Puisi: Perbincangan dalam Kamar (Karya Ahmadun Yosi Herfanda)

Puisi "Perbincangan dalam Kamar" karya Ahmadun Yosi Herfanda menghadirkan suasana reflektif yang intim, di mana pembicaraan terjadi antara dua ...
Perbincangan dalam Kamar

Kau sembunyikan lagi malaikat maut
di balik lipatan kitab langit yang sobekannya
Engkau titipkan di kamarku, pada bab batu nasib
biarkan dia beristirahat dulu menunggu kesiapan jiwa
setelah tubuh menyerah pada kerentaannya sendiri
tak tahu aku bakal menyerah pada stroke atau glukosa
kanker paru atau mag yang menggerogoti lambung tua
mungkin juga pada detak jantung yang mulai
terengah-engah memikul berat badan dan beban usia.

Biar sajalah, pola hidup telanjur
tak sesuai daur semesta
“Jaga makanmu. Jaga jam tidurmu!
langkahkan kaki tiap pagi
mendaki jalan setapak itu!” katamu.
Ah, enak saja kau bernasihat begitu
pengembaraan mimpi
lebih nikmat bagi renta tubuhku.

Biarlah kurehatkan dulu malaikat maut
sebab kutahu dia takkan bosan menunggu
mungkin juga kau yang selalu
memelihara rasa Rindu.

Pamulang, Januari 2015

Sumber: Percakapan dalam Kamar dan Sehimpun Sajak Lain (2018)

Analisis Puisi:

Puisi "Perbincangan dalam Kamar" karya Ahmadun Yosi Herfanda menghadirkan suasana reflektif yang intim, di mana pembicaraan terjadi antara dua individu tentang kehadiran malaikat maut dan perenungan akan kematian.

Metafora Malaikat Maut: Malaikat maut digambarkan sebagai sosok yang disembunyikan di balik lipatan kitab langit yang sobek, menyiratkan ketakutan dan kesiapan akan kematian. Penempatan malaikat maut di dalam kamar menciptakan suasana yang menghadirkan ketidakpastian dan ketegangan, karena malaikat tersebut dianggap menunggu saat jiwa bersiap untuk meninggalkan tubuh.

Pertimbangan Kehidupan dan Kematian: Puisi ini memperkenalkan pertimbangan tentang kehidupan dan kematian, di mana pembicaraan antara dua individu menyoroti perasaan yang kompleks terkait dengan usia, kesehatan, dan kematian. Ada ketidaknyamanan dan ketidakpastian dalam menghadapi kenyataan akan kehadiran malaikat maut, namun juga ada kelegaan dalam menerima takdir.

Refleksi akan Usia dan Kesehatan: Penyair merenungkan tentang tubuh yang renta dan kerentanannya terhadap penyakit dan penuaan. Ada pengakuan akan keterbatasan fisik yang mungkin menghadapi penyair, seperti stroke, kanker, atau masalah lainnya, yang menyiratkan perasaan takut dan kecemasan akan masa depan.

Sikap Terhadap Nasihat: Penyair menanggapi nasihat-nasihat tentang pola hidup sehat dengan sikap yang ironis dan menolak. Meskipun disadari pentingnya menjaga kesehatan, penyair lebih memilih mengejar pengembaraan mimpi daripada terikat pada rutinitas yang mengikat.

Tema Rindu: Ada sentuhan tema rindu dalam puisi ini, di mana salah satu pembicaraan mencoba memelihara rasa rindu. Rindu di sini mungkin mengacu pada perasaan nostalgia atau keinginan akan sesuatu yang hilang atau tidak dapat diperoleh.

Keterimaan akan Kematian: Meskipun ada kecemasan akan kematian dan keterbatasan fisik, puisi ini juga mencerminkan penerimaan akan takdir dan sikap yang damai terhadap kematian. Penyair menerima bahwa malaikat maut akan selalu menunggu, dan ada ketenangan dalam membiarkan rasa Rindu diperhatikan.

Dengan demikian, puisi "Perbincangan dalam Kamar" adalah puisi yang mengeksplorasi tema kematian, kehidupan, dan pertimbangan penuaan dengan keintiman dan refleksi yang mendalam.

Ahmadun Yosi Herfanda
Puisi: Perbincangan dalam Kamar
Karya: Ahmadun Yosi Herfanda

Biodata Ahmadun Yosi Herfanda:
  • Ahmadun Yosi Herfanda (kadang ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH) adalah seorang penulis puisi, cerpen, esai, sekaligus berprofesi sebagai jurnalis dan editor berkebangsaan Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Januari 1958.
  • Karya-karyanya pernah dimuat di berbagai media-media massa, semisal: Horison, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana, dan Ulumul Qur'an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.