Puisi: Tak Mengerti (Karya Sutan Takdir Alisjahbana)

Puisi "Tak Mengerti" karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah ekspresi perasaan duka dan ketidakmengertian terhadap ketidakpastian hidup dan kematian.
Tak Mengerti

Semuda itu lagi,
Sebanyak itu cita dikandung,
Sebesar itu harapan di dada,
Segembira itu menyambut hidup.

Mungkinkah kau Ni tiada lagi,
Berjalan pergi tiada kembali,
Merantau jauh tiada tentu
Negeri mana tempat berhenti?

Bunga mawar segar kembang,
Girang sorak dijunjung tangkai
Berderai gugur jatuh ke bumi
Sekonyong-konyong tiada tersangka.

Wahai Tuhanku maha tinggi,
Petunjuk beta tak mengerti.

21 April 1935

Sumber: Tebaran Mega (1935)

Analisis Puisi:

Puisi "Tak Mengerti" karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah ekspresi perasaan duka dan ketidakmengertian terhadap ketidakpastian hidup dan kematian. Melalui penggunaan bahasa yang sederhana namun penuh makna, puisi ini mengungkapkan kesedihan mendalam atas kehilangan dan perasaan tak berdaya dalam menghadapi takdir.

Tema

Tema utama dari puisi ini adalah ketidakpastian hidup dan kematian, serta perasaan kehilangan yang mendalam. Puisi ini menggambarkan bagaimana kehidupan yang penuh harapan dan cita-cita bisa tiba-tiba dihadapkan pada kematian yang tak terduga, meninggalkan rasa bingung dan tidak mengerti akan takdir Tuhan.

Struktur

Puisi ini terdiri dari empat bait, masing-masing dengan empat baris, kecuali bait terakhir dengan hanya dua baris. Dari segi struktur atau bentuk, puisi ini digolongkan ke dalam soneta. Struktur ini memberikan ritme yang teratur dan membantu dalam penyampaian perasaan yang mendalam dan reflektif. Setiap bait membawa pembaca melalui perjalanan emosi yang terkait dengan kehidupan, harapan, kehilangan, dan kebingungan spiritual.

Gaya Bahasa

Sutan Takdir Alisjahbana menggunakan berbagai perangkat gaya bahasa untuk menyampaikan pesan dan perasaannya, di antaranya:
  1. Pengulangan: Pengulangan frasa seperti "Semuda itu lagi," dan "Sebanyak itu cita dikandung," menekankan betapa besar harapan dan kegembiraan hidup yang dirasakan sebelum menghadapi kenyataan yang pahit.
  2. Metafora dan Simbolisme: Bunga mawar yang segar menggambarkan kehidupan dan harapan, sementara berderai gugur melambangkan kematian yang tiba-tiba dan tak terduga. Mawar yang gugur tanpa tersangka mengisyaratkan betapa rapuhnya kehidupan manusia.
  3. Pertanyaan Retoris: Penggunaan pertanyaan seperti "Mungkinkah kau Ni tiada lagi," menekankan ketidakpastian dan rasa tidak percaya terhadap kenyataan yang dihadapi.
  4. Personifikasi: "Bunga mawar segar kembang" dan "Girang sorak dijunjung tangkai" memberikan kesan hidup pada elemen alam, menunjukkan betapa penuh harapan dan kebahagiaan yang dirasakan sebelum menghadapi kehilangan.

Makna dan Simbolisme

Simbolisme dalam puisi ini sangat kaya dan mendalam:
  1. Bunga Mawar: Mawar segar yang mekar melambangkan kehidupan, harapan, dan kebahagiaan. Ketika mawar itu gugur, itu melambangkan kematian dan kehilangan yang datang tiba-tiba.
  2. Cita dan Harapan: Baris-baris yang menggambarkan cita-cita dan harapan yang besar menunjukkan betapa hidup penuh dengan potensi dan kebahagiaan sebelum dihadapkan pada realitas yang keras.
  3. Merantau: Metafora perjalanan atau perantauan melambangkan perjalanan hidup yang penuh ketidakpastian, di mana seseorang tidak tahu kapan dan di mana mereka akan berhenti atau berakhir.
Puisi "Tak Mengerti" karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah refleksi mendalam tentang ketidakpastian hidup dan kematian, serta perasaan kehilangan yang mendalam. Melalui penggunaan metafora, simbolisme, dan pertanyaan retoris, penyair berhasil menyampaikan rasa bingung dan tidak mengerti akan takdir Tuhan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kerapuhan hidup dan bagaimana harapan dan kebahagiaan bisa berubah menjadi kesedihan dan kebingungan dalam sekejap. Sutan Takdir Alisjahbana dengan efektif menggambarkan perasaan manusia yang universal ketika dihadapkan pada kenyataan yang pahit dan tak terduga.

Sutan Takdir Alisjahbana
Puisi: Tak Mengerti
Karya: Sutan Takdir Alisjahbana

Biodata Sutan Takdir Alisjahbana
  • Sutan Takdir Alisjahbana lahir pada tanggal 11 Februari 1908 di Natal, Mandailing Natal, Sumatra Utara.
  • Sutan Takdir Alisjahbana meninggal dunia pada tanggal 17 Juli 1994.
  • Sutan Takdir Alisjahbana adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.