang penuh rindu kepada wanita yang dicintai. Kata-kata "kupanggil namamu, wanitaku" mencerminkan kerinduan yang mendalam dan kebutuhan untuk menyatukan kembali hubungan yang telah hilang.

Kesepian dan Pemberontakan: Penyair mengungkapkan kesepiannya yang menyelimuti jiwa yang penuh dengan kegelisahan dan kegelapan. Keadaan emosionalnya yang terjebak dalam perasaan kesendirian dan ketidakpastian menghasilkan pemberontakan batin yang kuat terhadap norma-norma dan keterbatasan kehidupan.

Pencarian Identitas: Dalam upaya mencari kedamaian dan kepuasan, penyair mencari jejak-jejak keberadaan wanita yang dicintainya. Namun, upaya ini sia-sia, karena kehilangan dan kekosongan yang dirasakannya hanya semakin diperkuat oleh kehadiran masa lalu yang menuntut perhatian.

Simbolisme Alam: Rendra menggunakan simbolisme alam, seperti angin, langit, dan serigala, untuk memperkuat perasaan kesendirian dan kekosongan yang dialaminya. Angin dan langit mencerminkan kebebasan dan ketidakberdayaan, sementara serigala melambangkan kegelapan dan bahaya yang mengintai.

Pencarian Makna: Penutup puisi menggambarkan keheningan yang menyelimuti jiwa penyair, di mana dia terpaksa berhadapan dengan refleksi diri yang penuh dengan luka dan penderitaan. Dalam keheningan itu, dia menemukan wajahnya yang tercermin, melambangkan proses introspeksi dan pencarian makna yang mendalam.

Dengan demikian, puisi "Kupanggil Namamu" bukan hanya sekadar ungkapan perasaan cinta yang terhanyut, tetapi juga merupakan perjalanan melalui kegelapan menuju pemahaman diri yang lebih dalam. Puisi ini menggambarkan kompleksitas hubungan manusia dengan kehilangan, kekosongan, dan pencarian makna dalam kehidupan.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Kupanggil Namamu
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.