Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Silsilah Tanah Merah (Karya Dimas Arika Mihardja)

Puisi "Silsilah Tanah Merah" menggambarkan perjalanan panjang bangsa Melayu, serta hubungan mereka dengan tanah dan darah nenek moyang yang telah ....
Silsilah Tanah Merah
(Situs Candi Muaro Jambi)

Kususun batu-batu merah: darah
ya, darah melayu kuno
netes seluas Situs Candi Muaro Jambi.

Kususu dan kuserap relief tapak kaki: garis keturunan
ya, garis keturunan Pradnya Paramitha
hingga Batari Durga.

Tersususunlah silsilah : darah
ya, darah melayu netes ke dalam sajak
membiak sepanjang jejak
peradaban
sebab melayu takkan hilang di bumi
takkan lenyap di sepanjang abad.

2008

Analisis Puisi:

Puisi "Silsilah Tanah Merah" karya Dimas Arika Mihardja adalah karya sastra yang menggugah pemikiran mengenai identitas budaya, sejarah, dan warisan leluhur. Dalam puisi ini, sang penyair menggunakan metafora yang kuat dan simbolisme untuk menggambarkan perjalanan panjang bangsa Melayu, serta hubungan mereka dengan tanah dan darah nenek moyang yang telah melahirkan peradaban besar di nusantara. Melalui karya ini, penyair berupaya untuk merayakan kekayaan sejarah dan peradaban Melayu yang tak akan pernah luntur oleh zaman.

Simbol Batu Merah: Darah dan Identitas Melayu

Bait pertama puisi ini diawali dengan kalimat "Kususun batu-batu merah: darah", sebuah metafora yang kaya makna. Batu merah di sini tidak hanya sekadar benda fisik, melainkan lambang dari darah, kekuatan, dan semangat bangsa Melayu yang telah mengakar dalam sejarah. Batu merah mengingatkan kita pada tanah yang subur, yang telah menjadi tempat tumbuhnya peradaban Melayu yang kaya akan tradisi dan budaya. Dalam konteks ini, batu merah juga dapat dianggap sebagai simbol dari keteguhan dan daya tahan bangsa Melayu yang tak pernah padam meskipun diterpa oleh berbagai tantangan sejarah.

Darah, yang merupakan elemen vital dalam tubuh manusia, digunakan oleh penyair untuk menggambarkan identitas yang melekat pada bangsa Melayu. Darah ini bukan hanya darah biologis, tetapi juga simbol dari warisan budaya yang mengalir dalam tubuh setiap orang Melayu. Seperti halnya darah yang tidak pernah berhenti mengalir dalam tubuh manusia, demikian pula peradaban Melayu yang terus hidup dalam setiap jejak sejarahnya. "Darah melayu kuno netes seluas Situs Candi Muaro Jambi," mengaitkan darah Melayu dengan situs-situs bersejarah seperti Candi Muaro Jambi yang menjadi saksi bisu dari kebesaran peradaban Melayu kuno.

Relief Tapak Kaki: Jejak dan Garis Keturunan

Bait berikutnya melanjutkan tema keturunan dan sejarah melalui gambar "Kususu dan kuserap relief tapak kaki: garis keturunan." Relief tapak kaki ini bisa diartikan sebagai gambaran jejak yang ditinggalkan oleh leluhur bangsa Melayu di sepanjang perjalanan sejarah mereka. Tapak kaki ini mengandung makna yang lebih dalam, yaitu jejak-jejak peradaban yang tidak hanya bersifat fisik tetapi juga menyentuh ranah spiritual dan budaya. Setiap langkah yang ditinggalkan oleh leluhur menjadi penanda dari perjalanan panjang sebuah bangsa yang terus berkembang meskipun sering kali terhalang oleh berbagai rintangan.

