Puisi: Aku dan Tuhanku (Karya Sutan Takdir Alisjahbana)

Puisi "Aku dan Tuhanku" menghadirkan pandangan mendalam tentang eksistensi manusia dan hubungannya dengan Tuhan. Penyair menghadirkan gambaran ...
Aku dan Tuhanku


Tuhan,
Kaulahirkan aku, tak pernah kuminta
Dan aku tahu, sebelum aku Kauciptakan
Berjuta tahun, tak berhingga lamanya,
Engkau terus-menerus mencipta berbagai ragam.

Engkaupun pemusnah mahaperkasa,
Apa yang Kauciptakan, penuh kasih-sayang,
Engkau hancur-remukkan, Engkau musnahkan,
Pasti, tiada sangsi, keras dan kejam.

Dan aku tahu, suatu saat tertentu,
Engkau sendiri menetapkan waktu dan tempatnya,
Akupun akan Kaulenyapkan kembali, tentu dan pasti,
Tak pernah akan kutahu alasan dan maksudnya.

Dan sesudah aku kembali dalam ketiadaan,
Engkau terus-menerus dengan permainanMu
Berjuta-juta tahun lagi, abadi
Tenang mantap, seolah aku tak pernah ada.

Demikian Engkau terus bermain, tak hentinya,
Berbuat menghancurkan dan mencipta memusnahkan kembali,
Terus-menerus memulai dan mengakhiri,
Tak bosan-bosannya dalam kekekalan permainan.

Tuhan,
Dalam kekuasaanMu Engkau sungguh sewenang-wenang,
Menjalankan siasat dan muslihatMu,
Yang hanya Kau sendiri tahu arah-Tujuannya.
Aku hanya dapat berkhayal dan menduga-duga,
Untuk akhirnya hanya menyerah, tiada bersyarat.

Pantaskah Engkau memberiku hidup sesingkat ini,
Dan berjuta-juta tahun kemahakayaanMu?
Setetes air dalam samudra tak bertepi!
Alangkah kikirnya Engkau dengan kemahakayaanMu!

Tetapi Tuhan,
Kepadaku Engkau anugerahkan hikmat,
Tiada ternilai: seuntai mutiara hidupku,
Pertama hayat-jasad, senantiasa gelisah,
Terus bertunas, berkembang dan berbuah.

Engkau siapkan pula aku dengan mukjizat:
Hati perasa, tulus dalam menerima segala,
Riang gelak tertawa bila bersukaria
Pilu sedih menangis bila malang merundung.

Berkasih-sayang dengan makhluk sesama,
Kawan senasib terdampar di mayapada.
Gigih berjuang sepenuh hati dalam berjuang,
Merah marak bernyala dalam bercinta.

Dan Tuhanku,
Dalam hatikulah Engkau perkasa bersemayam!
Bersyukur sepenuhnya akan kekayaan kemungkinan,
Terus-menerus limpah-ruah Engkau curahkan,
Meski kuinsaf kekecilan dan kedaifanku
Di bawah kemahakuasaanMu dalam kemahaluasan kerajaanMu.

Kau lengkapi juga aku dengan kecerdasan akal,
Yang memungkinkan aku berpikir dan memahami
Kebebasan dan keserbaragaman ciptaanMu,
Seluk-beluk rahasia permainan Engkau mainkan.

Dengan tenaga imaginasi Engkau limpahkan,
Aku dapat mengikuti dan meniru permainanMu:
Girang berkhayal dan mencipta pelbagai ragam,
Terpesona sendiri menikmati keindahan ciptaanku.

Benarlah Kauturunkan aku seperti diriMu
Gelisah tak jemu-jemu berbuat dan berkarya,
Terus tumbuh bertunas dan berkembang meluaskan diri
Hendak menyamaiMu dalam keaktifan dan kekreatifan.

Tetapi di atas dan di atas segala atas,
Kauberi aku mukjizat di atas segala mukjizat:
Kebebasan mengamati, menilai dan memutuskan,
Dengan iktikat, tanggung jawab dan dambaan sendiri.

