Puisi: Berilah Aku Kota (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi "Berilah Aku Kota" karya Subagio Sastrowardoyo menciptakan gambaran yang kuat tentang konflik internal dan keinginan untuk menghadapi ....
Berilah Aku Kota

Pemandangan berulang selalu. Kabut
tipis mengambang di atas dusun. Air gemercik
terbentur di batu. Tanpa berubah.

Lenguh lembu tak bergema dan wajah
kusut terbayang di kolam berkerut.

Aku tak tahan menyaksikan gerak mati.
Aku ingin lari dan berteriak: “Berilah
aku kota dengan bising dan kotornya.
Kembalikan aku ke medan pergulatan mencari
nafkah dengan keringat bersimbah di tubuh.
Aku hanya bisa hidup di tengah masalah!”

Tetapi suaraku seperti tersumbat
di kerongkongan dan kakiku tak bertenaga
seperti lumpuh.

Aku bisa mati sebelum subuh.

Sumber: Simfoni Dua (1990)

Analisis Puisi:
Puisi "Berilah Aku Kota" karya Subagio Sastrowardoyo adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan perasaan dan konflik seorang individu terhadap kehidupan di pedesaan.

Penggambaran Pedesaan: Puisi ini dimulai dengan penggambaran pemandangan pedesaan yang monoton dan tidak berubah. Kabut tipis, air gemercik, dan gambaran-gambaran alam menggambarkan suasana yang tenang dan sepi. Hal ini menciptakan kontras dengan permintaan yang akan datang dari penyair.

Konflik Internal: Penyair mencurahkan perasaannya yang penuh kegelisahan terhadap keadaannya di pedesaan. Dia merasa terjebak dalam rutinitas dan keterbatasan pedesaan. Dia menyatakan keinginannya untuk kembali ke kota, di mana ada kebisingan dan "kotoran" yang mungkin menggambarkan kompleksitas kehidupan perkotaan.

Rasa Tidak Berdaya: Meskipun penyair memiliki keinginan kuat untuk pergi ke kota, dia merasa terhambat. Suaranya "tersumbat di kerongkongan" dan kakinya "tak bertenaga." Ini menggambarkan perasaan putus asa dan ketidakberdayaan yang dialaminya dalam melarikan diri dari pedesaan.

Permintaan Pergulatan: Penyair mengungkapkan bahwa dia hanya bisa hidup di tengah masalah dan pergulatan yang ada. Ini mungkin merujuk pada kehidupan yang lebih keras dan penuh tantangan di kota, yang seakan-akan lebih sesuai dengan dirinya. Dia merindukan kehidupan yang lebih aktif dan mempunyai makna.

Ketidakpastian dan Kematian: Puisi ini diakhiri dengan baris "Aku bisa mati sebelum subuh." Ini menciptakan nuansa ketidakpastian dan kematian yang menggantung, mungkin mencerminkan perasaan yang mendalam tentang kehidupan dan keinginannya untuk mengubahnya.

Puisi "Berilah Aku Kota" adalah ungkapan perasaan seorang individu yang merasa terjebak dan tidak puas dengan kehidupan di pedesaan. Puisi ini menciptakan gambaran yang kuat tentang konflik internal dan keinginan untuk menghadapi tantangan kehidupan perkotaan yang lebih kompleks. Keseluruhan puisi menciptakan suasana perasaan terjebak dan ketidakpuasan yang mendalam.

Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Berilah Aku Kota
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.