Puisi: Tasik dan Sebatang Pohon (Karya Ahmad Faisal Imron)

Puisi: Tasik dan Sebatang Pohon Karya: Ahmad Faisal Imron
Tasik dan Sebatang Pohon


bahkan di situ
di antara garis lengkung, bercak-bercak kelabu
orang-orang membandingkan warna tubuhnya

mungkin wangi gerimis
pada senja yang mulai merangkak
menjulur bagai selendang Balqis

berdua, pada hari ketika ufuk bara
berpihak ke kampungmu
seseorang dengan pontoh dan paras teraniaya
nama samaran yang lugu
sebuah ungkapan Cina dahulu
hilang ingatan saat menikmati sebuah alunan

warna asar pun bergegas

setiap kali
kuingat bayang-bayangmu
kuingat mawar yang dulu terbakar
tempurung kelapa dalam jala
sisa potongan rambutmu
benar-benar abadi di sini
dekat ilusimu sendiri

Dimar, barangkali ada kalanya pertemuan tiba
sementara biarlah ia mengilhami seluruh kata-kata
sebab cinta hanyalah secarik prosa kehidupan
yang tak terduga

setiap pagi mimpimu disentuh ratusan zohar
mungkin berbunga, mungkin luluh bersama bunga-bunga
tadi malam, setelah kuterima wejangan penuh pancaran
siapa yang kemudian memerahkan wajahmu itu?

senja biru yang mulai kekuning-kuningan
yang mulai digemari langit
dalam tubuh awan, melumuri kusam tubuhmu
memar di ujung alis mataku
ada burung malam di antara semilir angin
di situ kegelisahanmu nampak lebih telanjang
menjalar tak tergenang

gelap yang kembali meratap
dibiarkan berlalu, sehabis rasa pilu

sempurnalah anganmu
menyerap torso-torso yang meleleh
sisa pembakaran yang masih terasa
di bawah satu-satunya pohon

sementara waktu tak pernah bersifat remang
ia lebih lempang dari bentuk bayang-bayang
rasa benci yang seringkali ditakuti sebuah keimanan

barangkali, seperti itulah puisi
mengendap bagai kebenaran
nurani kaum sufi

maka seyogyanya, setelah perjalanan singkat ini
temukanlah pijaran kata-kataku
walau masih sebening
sajak-sajak Zamzam; sajak-sajak sorgawi
Tasik, selalu mengingatkan kita
pada gerbang bumi arah timur:

di mana orang-orang menggaruk tanah purbanya sendiri

dan kita, masih di antara riuh pesta
bercakap-cakap tentang kota yang gosong
atau tentang serdadu-serdadu yang keliru

saat ini, ketika layar hitam dan sebuah lentera ditiadakan
rasa lapar dan keheningan malam kembali kita hayati

kelak, apabila kau hendak membakar duniamu sendiri:
ribuan jalan berbatu, kristal airmata
lorong-lorong berduri, kegelapan yang ranum
atau sorga tanpa sentuhan bunga
mesti kauhadapi dengan ubun dan jidat mengerut
dengan vocal yang terlepas bagai di ujung maut

bukankah dulu bumi ini ditafsirkan dengan berbagai kehidupan
tapi lihatlah! kuburan yang kaucari telah terbuka di mana-mana.


1998-2000

Analisis Puisi:
Puisi "Tasik dan Sebatang Pohon" karya Ahmad Faisal Imron menghadirkan gambaran alam yang memukau dan merangkum refleksi tentang kehidupan manusia. Dalam bait pertama, pengarang menggambarkan orang-orang yang membandingkan warna tubuh mereka di antara garis lengkung dan bercak kelabu. Hal ini menggambarkan kecenderungan manusia untuk membandingkan diri mereka dengan orang lain.

Pada bait kedua, puisi ini menciptakan suasana senja yang merangkak dengan wangi gerimis dan selendang Balqis yang menjulur. Terdapat penyinggungan tentang seseorang yang merasa teraniaya dan mengalami kehilangan ingatan saat menikmati alunan suatu lagu. Warna asar yang bergegas mungkin mencerminkan perubahan dan peralihan dalam kehidupan.

Bait-bait selanjutnya membawa pembaca ke bayangan dan kenangan yang terus terjaga. Pengarang merenungkan potongan rambut yang abadi, mawar yang terbakar, dan ilusi yang dekat dengan jiwa. Terdapat harapan untuk pertemuan yang diilhami oleh semua kata-kata, karena cinta adalah sepotong prosa kehidupan yang tak terduga.

Puisi ini melanjutkan dengan menggambarkan perubahan dalam suasana, seperti senja yang mulai kekuning-kuningan dan langit yang digemari olehnya. Terdapat kegelisahan dan kegelapan yang nampak lebih terbuka, serta rasa pilu yang berlalu. Pengarang mengekspresikan pemahaman bahwa puisi mengendap seperti kebenaran dan merupakan cerminan nurani kaum sufi.

Bait terakhir menyampaikan pesan yang kuat tentang kehidupan manusia dan keindahan alam. Puisi ini mengingatkan kita akan tasik yang melambangkan gerbang menuju arah timur bumi, tempat di mana manusia menggaruk tanah purba mereka sendiri. Pembaca diajak untuk merenungkan tentang kondisi dunia yang terbakar, kesalahpahaman serdadu, dan keheningan malam yang menuntun kita kembali ke rasa lapar akan kebenaran.

Puisi ini mengajak kita untuk memahami bahwa bumi ini pernah diisi dengan berbagai kehidupan, namun sekarang, kita melihat kuburan yang terbuka di mana-mana. Hal ini mengundang kita untuk merenungkan makna kehidupan dan bertanya-tanya tentang arah yang harus diambil.

Dalam keseluruhan, puisi "Tasik dan Sebatang Pohon" menciptakan suasana yang indah dalam alam dan memberikan pengungkapan tentang kondisi manusia. Puisi ini mengajak kita untuk merenungkan perjalanan hidup, mencari makna di antara perubahan dan kegelapan, dan menemukan kebenaran dalam keheningan malam.

Puisi: Tasik dan Sebatang Pohon
Puisi: Tasik dan Sebatang Pohon
Karya: Ahmad Faisal Imron
© Sepenuhnya. All rights reserved.