Puisi: Rumah-Rumah Cinta (Karya Eka Budianta)

Puisi "Rumah-Rumah Cinta" karya Eka Budianta membahas berbagai tema, termasuk hubungan manusia dengan alam, nostalgia, dan keabadian.
Rumah-Rumah Cinta (1)

Laut tak dapat dikubur
Tak dapat dilupakan
Ia boleh ditinggalkan
Tapi berdebur dalam dada

Di luar, semua sandiwara
Pada tumbuhan, pada satwa
Seakan tak ada lagi
Yang masih merdeka

Malam ini kupanggili lautku
Bersama titik hujan
Rumah di bukit sunyi
Hidup seolah-olah berhenti.

Rumah-Rumah Cinta (2)

Inilah rumahku
Pondok kecil di tepi hutan
Kecuali pohon-pohon berdoa
Bintang-bintang bernyanyi

Inilah rumahku
Tempat rembulan terlena
Matahari menunggu
Langit menetes embunnya.

Rumah-Rumah Cinta (3)

Pada hari sedih
Aku datang ke rumahmu
Dengan empat kuntum krisan
Dua di kiri, dua di kanan.
Apa kabar Rimrim sayang?

Rumah-Rumah Cinta (4)

Di pinggir sungai Potomac,
Di rumah George Washington
Aku bertemu pohon-pohon
Yang ditanamnya.
Duaratus tahun lagi
Dapatkah kaukenali
Asam Jawa tanamanku?

Rumah-Rumah Cinta (5)

Musik di hatimu
Tidak membekas di langit
Taman di awan-awan
Membentang dalam sunyi
Kapan kamu melaluinya
Kapan aku mendengarnya?

Semua abadi menghilang
Tinggal ombak mencari pantai
Angin mengejar cakrawala
Ingin menghentikan kematian
Musik di taman selamanya.

Rumah-Rumah Cinta (6)

Aku sampai di Tokyo
Ketika pohon ginko dan keya
Menari-nari di bulan Mei
Hujan pagi membasahi kebun
Jangan-jangan kamu tak lagi di bumi.

Rumah-Rumah Cinta (7)

Di kota hujan awal September
Rumah bambu kelahiranmu
Kupindahkan ke hati selamanya.

1997-1998

Sumber: Masih bersama Langit (2000)

Analisis Puisi:
Puisi "Rumah-Rumah Cinta" karya Eka Budianta adalah kumpulan puisi yang singkat namun penuh dengan makna dan rasa. Puisi-puisi ini membahas berbagai tema, termasuk hubungan manusia dengan alam, nostalgia, dan keabadian.
  1. Hubungan Manusia dengan Alam: Puisi pertama, "Laut tak dapat dikubur," menggambarkan hubungan yang mendalam antara manusia dan alam, khususnya laut. Laut digambarkan sebagai entitas yang tidak bisa dilupakan dan selalu hadir dalam pikiran manusia. Penyair menciptakan kontras antara alam yang masih bebas dan dunia manusia yang penuh dengan sandiwara. Pesan yang ingin disampaikan adalah pentingnya menjaga dan menghargai alam.
  2. Rumah sebagai Tempat Ketenangan: Puisi kedua menggambarkan rumah sebagai tempat ketenangan. Penyair menyampaikan bagaimana rumahnya, sebuah pondok kecil di tepi hutan, adalah tempat di mana alam dan alam semesta bersatu. Gambaran tentang pohon-pohon yang berdoa dan bintang-bintang yang bernyanyi menciptakan suasana damai. Rumah ini adalah tempat di mana alam dan manusia bersatu dalam harmoni.
  3. Nostalgia dan Kenangan: Puisi ketiga menggambarkan perasaan nostalgia dan kenangan. Penyair datang ke rumah seseorang pada hari sedih dengan bunga krisan. Ini menciptakan suasana keintiman dan cinta yang tak terlupakan. Pesan yang ingin disampaikan adalah tentang pentingnya menghargai hubungan dan kenangan.
  4. Koneksi Melalui Alam: Puisi keempat membahas hubungan antara alam dan manusia melalui perumpamaan. Penyair bertemu pohon-pohon yang ditanam oleh George Washington. Ini menggambarkan bagaimana alam bisa menjadi bagian dari sejarah dan warisan manusia. Pertanyaan terakhir, "Dapatkah kaukenali Asam Jawa tanamanku?" menciptakan kontras antara masa kini dan masa lalu.
  5. Musik dan Keabadian: Puisi kelima membahas keabadian dan seni. Musik dalam hati yang tidak dapat terlupakan, meskipun tidak meninggalkan bekas di langit atau taman. Penyair menciptakan gambaran tentang keabadian melalui alam dan seni. Meskipun segala sesuatu mungkin berubah dan menghilang, musik di taman tetap ada selamanya.
  6. Perjalanan dan Pertemuan: Puisi keenam membahas perjalanan fisik dan spiritual. Penyair tiba di Tokyo dan menciptakan gambaran tentang alam yang berubah dengan musim. Ada perasaan kehilangan atau kepergian yang mungkin terjadi dalam perjalanan ini. Mungkin ini adalah ungkapan perasaan terhadap seseorang yang ditinggalkan di belakang.
  7. Rumah dalam Hati: Puisi terakhir menggambarkan bagaimana rumah dapat menjadi bagian dari hati seseorang. "Rumah bambu kelahiranmu" dipindahkan ke dalam hati dan menjadi bagian dari identitas seseorang. Ini menggambarkan perasaan cinta dan kedekatan yang mendalam.
Puisi "Rumah-Rumah Cinta" karya Eka Budianta adalah serangkaian refleksi tentang hubungan manusia dengan alam, kenangan, perasaan cinta, dan keabadian. Setiap puisi membawa pembaca dalam perjalanan emosional yang mendalam, dan pesan-pesannya tentang menjaga alam, menghargai kenangan, dan merasakan keintiman sangat penting dalam kehidupan manusia. Puisi ini mengekspresikan kekuatan kata-kata untuk menyampaikan perasaan dan pengalaman yang universal dalam cara yang indah dan kuat.

Puisi: Rumah-Rumah Cinta
Puisi: Rumah-Rumah Cinta
Karya: Eka Budianta

Biodata Eka Budianta:
  • Christophorus Apolinaris Eka Budianta Martoredjo.
  • Eka Budianta lahir pada tanggal 1 Februari 1956 di Ngimbang, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.