Puisi: Rindu Airmata (Karya Abdul Wachid B. S.)

Puisi "Rindu Airmata" karya Abdul Wachid B. S. mengajak pembaca untuk merenungkan tentang arti kasih sayang, kehilangan, dan kekuatan cinta yang ...
Rindu Airmata

Manis purnama yang kaukata dulu, Ibu
kini ngucurkan darahnya ke rongga dada
Jantung yang dihidupi
atau justru menghitam disebabkan
embun pagi lama tak kicaukan prenjak
"Kabar akhir, kakek pulang abadi"

Bukan salahmu, Ibu, jika airmata yang
kau suguhkan dalam gelas, kutumpahkan
Sekalipun bahasa sayang melukis senyum
Itu menjadikan aku terkapar, terserap
lorong yang bernama kota
Berteriak-teriak. Meninju-ninju dindingnya
Sembari menenggak
airmata sendiri berserbuk racun!

Kurindu airmata disebabkan asap trotoar
Segala air kasihmu, Ibu, ditimbun kubur
Mengisyaratkan
Yang paham geliat embun
mengerti bahasamu.

1996

Analisis Puisi:
Puisi "Rindu Airmata" karya Abdul Wachid B. S. adalah sebuah ungkapan yang puitis dan menggelora tentang rindu, kehilangan, dan kerinduan akan kehadiran seorang ibu. Melalui penggunaan bahasa yang kuat dan gambaran yang mendalam, penyair menggambarkan perasaan yang kompleks terhadap ibunya.

Perasaan Rindu dan Kehilangan: Puisi ini mencerminkan perasaan rindu yang mendalam terhadap ibu. Penyair merindukan kehangatan dan kehadiran ibunya, yang kini hanya tinggal dalam kenangan dan airmata yang tercurah. Kepergian kakek, yang digambarkan sebagai "kabar akhir", menambah kesedihan dan kekosongan dalam hidup penyair.

Kehadiran Airmata sebagai Simbol Kasih Sayang: Airmata, yang dahulu mungkin disuguhkan dengan kasih sayang dan kehangatan, kini menjadi simbol kehilangan dan kesedihan. Penyair mencurahkan airmata sendiri sebagai ungkapan rindu dan kehilangan akan kasih sayang ibunya.

Konflik dalam Kota yang Keras: Penyair menggambarkan keadaan kota yang keras dan penuh dengan kegelapan. Ketika ia merindukan kehangatan ibunya, ia terjebak dalam kegelapan dan kesendirian yang melanda kota. Dorongan untuk berteriak dan meninju dinding kota mencerminkan ketegangan dan keputusasaan yang dirasakan penyair.

Kehadiran Airmata dalam Asap Trotoar: Penyair merindukan kehadiran airmata yang ditimbulkan oleh kehidupan sehari-hari, meskipun mungkin penuh dengan kesulitan dan kesedihan. Airmata ibunya, yang kini ditimbun di kubur, menjadi lambang kehilangan dan kerinduan yang dalam.

Penutup yang Mengharukan: Penyair mengakhiri puisi dengan menyatakan bahwa mereka yang memahami geliat embun juga memahami bahasa ibunya. Ini menyoroti keunikan dan kehangatan hubungan antara ibu dan anak, serta kekuatan bahasa cinta yang tak terucapkan namun dirasakan.

Puisi "Rindu Airmata" karya Abdul Wachid B. S. adalah sebuah ungkapan yang mendalam dan menggelora tentang rindu, kehilangan, dan kerinduan akan kehadiran seorang ibu. Melalui bahasa yang kuat dan gambaran yang mendalam, penyair berhasil menyampaikan kompleksitas perasaan, kehilangan, dan harapan dalam hubungan antara ibu dan anak. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang arti kasih sayang, kehilangan, dan kekuatan cinta yang hadir dalam hubungan keluarga, serta pentingnya menghargai dan memahami perasaan orang-orang terdekat dalam hidup.

Puisi
Puisi: Rindu Airmata
Karya: Abdul Wachid B. S.
© Sepenuhnya. All rights reserved.