Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Amsal Ilalang (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Amsal Ilalang" karya Diah Hadaning menggambarkan berbagai aspek kehidupan melalui metafora ilalang. Ilalang, tumbuhan liar yang sering ....
Amsal Ilalang (1)

Amsal ilalang sedang digubah tembang
seseorang digotong pulang
kejang menatap mega
perempuan paska gara-gara
mozaik alam diusung jiwa
jiwa meronta dan melolong
si penolong jadi kepompong.

Amsal Ilalang (2)

Semua berubah di tanah ini
temaram tanpa warna
bintang, bulan purnama awan mega
bunga mawar, puisi dan pelangi
semua simpan aroma amunisi
lelaki tak bernama atau perempuan lugu
kehilangan taman kota.

Amsal Ilalang (3)

Ilalang tak lagi tumbuh di padang
subur merambah jiwa gersang 
para tualang penggadai masa depan
langkahnya masih jauh
warta dibawa ombak gemuruh
menyapu ilalang dan tembang
tinggalkan serpih janji para tualang.

Amsal Ilalang (4)

Mengurai pagi menyisir serat kabut
di beranda mengetuki dada
mengharap sandar perahu mayang
sementara tanah perdikan jadi milik tiran
yang tak suka tembang apalagi ilalang
yang membiarkan orang menunggu kesempatan
sampai dimakan ilalang.

Cimanggis, 2005

Analisis Puisi:

Puisi "Amsal Ilalang" karya Diah Hadaning adalah sebuah rangkaian puisi yang penuh makna, menggambarkan berbagai aspek kehidupan melalui metafora ilalang. Ilalang, tumbuhan liar yang sering dianggap remeh, di tangan Diah Hadaning menjadi simbol dari berbagai perasaan dan pengalaman manusia, dari perubahan sosial hingga kerinduan akan keadilan.

Amsal Ilalang (1): Gambaran Keadaan yang Melankolis

Bagian pertama puisi ini menggambarkan suasana yang melankolis. "Amsal ilalang sedang digubah tembang / seseorang digotong pulang" membawa kita pada suasana duka dan kehilangan. Kata "kejang menatap mega" dan "perempuan paska gara-gara" menggambarkan kepedihan yang mendalam. Jiwa yang meronta dan penolong yang berubah menjadi kepompong mencerminkan keterjebakan dalam situasi yang sulit dan penuh perjuangan.

Amsal Ilalang (2): Perubahan Sosial yang Mencekam

Dalam bagian kedua, Diah Hadaning mengungkapkan perubahan sosial yang terjadi. "Semua berubah di tanah ini / temaram tanpa warna" menunjukkan hilangnya keindahan dan makna dalam kehidupan. Simbol bintang, bulan purnama, bunga mawar, puisi, dan pelangi yang kini menyimpan aroma amunisi menggambarkan bahwa hal-hal yang dulunya indah kini ternodai oleh kekerasan dan konflik. Kehilangan taman kota menjadi metafora bagi hilangnya ruang publik yang damai dan penuh harapan.

Amsal Ilalang (3): Perjuangan dan Kehilangan Harapan

Bagian ketiga menggambarkan bagaimana ilalang tidak lagi tumbuh di padang, melainkan merambah jiwa yang gersang. "Para tualang penggadai masa depan" menggambarkan generasi yang berjuang namun kehilangan arah dan harapan. "Warta dibawa ombak gemuruh" melambangkan berita-berita yang membawa kegelisahan dan kekecewaan, menyapu ilalang dan tembang, meninggalkan janji-janji yang tak terpenuhi.

Amsal Ilalang (4): Ketidakadilan dan Penantian yang Tak Berujung

Bagian terakhir puisi ini menyentuh tema ketidakadilan dan penantian yang sia-sia. "Mengurai pagi menyisir serat kabut / di beranda mengetuki dada" menggambarkan harapan yang tipis dan kekecewaan yang terus-menerus. Tanah perdikan yang menjadi milik tiran menunjukkan ketidakadilan sosial, di mana mereka yang berkuasa tidak peduli pada ilalang dan tembang, atau orang-orang yang menunggu kesempatan hingga dimakan ilalang.

Puisi "Amsal Ilalang" adalah rangkaian puisi yang menggambarkan kehidupan manusia dalam berbagai aspeknya melalui metafora ilalang. Diah Hadaning dengan cermat menggunakan ilalang sebagai simbol untuk menggambarkan kepedihan, perubahan sosial, perjuangan, dan ketidakadilan. Puisi ini tidak hanya menyentuh perasaan pembaca, tetapi juga mengajak kita merenungkan keadaan sosial dan emosional yang ada di sekitar kita. Dengan gaya bahasa yang indah dan penuh makna, Diah Hadaning berhasil menyampaikan pesan-pesan mendalam tentang kehidupan dan perjuangan manusia.

"Puisi: Amsal Ilalang (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Amsal Ilalang
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.