Puisi: Ballada Kasan dan Patima (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Ballada Kasan dan Patima" karya W.S. Rendra adalah puisi yang menggambarkan konflik romantis dan nasib melalui percakapan antara dua tokoh.
Ballada Kasan dan Patima


Bila bulan limau retak
merataplah Patima perawan tua.

Lari ke makam tanah mati
buyar rambutnya sulur rimba
di tangan bara dan kemenyan.

Patima! Patima!
susu dan mata padat sihir
lelaki muda sepikan pinangan
di panasi guna-guna.

Patima! Patima!
ditebahnya gerbang makam
demi segala peri dan puntianak
diguncangnya segala tidur pepokok kemboja
dibangunkan segala arwah kubur-kubur rengkah
dan dengan suara segaib angin padang belantara
dilagukan masmur dan leher tembaga
mendukung muka kalap tengadah ke pusat kutuk:
- Duh bulan limau emas, jejaka tampan
desak-desakkan wajahmu ke dadaku rindu
biar pupus dendam yang 'ku kandung
panas bagai lahar, bagai ludah mentari.
- Patima yang celaka! Patima!
duka apa, siksa apa?
- Peri-peri berapi, hantu-hantu kelabu
himpun kutuk, sihir dari angin parang telanjang
dan timpakan atas kepala Kasan!
- Akan rontok asam dan trembesi berkembang
kerna kasan lelaki bagai lembu, bagai malam
dosa apa, laknat apa?
- Perihnya, perihnya! Luka mandi cuka
Kasan tinggalkan daku, meronta paksaku
terbawa bibirnya lapis daging segar mentah
penghisap kuat kembang gula perawan.

Dan angin berkata:
- Berlindung tudung senja mendung
berkendara pedati empat kuda
bersama anak bini ke barat
kota di tanah rendah.
- Dan ditinggalkan daku bersama berahi putih
membelai kambing-kambing jantan di kandang.
(Oleh nyalanya Patima rebah)
Beromong angin, dedaun gugur dan rumputan:
- Bini Kasan ludahnya air kelapa.
- Dan mata tiada nyala guna-guna.
- Anaknya tiga putih-putih bagai ubi yang subur.
- Kasan, ya, Kasan! Ku tahu siapa Kasan!
Pada malam bintang singgah di matanya
lelaki semampai berdarah panas
di dadanya tersimpan beberapa perawan
dan di atas diriku ini kusaksikan
lima dara begitu pasrah dalam pejam mata
berikan malam berbunga, rintihnya bagai nyanyi
dan Kasan mendengus bagai sapi.
- Kutuknya menunggu pada Patima!
- Tanpa cinta diketuknya jendela perawan tua itu.
- Datang kutuknya! Datang kutuknya!
- Patima menguncinya bagi hati sendiri
sekali di rasa di perturutkannya
di damba bagai bunga, diusapi bulu kakinya
bagi dirinya cuma! Bagi dirinya cuma!
: maunya.
- Datang kutuknya! Datang kutuknya!
- Dan kini ia lari kerna bini bau melati
lezat ludahnya air kelapa.

Bau kemenyan dan kemboja goncang
bangkit Patima mencekau tangan reranting tua
menjilat muka langit api pada mata
dilepas satu kutuk atas kepala Kasan! Ya, Kasan!

Dan Kasan berkendara pedati empat kuda
terenggut dari arah dalam buta mata
terlempar ke gunung selatan tanah padas
meraung anak bini, meringkik kuda-kuda
dan semua juga kuda dikelami buta mata.
Datang kutuknya! Datang kutuknya!
Pada malam- malam bergemuruh di tanah kapur selatan
deru bergulung di punggung gunung-gunung
bukan deru angin jantan dari rahim langit
: deru. Kasan kembara berkendara pedati empat kuda
larikan kutuknya lekat, kecut cuka panas bara.


Sumber: Ballada Orang-Orang Tercinta (1957)

Analisis Puisi:
Puisi "Ballada Kasan dan Patima" karya W.S. Rendra adalah karya sastra yang sarat dengan simbolisme, emosi, dan konflik. Melalui narasi yang menggambarkan perjalanan dua tokoh, puisi ini mengangkat tema-tema seperti cinta, kutukan, dan nasib.

Gaya Bahasa: Puisi ini menggunakan bahasa yang kuat dan penuh dengan makna simbolis. Dialog antara Kasan dan Patima menciptakan pengertian yang lebih dalam, dan dialog tersebut mungkin mewakili konflik dalam hubungan dan perasaan di antara kedua tokoh tersebut.

Simbolisme Bulan Limau: Bulan limau yang retak dan meratap menggambarkan suasana yang melankolis dan mungkin merujuk pada perubahan yang tidak diinginkan dalam kehidupan. Bulan juga dapat mengandung makna kiasan tentang perasaan dan emosi.

Konflik Romantis: Puisi ini menciptakan narasi konflik romantis antara Kasan dan Patima. Patima tampaknya mengalami kekecewaan dan sakit hati dalam hubungan mereka, dan ia meminta kutukan atas Kasan.

Motif Kutukan: Motif kutukan menjadi penting dalam puisi ini. Patima secara aktif mengutuk Kasan dengan harapan mengubah nasib atau membalas kekecewaannya. Kutukan ini mungkin melambangkan perasaan amarah dan kekecewaan yang tertahan dalam dirinya.

Imajinasi Alam: Imaji alam seperti kemenyan, kemboja, dan gunung digunakan untuk menciptakan latar belakang yang kuat dan mendukung suasana puisi. Kemenyan dan kemboja bisa jadi merepresentasikan hal-hal spiritual atau keberanian, sementara gunung melambangkan perubahan atau perjalanan.

Narasi Kutukan dan Nasib: Puisi ini menciptakan gambaran bahwa kutukan yang diberikan oleh Patima kepada Kasan berdampak pada nasibnya. Kasan mendapatkan kutukan yang berujung pada perjalanan yang penuh dengan penderitaan dan ketidakberuntungan. Konsep kutukan dan nasib ini menggambarkan pemahaman tentang kuasa magis dan pengaruh takdir dalam hidup.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Ballada Kasan dan Patima
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.