Puisi: Menuju ke Laut (Karya Sutan Takdir Alisjahbana)

Puisi "Menuju ke Laut" karya Sutan Takdir Alisjahbana merenungkan perubahan dalam hidup, keberanian untuk menjalani perubahan tersebut, dan ...
Menuju ke Laut
(Angkatan Baru)

Kami telah meninggalkan engkau,
tasik yang tenang, tiada beriak,
diteduhi gunung yang rimbun
dari angin dan topan.
Sebab sekali kami terbangun
dari mimpi yang nikmat:

“Ombak ria berkejar-kejaran
di gelanggang biru bertepi langit.
Pasir rata berulang dikecup,
tebing curam ditantang diserang,
dalam bergurau bersama angin,
dalam berlomba bersama mega.”

Sejak itu jiwa gelisah,
Selalu berjuang, tiada reda,
Ketenangan lama rasa beku,
gunung pelindung rasa pengalang.
Berontak hati hendak bebas,
menyerang segala apa mengadang.

Gemuruh berderau kami jatuh,
terhempas berderai mutiara bercahaya,
Gegap gempita suara mengerang,
dahsyat bahana suara menang.
Keluh dan gelak silih berganti
pekik dan tempik sambut menyambut.

Tetapi betapa sukarnya jalan,
badan terhempas, kepala tertumbuk,
hati hancur, pikiran kusut,
namun kembali tiadalah ingin,
ketenangan lama tiada diratap.


Kami telah meninggalkan engkau,
tasik yang tenang, tiada beriak,
diteduhi gunung yang rimbun
dari angin dan topan.
Sebab sekali kami terbangun
dari mimpi yang nikmat.


Sumber: Pembangunan (10-25 September 1946)

Analisis Puisi:
Puisi "Menuju ke Laut" karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan perjalanan spiritual dan emosional. Puisi ini merenungkan perubahan dalam hidup, keberanian untuk menjalani perubahan tersebut, dan kerinduan terhadap ketenangan masa lalu.

Pergantian dari Ketenangan ke Perjuangan: Puisi ini dimulai dengan deskripsi tentang sebuah "tasik yang tenang, tiada beriak" dan gunung yang memberikan perlindungan dari angin dan badai. Ini menciptakan gambaran tentang ketenangan dan kedamaian. Namun, puisi ini berubah ketika "jiwa gelisah" memuncak dan memaksa perubahan. Ini mencerminkan peralihan dari kehidupan yang tenang ke perjuangan dan perubahan yang penuh tantangan.

Mimpi dan Ambisi: Penyair menyebutkan bahwa mereka terbangun dari mimpi yang "nikmat," yang menciptakan gambaran tentang aspirasi dan ambisi yang memicu perubahan. Mimpi ini mencakup ombak yang berkejar-kejaran, pasir yang dikecup, dan tantangan besar yang dihadapi dengan semangat yang tinggi.

Perjuangan dan Pemberontakan: Puisi ini mencirikan perjuangan dan pemberontakan yang dialami oleh jiwa yang "gelisah." Mereka ingin meraih kemerdekaan dari keterbatasan dan kenyamanan masa lalu. Mereka ingin menghadapi segala rintangan yang menghalangi jalan mereka.

Kesulitan dalam Perjalanan: Puisi ini menggambarkan perjalanan yang sulit dan penuh rintangan. Badan terhempas, kepala tertumbuk, dan hati yang hancur mencerminkan betapa sulitnya mengubah hidup dan menghadapi perubahan.

Rasa Kerinduan: Meskipun berjuang dan menjalani perubahan, terdapat kerinduan yang mendalam terhadap "ketenangan lama." Penyair merenungkan kenangan tentang tasik yang tenang dan gunung yang memberikan perlindungan. Rasa kerinduan ini menciptakan perasaan kompleks tentang perubahan dan kehilangan yang datang dengan mengambil langkah-langkah baru.

Secara keseluruhan, puisi "Menuju ke Laut" adalah karya sastra yang merenungkan perubahan dalam hidup, perjuangan untuk mencapai ambisi, dan rasa kerinduan akan masa lalu yang tenang. Puisi ini menggambarkan perjalanan spiritual dan emosional yang dimiliki oleh individu yang berani mengambil langkah-langkah baru dalam hidup mereka.
Puisi: Menuju ke Laut
Puisi: Menuju ke Laut
Karya: Sutan Takdir Alisjahbana

Biodata Sutan Takdir Alisjahbana:
  1. Sutan Takdir Alisjahbana lahir pada tanggal 11 Februari 1908 di Natal, Mandailing Natal, Sumatra Utara.
  2. Sutan Takdir Alisjahbana meninggal dunia pada tanggal 17 Juli 1994.
  3. Sutan Takdir Alisjahbana adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.