Memberi arti dan martabat kepada sececah hidup,
Dalam kemurahan hatiMu aku Engkau rahmati,
Sehingga dapatlah aku mengetahui alam sekitar
Dan seperti Engkau berbuat dan mencipta mengubah segala,
Sehingga sanggup pula berkarya mencipta penaka Dikau

Dalam kebebasan ke segala arah Engkau curahkan,
Aku dapat kemasukkan keangkaraan dan Keserakahan
Dan dengan buta nekat menolak pemberianMu,
Karena kuanggap terlampau kecil dan tak berarti,
Tak sepadan kemahabesaran dan kemahakayaanMu.

Seletus bedil, setusuk keris, setetes racun,
Telah cukup bagiku untuk lenyap kembali
Ke dalam ketiadaan tempatku semula berasal,
Sehingga dapatlah Engkau, Tuhan mahaperkasa,
Meneruskan permainanMu, tak usah kusertai

Tetapi betulkah hanya itu kemungkinan,
Yang dapat kupilih dan kulakukan
Dengan kepekaan hati dan kecerdasan akalku,
Serta kelincahan angan mengkhayal dan mencipta?

Tidak, tidak ya Allah ya Rabbi,
Dalam nikmat rahmat kebebasan,
Yang dengan murah hati Engkau curahkan,
Dapatlah aku dengan tulus dan bertanggung jawab
Menilai dan memutuskan sendiri martabat dambaanku.

Sebaliknya dari angkara murka mengingkariMu,
Akupun dapat dengan tegas, tak ragu-ragu
Girang dan gembira menjunjung anugerahMu,
Memanfaatkan segala kesempatan selama hidupku,
Meski bagaimana sekalipun singkatnya Kautentukan.

Olehnya terbukalah bagiku kesempurnaan cahayaMu,
Cahaya dan segala cahaya,
Melingkupi segala cahaya di bumi dan langit,
Memenuhi segala yang tercipta dan berwujud.

Maka dapatlah aku menyaksikan dan memahami,
Malahan mengagumi dan menikmati keragaman ciptaanMu,
Permainan dahsyat dan gaib penuh rahasia,
Yang Engkau mainkan terus-menerus, abadi,
Dalam kekudusan dan keagungan sinar cahayaMu.

Ah Tuhan,
Dalam kepenuhan terliput kecerahan sinar cahayaMu,
Menyerah kepada kebesaran dan kemuliaan kasihMu,
Aku akan memakai kesanggupan dan kemungkinan,
Sebanyak dan seluas itu Kaulimpahkan kepadaku,
Jauh mengatasi makhluk lain Kauciptakan.

Sebagai khalifah yang penuh menerima sinar cahayaMu
Dalam kemahaluasan kerajaanMu, tak adalah pilihan
Dari bersyukur dan bahagia bekerja mencipta,
Dengan kecerahan kesadaran dan kepenuhan jiwa,
Tidak tanggung, tidak alangkepalang.

Aku akan tegas dan bulat iktikad,
Positif mantap, selalu gairah membangun,
Gembira dalam setiap melangkah dan bertindak,
Meskipun jatuh terhempas dalam usaha dan damba,

Aku akan ikut serta dalam kedahsyatan permainanMu,
Senantiasa dengan kecerahan optimisme mengejar cita,
Bersolidaritas dengan segala sesama makhluk,
Mendambakan kerukunan dan kesejahteraan hidup bersama.

Ya Allah ya Rabbi,
Sekelumit hidup yang Engkau hadiahkan
Dalam kebesaran dan kedalaman kasihMu,
Akan kukembangkan semarak semekar-mekarnya
Sampai saat terakhir nafasku Kaurelakan.

Ketika Engkau memanggilku kembali kehadiratMu,
Ke dalam kegaiban rahasia keabadianMu,
Dimana aku menyerah tulus sepenuh hati
Kepada keagungan kekudusanMu cahaya segala cahaya.


