Puisi: Bung, Mengenangmu Gerimis Tempias di Sajadah (Karya Sulaiman Juned)

Puisi "Bung, Mengenangmu Gerimis Tempias di Sajadah" menyajikan tentang masa lalu yang bersejarah dan penyadaran atas masa kini yang penuh ...
Bung, Mengenangmu
Gerimis Tempias di Sajadah


Membuka lembaran dua puluhan
tetes darah masih hangat mewarnai sejarah
dalam segala warna-cuaca, pemuda berdiri
paling depan. Dada belia terbakar
membakar semangat berkobar
mengobarkan api dua puluh-api dua delapan-api empat lima
tumbanglah tatanan usang renyuh-runtuh-rubuh
o, betapa engkau di sambut dentuman
yang bukan mercon. Mengikhlaskan kesempatan
menyandang titel hidup gemerlapan.

Bung: apakah arti kemewahan di atas penderitaan
apakah arti hidup - bila tak berarti sama saja mati
sebelum mati. Hidup berjaya atau mati sebagai
bunga bangsa dan agama.
Bung: telah kau titip bangsa dan negara ini
pada Soeharto; ia menggergaji bumi - bangun
istana pribadi tak mampu menerjemahkan peradaban. Bagi
Habibie; ia memberi ruang oportunis
untuk bermain - meruntuhkan kesatuan bangsa. Bersama
Gusdur; menyaksikan nusantara mengalirkan
darah dari saluran tak henti atas-nama kekuasaan. Tjoet Nyak
Mega; mengumbar janji seperti biduan. Sementara
teroris mengerat negeri.

Bung! Bangsa yang besar
adalah bangsa yang pandai menghargai sejarah
tanpa pamrih - terlepas dari kurang dan lebih. Baca;
Aceh-Sriwijaya-Majapahit: Teuku Umar, Teungku Chik Di Tiro
Sisingamangaraja, Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Patimura, Daoed Beureueh
Bung Karno, Hatta, Syahril dan sejarah yang hanya tercatat di kepala
betapa setiap jengkal tanah
adalah ajang juang
adalah makam pahlawan
bercermin kami berbuat
tak ada kata jera dalam perjuangan
(mengenangmu: pilu-luka-nyeri tumpah di sajadah).


Padang, 2001

Analisis Puisi:
Puisi "Bung, Mengenangmu Gerimis Tempias di Sajadah" karya Sulaiman Juned adalah sebuah refleksi dalam bentuk puisi yang menyajikan perasaan kecintaan dan keprihatinan terhadap masa lalu dan masa kini Indonesia. Dalam puisi ini, ada penghormatan terhadap pahlawan-pahlawan, pertimbangan terhadap masa lalu, serta suara kegelisahan terhadap masa kini.

Penghormatan terhadap Pahlawan dan Sejarah: Puisi ini mengeksplorasi penghormatan terhadap pahlawan-pahlawan Indonesia dari masa lalu yang berjuang dan menegakkan kebenaran. Sebutan nama-nama seperti Teuku Umar, Pangeran Diponegoro, serta para pejuang dari Aceh, Majapahit, dan Sriwijaya menggarisbawahi pentingnya mengenang jasa-jasa mereka. Sulaiman Juned menyoroti pentingnya memahami sejarah dan menghormati warisan perjuangan mereka.

Kritik Terhadap Pemimpin dan Kondisi Saat Ini: Puisi ini juga memberikan kritik terhadap para pemimpin Indonesia, mulai dari masa lalu hingga masa kini, menunjukkan bagaimana mereka mungkin telah gagal dalam menerjemahkan perjuangan dan mengelola kekuasaan. Ia merenungkan bagaimana banyak pemimpin telah mengecewakan harapan bangsa. Sulaiman Juned memperlihatkan betapa kehidupan saat ini masih diwarnai oleh penderitaan dan luka.

Refleksi dan Kesedihan Terhadap Kondisi Bangsa: Penyair juga menunjukkan kesedihan terhadap kondisi bangsa yang besar, dan kesulitan yang dialami dalam memahami sejarahnya. Ia mengakui betapa bangsa yang besar seharusnya mampu belajar dari masa lalunya tanpa pamrih, tetapi tampaknya masih terjerumus dalam kesalahan yang serupa.

Penutupan Puisi dan Kesedihan yang Terpancar: Puisi ditutup dengan pernyataan tentang tak adanya kata jera dalam perjuangan, yang menggambarkan semangat untuk tetap berjuang meskipun kesulitan yang dihadapi. Gerimis tempias di sajadah menjadi lambang luka dan pilu yang tertuang dalam doa dan kepedihan atas kondisi bangsa saat ini.

Puisi ini memberikan kesan tentang masa lalu yang bersejarah dan penyadaran atas masa kini yang penuh keprihatinan serta perjuangan. Sulaiman Juned dengan lantang mengajak untuk merenungkan kembali nilai-nilai perjuangan dan kebesaran bangsa.

Puisi
Puisi: Bung, Mengenangmu Gerimis Tempias di Sajadah
Karya: Sulaiman Juned
© Sepenuhnya. All rights reserved.