Puisi: Bersyukurlah Kau Tidak Lahir dari Hujan (Karya Ahmad Nurullah)

Puisi "Bersyukurlah Kau Tidak Lahir dari Hujan" mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi manusia dan kehidupan di dunia ini, serta mengeksplorasi ..
Bersyukurlah Kau Tidak Lahir dari Hujan
(- Untuk Orang yang Tak Ada)

Bersyukurlah kau tidak lahir dari hujan, sebab
langit tetap lebih teduh dibanding semua rumah
yang terpacak di bumi.

Bukan, bukan soal di sini tak ada surga
tetapi di sini terlalu banyak neraka
bahkan di kamar tidurmu.

Bumi ini, yang mewarisi pengetahuan pertama dari
darah Habil, bukan saja kampung yang kumuh,
tapi juga pedih.

Bersyukurlah kau tidak lahir dari hujan
Jangan! sebab kulitmu terlalu halus untuk setiap
debu dan kotoran. Untuk semua mimpi dan harum bangkai
Bersyukurlah, dan jangan sekali-kali bermimpi
untuk datang.

Kubayangkan: di langit rohmu bening
bagai sepasang sayap kupu-kupu belum dilukis
oleh benda-benda, oleh pelbagai cuaca. Oleh airmata.

Bersyukurlah kau jadi orang yang tak ada
Bertahanlah terus untuk tak ada
Tak pernah ada!

Jakarta, 2003

Sumber: Setelah Hari Keenam (2011)

Analisis Puisi:
Puisi "Bersyukurlah Kau Tidak Lahir dari Hujan" karya Ahmad Nurullah adalah sebuah karya yang mendalam dan penuh dengan makna filosofis.

Metafora Langit dan Rumah: Puisi ini menggunakan metafora langit yang teduh dibandingkan dengan rumah yang terpacak di bumi. Langit dalam puisi melambangkan keheningan, ketenangan, dan kedamaian yang kontras dengan keadaan bumi yang penuh dengan kesakitan, kekecewaan, dan penderitaan.

Kontras Langit dan Bumi: Kontras antara langit dan bumi digambarkan dalam puisi ini untuk menyoroti ketidaksempurnaan dunia ini. Meskipun langit tampak tenang dan damai, dunia di bawahnya penuh dengan konflik, penderitaan, dan kekecewaan.

Narasi Tentang Kehidupan: Penyair mengeksplorasi sisi gelap kehidupan dengan menggunakan metafora bumi sebagai tempat yang penuh dengan kekecewaan, kesedihan, dan penderitaan. Hal ini menggambarkan bahwa kehidupan tidak selalu indah, dan ada banyak rintangan dan penderitaan yang harus dihadapi.

Panggilan untuk Bersyukur: Meskipun puisi ini menggambarkan dunia sebagai tempat yang penuh dengan kesakitan, penyair menyisipkan pesan untuk bersyukur. Bersyukur atas keberadaan dan tidak pernah dilahirkan ke dalam dunia yang keras dan penuh dengan penderitaan.

Imajinasi tentang Langit Roh: Bagian terakhir puisi membawa pembaca ke dimensi spiritual dengan gambaran langit roh yang bersih dan tenang. Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai tempat di mana kesucian dan ketenangan sejati ditemukan, jauh dari kekusutan dan kegelapan dunia fisik.

Penegasan tentang Ketidakadaan: Puisi ini mengakhiri dengan penegasan tentang keadaan tidak ada. Ini mungkin merupakan refleksi atas pemahaman akan sifat sementara kehidupan dan realitas akan akhir dari semua hal di dunia ini.

Dengan demikian, puisi "Bersyukurlah Kau Tidak Lahir dari Hujan" mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi manusia dan kehidupan di dunia ini, serta mengeksplorasi tema-tema filosofis tentang keberadaan, penderitaan, dan kesucian.

Ahmad Nurullah
Puisi: Bersyukurlah Kau Tidak Lahir dari Hujan
Karya: Ahmad Nurullah

Biodata Ahmad Nurullah:
  • Ahmad Nurullah (penulis puisi, cerpen, esai, dan kritik sastra) lahir pada tanggal 10 November 1964 di Sumenep, Madura, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.