Toya Bungkah, 24 April 1989

Sumber: Horison (Juni, 1989)

Analisis Puisi:
Puisi "Aku dan Tuhanku" karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah sebuah karya yang mencerminkan pemikiran mendalam tentang keberadaan manusia dan hubungannya dengan Tuhan. Dalam puisi ini, penyair menggambarkan kompleksitas dan paradoks dalam kehidupan manusia.

Konsep Keberadaan dan Ciptaan Tuhan: Penyair mencerminkan pemahamannya tentang proses penciptaan manusia oleh Tuhan. Ia menyajikan gambaran bahwa keberadaan manusia adalah bagian dari permainan Tuhan yang terus-menerus mencipta dan memusnahkan, memberi dan mengambil. Hal ini menggambarkan siklus kehidupan yang tanpa henti, dengan manusia sebagai salah satu permainan Tuhan.

Kehancuran dan Kekasihan Tuhan: Puisi ini mengungkapkan dua sisi Tuhan: sebagai pemusnah yang kejam dan sebagai pemberi kasih yang penuh kebaikan. Penyair menyadari bahwa Tuhan memiliki kekuasaan mutlak untuk menghancurkan segala yang Dia ciptakan, namun juga memiliki kasih-sayang yang melimpah. Kontras ini menciptakan gambaran Tuhan yang kompleks dan misterius.

Keterbatasan Manusia dan Kekuasaan Tuhan: Penyair menunjukkan pemahamannya tentang keterbatasan manusia di hadapan Tuhan. Ia menyadari bahwa manusia tidak dapat memahami sepenuhnya rencana Tuhan, dan kebijaksanaan-Nya melampaui akal manusia. Pemahaman ini tercermin dalam baris-baris yang menyatakan bahwa manusia hanya bisa berspekulasi dan menduga-duga.

Pemberian Nikmat Tuhan: Penyair mengakui bahwa Tuhan telah memberikan nikmat yang sangat berharga kepada manusia, seperti hikmat, perasaan, dan kebebasan. Puisi ini menekankan nilai kebebasan manusia untuk mengamati, menilai, dan memutuskan sendiri, sekaligus menjadi tanggung jawab dan dambaan pribadi.

Keterkaitan Dengan Alam Semesta: Puisi ini menciptakan gambaran keterkaitan manusia dengan alam semesta. Penyair menunjukkan bahwa manusia adalah bagian dari ciptaan Tuhan yang luas, dan melalui imajinasi, manusia dapat mencipta dan merasakan keindahan alam semesta.

Kesadaran dan Optimisme: Penyair mengekspresikan kesadaran dan optimisme melalui pengakuan akan nikmat dan hikmat Tuhan. Ia menegaskan bahwa meski manusia memiliki kebebasan untuk membuat pilihan, kesadaran terhadap kekudusan Tuhan harus membimbing langkah-langkahnya.

Puisi "Aku dan Tuhanku" menghadirkan pandangan mendalam tentang eksistensi manusia dan hubungannya dengan Tuhan. Penyair menghadirkan gambaran kompleks tentang Tuhan yang mencipta, menghancurkan, memberi, dan mengambil. Puisi ini menjadi panggilan kepada pembaca untuk merenungkan arti kehidupan, keterbatasan manusia, dan keajaiban penciptaan Tuhan dalam segala kompleksitasnya.

Puisi: Aku dan Tuhanku
Puisi: Aku dan Tuhanku
Karya: Sutan Takdir Alisjahbana

Biodata Sutan Takdir Alisjahbana
  1. Sutan Takdir Alisjahbana lahir pada tanggal 11 Februari 1908 di Natal, Mandailing Natal, Sumatra Utara.
  2. Sutan Takdir Alisjahbana meninggal dunia pada tanggal 17 Juli 1994.
  3. Sutan Takdir Alisjahbana adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.