Puisi: Sajak Orang Gila (Karya Sapardi Djoko Damono)

Puisi "Sajak Orang Gila" menggambarkan bagaimana stigma dan penilaian masyarakat dapat merusak martabat dan kesejahteraan seseorang, bahkan ketika ...
Sajak Orang Gila (1)

aku bukan orang gila, saudara
tapi anak-anak kecil mengejek
orang-orang tertawa

ketika kukatakan kepada mereka: aku temanmu
beberapa anak berlari ketakutan
yang lain tiba melempari batu

Sajak Orang Gila (2)

aku menangis di bawah trembesi
di atas dahan kudengar seekor burung bernyanyi
anak-anak berkata: lucu benar orang gila itu
sehari muput menangis tersedu-sedu

orang-orang yang lewat di jalan
berkata pelan: orang itu sudah jadi gila
sebab terlalu berat menafsir makna dunia

Sajak Orang Gila (3)

sekarang kususuri saja sepanjang jalan raya
sambil bernyanyi: aku bukan orang gila
lewat pintu serta lewat jendela
nampak orang-orang yang menggelengkan kepala mereka:
kasihan orang yang dulu terlampau sabar itu
roda berputar dan dia jadi begitu.

Sajak Orang Gila (4)

kupukul tong sampah dan tiang listrik
kunyanyikan lagu tentang lapar yang menarik
kalau hari ini aku tak makan lagi
jadi genap sudah berpuasa dalam tiga hari

tapi pasar sudah sepi, sayang sekali
tak ada lagi yang memberikan nasi
ke mana aku mesti pergi, ke mana lagi

Sajak Orang Gila (5)

orang itu sudah lama gila, kata mereka
tapi hari ini begitu pucat nampaknya
apa kiranya yang telah terjadi padanya

aku katakan pada mereka: aku tidak gila!
aku orang lapar, saudara.

Sajak Orang Gila (6)

kudengar berkata seorang ibu:
jangan kalian ganggu orang gila itu, anakku
nanti kalian semua diburu

orang kota semua telah mengada-ada, aduhai
menuduhku seorang yang sudah gila
aku toh cuma menangis tanpa alasan
tertawa-tawa sepanjang jalan
dan lewat jendela, tergeleng kepala mereka:
kurus benar sejak ia jadi gila.

Yogyakarta, 1961

Sumber: Sastra (November, 1961)

Analisis Puisi:
Puisi "Sajak Orang Gila" karya Sapardi Djoko Damono adalah sebuah karya yang menggambarkan paradoks dan ketidakadilan yang dihadapi oleh seorang yang dianggap "gila" oleh masyarakat.

Stigma terhadap Orang Gila: Puisi dimulai dengan penolakan sang penutur bahwa dia bukanlah orang gila. Namun, masyarakat, terutama anak-anak, mengejek dan menertawakannya, menciptakan stigma yang memperparah kondisinya.

Kesendirian dan Kesedihan: Penyair mengekspresikan kesedihannya di bawah pohon trembesi, tetapi dianggap lucu oleh anak-anak dan ditujukan sebagai hiburan bagi mereka. Kesedihan dan kesendirian yang dirasakan oleh penutur semakin diperparah dengan stigma dan penilaian masyarakat.

Pertanyaan atas Kewarasan: Puisi mengajukan pertanyaan tentang makna kewarasan dan kewarasan dalam pandangan masyarakat. Orang-orang mengatakan bahwa dia gila karena dia sulit memahami makna dunia, sementara dia mengulangi bahwa dia bukan orang gila.

Ketidakadilan Sosial: Penyair mengekspresikan ketidakadilan sosial yang dia alami, seperti sulitnya mendapatkan makanan dan menjadi sasaran ejekan dan hinaan. Dia merasa terpinggirkan dan tidak dihargai oleh masyarakat.

Penolakan Identitas: Meskipun dia menolak label "orang gila" yang diberikan kepadanya, masyarakat terus menempatkannya dalam kategori tersebut, bahkan ketika dia menyatakan bahwa dia hanya orang lapar, bukan gila.

Kesimpulan dan Ironi: Puisi berakhir dengan ironi bahwa meskipun penutur mempertahankan ketidakgilaannya, masyarakat tetap menganggapnya gila dan mengganggunya, bahkan dengan ancaman dari pihak berwenang.

Puisi "Sajak Orang Gila" adalah sebuah refleksi tentang ketidakadilan sosial, stigma, dan kesendirian yang dihadapi oleh individu yang dianggap tidak sesuai dengan norma-norma sosial. Melalui puisi ini, Sapardi Djoko Damono menggambarkan bagaimana stigma dan penilaian masyarakat dapat merusak martabat dan kesejahteraan seseorang, bahkan ketika individu tersebut menegaskan identitasnya.

Puisi Sapardi Djoko Damono
Puisi: Sajak Orang Gila
Karya: Sapardi Djoko Damono

Biodata Sapardi Djoko Damono:
  • Sapardi Djoko Damono lahir pada tanggal 20 Maret 1940 di Solo, Jawa Tengah.
  • Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada tanggal 19 Juli 2020.
© Sepenuhnya. All rights reserved.