Referensi terhadap "Pradnya Paramitha hingga Batari Durga" semakin mempertegas bahwa garis keturunan bangsa Melayu berkaitan erat dengan mitologi dan kepercayaan kuno yang telah ada jauh sebelum agama-agama besar masuk ke nusantara. Pradnya Paramitha, dalam tradisi Hindu-Buddha, adalah simbol kebijaksanaan, sementara Batari Durga adalah salah satu dewi dalam mitologi Hindu yang melambangkan kekuatan. Dengan menyebutkan kedua nama ini, penyair seolah ingin menunjukkan bahwa bangsa Melayu memiliki akar spiritual yang dalam, yang telah ada sejak masa-masa purba dan berlanjut hingga kini.

Melayu Takkan Hilang: Sebuah Janji Keabadian

Bagian akhir puisi ini menyatakan, "sebab melayu takkan hilang di bumi takkan lenyap di sepanjang abad." Pernyataan ini menyiratkan keyakinan bahwa identitas Melayu, meskipun menghadapi berbagai tantangan dan perubahan zaman, tidak akan pernah hilang. Ini adalah suatu pengakuan bahwa bangsa Melayu, dengan segala kekayaan budaya dan sejarahnya, akan terus hidup dalam setiap jejak yang ditinggalkan oleh leluhur mereka. Peradaban Melayu akan tetap bertahan dan berkembang, karena ia adalah bagian integral dari bumi ini, tak terpisahkan dari tanah yang telah melahirkan mereka.

Pernyataan ini juga mencerminkan optimisme penyair terhadap masa depan. Meskipun peradaban Melayu telah melewati banyak perubahan dan pengaruh luar, kekuatan yang terkandung dalam darah dan warisan budaya mereka akan terus mengalir, membentuk identitas yang tak tergoyahkan oleh zaman. Melalui sajak ini, penyair ingin menegaskan bahwa sejarah dan budaya Melayu tidak akan punah, melainkan terus berkembang dan membiak sepanjang zaman, seperti jejak-jejak peradaban yang terus dikenang.

Makna dan Pesan Puisi: Menyatu dengan Tanah dan Sejarah

Puisi "Silsilah Tanah Merah" mengandung pesan yang dalam mengenai pentingnya menjaga dan merayakan identitas budaya serta sejarah bangsa. Penyair dengan bijak mengingatkan kita bahwa darah, yang mengalir dalam tubuh kita, mengandung sejarah panjang nenek moyang yang telah meletakkan dasar bagi peradaban yang kita nikmati sekarang. Melalui simbolisme batu merah dan relief tapak kaki, puisi ini mengajak pembaca untuk tidak melupakan jejak sejarah dan budaya yang telah membentuk siapa kita hari ini.

Lebih jauh lagi, puisi ini juga berbicara tentang pentingnya mengenal dan memahami warisan leluhur. Tanpa pemahaman terhadap sejarah, kita mungkin akan kehilangan arah dan makna dalam perjalanan hidup kita. Namun dengan menghargai dan merayakan warisan budaya tersebut, kita dapat menemukan kekuatan untuk terus maju, seperti yang ditegaskan oleh penyair bahwa Melayu takkan hilang di bumi, takkan lenyap di sepanjang abad.

Puisi "Silsilah Tanah Merah" karya Dimas Arika Mihardja adalah karya yang memperkenalkan kita pada perjalanan panjang bangsa Melayu melalui simbol-simbol kuat yang melibatkan darah, tanah, dan sejarah. Melalui metafora batu merah, tapak kaki, dan garis keturunan, penyair menggugah kita untuk mengenang dan merayakan warisan leluhur yang telah membentuk peradaban besar di nusantara. Puisi ini mengajarkan kita untuk tidak melupakan asal-usul kita dan untuk terus menjaga dan menghargai identitas budaya yang telah diwariskan kepada kita, karena seperti darah yang mengalir, peradaban ini akan tetap hidup dan berkembang seiring berjalannya waktu.

"Puisi Dimas Arika Mihardja"
Puisi: Silsilah Tanah Merah
Karya: Dimas Arika Mihardja
© Sepenuhnya. All rights reserved.