- Ratu: Gelar yang diberikan kepada perempuan keturunan Sultan Banten dan bangsawan tingkat tinggi. Menurut silsilah keluarga, ibu saya adalah seorang Ratu dan keturunan ketujuh Pangeran Singaraja yang berkuasa di Singarajan, Pontang.
- Pangeran: Gelar yang diberikan kepada laki-laki keturunan Sultan Banten dan bangsawan tingkat tinggi. Gelar lain adalah Tubagus.
- Babad 66 pupuh: Babad Banten.
- Molana: Maulana. Raja-raja Banten pada mulanya mendapat sebutan Maulana atau Molana, gelar yang biasanya digunakan untuk ulama yang berpengetahuan luas atau ulama sufi, seperti Molana Hasanuddin (1525-1570), Molana Yusuf (1570-1580), dan Molana Muhammad (1580-1596). Gelar Sultan, yang diperoleh dari Sultan Makkah, baru muncul pada Raja Banten keempat, yakni Sultan Abulmafakhir Mahmud Abdul Qadir (1596-1651).
- Baluwarti: Benteng pertahanan.
- Watu gigilang: Kadang disebut juga Watu Gilang, yang berarti “batu yang bercahaya terang”. Batu berbentuk segi empat dan permukannya datar selebar sajadah itu terbuat dari batu andesit. Terletak di depan kompleks Keraton Surasowan di Banten Lama dan dipercaya sebagai tempat pentahbisan sultan-sultan Banten.
- Kandaga: Peti kecil. Pada akhir pupuh 66 Babad Banten, tokoh Sandimaya sebagai penutur menjelaskan bahwa peristiwa-peristiwa sesudah pajaketra (peperangan dengan Belanda di Jakarta pada abad ke-17) tersimpan dalam sebuah peti bersama buku-bukunya tentang mistik, dan jika ada salah seorang anggota keluarga berkehendak mengetahuinya agar membuka peti tersebut (sun simpen ing kandaga, awor lan kitabku sufi, lamon arsa ing benjang den ungkaban).
Analisis Puisi:
Puisi "Aku Datang dari Masa Depan" karya Toto ST Radik adalah sebuah karya sastra yang kaya dengan gambaran visual, simbolisme, dan pemikiran filosofis. Puisi ini terdiri dari lima bagian yang membentuk suatu narasi yang kompleks tentang perjalanan spiritual dan kebangkitan.
Tema
- Perjalanan Spiritual dan Kebangkitan: Puisi ini menggambarkan perjalanan spiritual yang dilalui oleh sang pangeran dari masa depan. Ia datang ke dunia ini dengan membawa cahaya hijau yang mengambang, melambangkan pengetahuan dan pencerahan. Tema kebangkitan juga tercermin dalam penggambaran reruntuhan, kebakaran keraton, dan keris yang membawa wangsit.
- Ketidaksetaraan dan Kerusakan Budaya: Tema ketidaksetaraan dan kerusakan budaya tercermin dalam bagian yang menggambarkan Banten yang uzur, nagari yang lantak. Puisi menyiratkan kepedihan dan kehilangan identitas budaya di tengah-tengah zaman yang penuh dengan kebingungan dan ketidakpastian.
- Pencarian Jati Diri: Ada unsur pencarian jati diri yang kuat dalam puisi ini, terutama ketika sang pangeran menyelam di lumpur sawah, menari pencak, dan merasakan kendang dan terompet dalam batinku. Aktivitas ini mencerminkan usaha untuk mencari akar budaya dan spiritualitas yang mungkin terkubur oleh zaman.
Simbolisme
- Cahaya Hijau: Cahaya hijau yang mengambang di tengah sawah menjadi simbol pengetahuan, pencerahan, dan kebijaksanaan. Hal ini menunjukkan bahwa sang pangeran membawa pesan atau ajaran yang membawa cahaya kepada masyarakat.
- Keris: Sebilah keris yang muncul di tangan sang pangeran memiliki makna simbolis yang dalam. Keris di sini dapat melambangkan kekuatan, kemandirian, atau bahkan tanggung jawab yang dibebankan sang pangeran untuk menciptakan perubahan.
- Reruntuhan Keraton: Reruntuhan keraton dan kebakaran yang terjadi dapat menjadi simbol keruntuhan budaya dan sejarah yang terjadi pada masa lalu. Ini mencerminkan kepedihan dan kehilangan akan warisan budaya.
- Lumpur Sawah: Mengambil lumpur sawah sebagai tempat bermain mencerminkan kembali kepada akar budaya dan keseimbangan dengan alam. Lumpur di sini menjadi media untuk merasakan kembali keberadaan alam dan kehidupan desa.
Makna
- Pencerahan dan Pemulihan Budaya: Puisi ini menggambarkan cita-cita sang pangeran dari masa depan untuk memberikan pencerahan dan membantu memulihkan budaya yang terpinggirkan. Ia membawa cahaya dan kebijaksanaan untuk menuntun masyarakat keluar dari kegelapan.
- Kritik Sosial dan Sejarah: Toto ST Radik juga menyisipkan kritik sosial dan sejarah dalam puisinya. Melalui gambaran keruntuhan keraton dan kebakaran, ia mungkin ingin menggugah kesadaran akan kerusakan budaya dan sejarah yang perlu diatasi.
- Penegasan Identitas: Dalam menggali lumpur sawah dan menari pencak, sang pangeran menunjukkan upaya untuk menegaskan identitasnya dan meresapi akar budaya. Ini mewakili keinginan untuk tetap bersatu dengan akar nenek moyangnya.
Puisi "Aku Datang dari Masa Depan" adalah sebuah karya yang sarat dengan simbolisme dan makna filosofis. Melalui perjalanan sang pangeran, Toto ST Radik mengajak pembaca untuk merenung tentang nilai-nilai budaya, sejarah, dan spiritualitas yang mungkin terlupakan dalam perjalanan zaman. Puisi ini memperkaya pemahaman akan perjalanan manusia dalam mencari jati diri dan meresapi kekayaan budaya.
Karya: Toto ST Radik