Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Gerak Semu Matahari (Karya Lasinta Ari Nendra Wibawa)

Puisi "Gerak Semu Matahari" karya Lasinta Ari Nendra Wibawa bercerita tentang dialog imajiner antara matahari dengan manusia. Matahari digambarkan ...
Gerak Semu Matahari

Aku tak pernah sekalipun menipu
selain penglihatanmu yang kurasa keliru
yang tak juga bisa menerjemahkan
setiap makna kehadiran
padahal telah lama kita berkenalan
jauh sebelum kau mahir berjalan
aku turut menguatkan tulang-tulangmu
sekeras batu
mengapa pula kini kau terkejut
sewaktu kehadiranku sukar kau runut
kau menuduhku berjalan dari khatulistiwa
ke utara, ke selatan, lalu kembali ke khatulistiwa
tapi kuingin kau tetap percaya
aku tak pernah beranjak sejak semula
sama seperti saat aku hadir ketika
hujan datang singgah di beranda
dan awan serupa tirai di angkasa
betapa cahaya yang kukandung adalah rahmat
yang pantas menemani saat kau berkeringat
aku membagi musim menjadi empat penanda
yang bersanding dengan ujung selatan-utara
sebagai pembawa kabar pada tetumbuhan
kapan ia berguguran, kapan ia merawat harapan
kapan ia diguyur beku, kapan ia diajar olehku

Surakarta, 11 November 2012

Analisis Puisi:

Puisi berjudul "Gerak Semu Matahari" karya Lasinta Ari Nendra Wibawa adalah salah satu karya yang menarik untuk ditelaah karena menyajikan refleksi filosofis tentang keberadaan matahari, penglihatan manusia, dan kesalahpahaman dalam memahami hakikat alam. Puisi ini menggunakan gaya bahasa yang sederhana namun sarat makna, sehingga membuka ruang bagi pembaca untuk melakukan penafsiran yang lebih dalam.

Tema

Tema utama puisi ini adalah persepsi manusia terhadap fenomena alam dan kebenaran hakiki yang sering kali disalahartikan. Penyair menghadirkan matahari sebagai sosok yang berbicara, menegaskan bahwa ia tidak pernah berubah posisi, melainkan hanya tampak bergerak karena keterbatasan cara pandang manusia.

Puisi ini bercerita tentang dialog imajiner antara matahari dengan manusia. Matahari digambarkan sebagai sosok yang sudah hadir sejak awal kehidupan manusia, memberikan kekuatan, cahaya, serta penanda waktu. Namun, manusia sering salah mengartikan keberadaannya—mengira matahari bergerak dari khatulistiwa ke utara dan selatan—padahal sejatinya matahari tetap pada posisinya. Hal ini mencerminkan perbedaan antara kenyataan objektif dan persepsi subjektif.

Makna tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah kritik terhadap keterbatasan penglihatan dan pemahaman manusia. Manusia sering kali salah menilai suatu realitas karena hanya mengandalkan indra tanpa menggali makna yang lebih dalam. Puisi ini juga menyiratkan pesan tentang kerendahan hati dalam memahami alam dan ciptaan Tuhan: apa yang tampak belum tentu seperti kenyataan yang sebenarnya.

Lebih jauh, puisi ini bisa ditafsirkan sebagai simbol kehidupan: manusia kerap salah menuduh atau salah menafsirkan sesuatu, padahal hakikatnya tidak berubah sejak awal.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini adalah reflektif dan kontemplatif. Ada nuansa ketenangan namun juga penuh keheranan ketika matahari “menjelaskan” dirinya. Pembaca diajak masuk ke dalam suasana perenungan tentang kebenaran, persepsi, dan bagaimana cara pandang bisa memengaruhi keyakinan.

Amanat / Pesan yang disampaikan

Amanat yang dapat ditarik dari puisi ini adalah bahwa manusia perlu lebih bijak dalam memahami realitas. Jangan mudah terkecoh oleh apa yang tampak di permukaan, karena kebenaran hakiki sering tersembunyi di balik penampakan luar. Selain itu, puisi ini juga menyampaikan pesan bahwa alam adalah guru, yang dengan kesetiaannya mengajarkan manusia tentang keteraturan, keteguhan, dan keberlanjutan hidup.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual, seperti:
  • “aku turut menguatkan tulang-tulangmu sekeras batu” → menciptakan imaji kekuatan dan keteguhan.
  • “hujan datang singgah di beranda / dan awan serupa tirai di angkasa” → menghadirkan gambaran nyata suasana alam.
  • “aku membagi musim menjadi empat penanda” → memunculkan imaji waktu yang teratur, berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Imaji tersebut membuat pembaca dapat merasakan kehadiran matahari sebagai sesuatu yang nyata sekaligus dekat.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi – Matahari digambarkan seolah-olah bisa berbicara dan menjelaskan dirinya, misalnya pada baris “Aku tak pernah sekalipun menipu / selain penglihatanmu yang kurasa keliru”.
  • Metafora – Matahari diposisikan sebagai guru atau saksi kehidupan manusia, bukan sekadar benda langit.
  • Hiperbola – “aku turut menguatkan tulang-tulangmu sekeras batu” menggambarkan betapa besar peran matahari dalam memberi kekuatan hidup.
Puisi "Gerak Semu Matahari" karya Lasinta Ari Nendra Wibawa adalah refleksi mendalam tentang keterbatasan manusia dalam memahami kebenaran. Dengan tema alam dan persepsi, puisi ini bercerita tentang hubungan manusia dengan matahari, menghadirkan makna tersirat bahwa realitas seringkali lebih kompleks dari yang terlihat. Suasana yang kontemplatif, imaji alam yang kuat, serta penggunaan majas personifikasi menjadikan puisi ini kaya untuk ditafsirkan.

"Puisi Lasinta Ari Nendra Wibawa"
Puisi: Gerak Semu Matahari
Karya: Lasinta Ari Nendra Wibawa
© Sepenuhnya. All rights reserved.