Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: 100 Tahun Adam Meyakini Dirinya Manusia (Karya Afrizal Malna)

Puisi "100 Tahun Adam Meyakini Dirinya Manusia" karya Afrizal Malna menggambarkan perjalanan seorang individu yang menghadapi pertanyaan-pertanyaan ..
100 Tahun Adam Meyakini Dirinya Manusia

Telah aku kirim kamar mandi untuk membangunkannya. Seperti membangunkan tubuhmu, 10 menit dari kedengkian yang lalu. Aku pernah bersamamu di situ, dan berpisah lalu, lewat jatuhnya segumpal tanah: Aku telah terhina jadi dirimu, tumbuh di setiap jemari tangan ... Semua telah jatuh dari tubuhmu. "Aku tunggu, Adam, warna-warna kesedihanmu pada setiap ilmu."

Di jalan, malam hari, ketika setiap orang menyimpan tangannya dalam saku celana, diam-diam aku keluar. Jangan lagi bicara malam bersama mantel, lampu senter, dan pisau lipat dalam saku. Aku telah terhina jadi dirimu. Seluruh ketakutan telah mencium kakiku, malam itu seperti pada gagasan kelahiran Adam pertama kali.

Tetapi jemari kakiku seketika gemetaran, aku temukan diriku bercucuran di setiap pengeras suara. Ada yang ingin mendapatkan wahyu lain di situ, dari kamar mandi yang lain lagi, bahwa kematian telah menghina pikiranku.

Semua telah jatuh dari tubuhmu.

Tetapi suatu hari, di mimbar yang mengantarmu pergi, jalan-jalan penuh mobil terbakar, asap hitam mengepul di setiap gedung, pecahan-pecahan kaca etalase beterbangan mengubah kota, Adam merebut mikrofon dalam sebuah khotbah. Beribu tangan meraihnya. Ia dilarikan, dengan masa silam berjatuhan dari tubuhnya.

Aih, Adam, di malam-malam tanpa mikrofon, orang-orang mencari sesuatu, sebuah pikiran di antara pisau lipat, tempat orang-orang akhirnya berkata: keabadian, keabadian telah menghina kematianku.

1989

Sumber: Rahasia Membutuhkan Kata (2001)

Analisis Puisi:

Puisi "100 Tahun Adam Meyakini Dirinya Manusia" karya Afrizal Malna menggambarkan perjalanan seorang individu yang menghadapi pertanyaan-pertanyaan eksistensial tentang kehidupan, kematian, dan identitas manusia. Melalui gambaran-gambaran yang kuat dan metafora yang dalam, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kompleksitas keberadaan manusia.

Perjalanan Pribadi dan Eksistensial

Puisi ini dimulai dengan gambaran tentang proses membangunkan seseorang, yang kemudian mengarah pada refleksi tentang hubungan dengan diri sendiri dan hubungan dengan manusia lain. Penggunaan nama "Adam" sebagai tokoh utama memberikan konotasi tentang asal-usul manusia dan perjalanan eksistensialnya. Adam di sini mewakili manusia secara keseluruhan, dengan segala keberadaannya, pertanyaan-pertanyaannya, dan perjuangannya.

Konflik dan Penemuan Identitas

Ada konflik internal yang tergambar dalam puisi ini, terutama dalam kata-kata "Aku telah terhina jadi dirimu." Ini mencerminkan perasaan ketidakpuasan dan kebingungan atas identitas dan peran individu dalam kehidupan. Namun, melalui perjalanan yang dilalui tokoh Adam, ada penemuan identitas yang terjadi, terutama dalam momen di mimbar ketika Adam mengambil alih kendali dan memberikan khotbah.

Pertanyaan Eksistensial

Puisi ini mengajukan pertanyaan-pertanyaan eksistensial tentang kehidupan, kematian, dan makna keberadaan manusia. Misalnya, pertanyaan tentang bagaimana manusia memandang kematian, apakah itu sebagai penghinaan atau sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Penggunaan simbolis kematian dalam puisi ini menyoroti tema-tema tentang keabadian dan penemuan diri.

Dengan penggunaan bahasa yang metaforis dan gambaran-gambar yang kuat, puisi "100 Tahun Adam Meyakini Dirinya Manusia" mengajak pembaca untuk merenungkan tentang eksistensi manusia, identitas diri, dan makna kehidupan. Melalui perjalanan tokoh Adam, puisi ini memberikan sudut pandang yang mendalam dan reflektif tentang kompleksitas keberadaan manusia dalam dunia yang penuh dengan pertanyaan-pertanyaan tak terjawab.

Puisi Afrizal Malna
Puisi: 100 Tahun Adam Meyakini Dirinya Manusia
Karya: Afrizal Malna

Biodata Afrizal Malna:
  • Afrizal Malna lahir pada tanggal 7 Juni 1957 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.