Puisi: Genesis (Karya Mardi Luhung)

Puisi: Genesis Karya: Mardi Luhung
Genesis
(buat riyadi ngasiran)


Aku menitipkan mataku di matamu. Sebab setiap warna yang kau lihat, juga ingin aku lihat. Warna yang selalu berkelebat seperti kelebat ladam kuda. Atau yang tak oleng seperti keliatan sepeda-tinggi milik lelaki-bukit. Lelaki-bukit yang gemar bersiul. Lelaki-bukit yang sering kau datangi ketika memahat di tepi tebing. Sambil menyalurkan gumpilan daging dan darah yang dipahatnya agar sampai ke laut. Agar bertemu dengan setiap warna yang kau lihat, juga yang ingin aku lihat.

Dan di laut (di tengah setiap warna yang kau lihat, dan juga yang ingin aku lihat itu), kau tampak berenangan. Meluncur dan selurupan. Sambil melempar-lemparkannya ke angkasa. Jadinya, angkasa pun dibuar warna. Seperti buaran bentangan bianglala. Bianglala yang akan balik mewarnai matamu. Dan matamu pun terus mewarnai apa saja yang dilihatnya. Mewarnai dengan sesukanya. Dan mewarnai dengan cara yang berbeda.

Gunung merah, pohon biru, tawon jingga, orang hijau, bayangan putih, gurita kuning, mata ungu, gigi coklat, rumah bening, matahari hitam, padi kelabu, rumput nila.

“Dan apa warna-warna semacam itu tak terbalik?” Aku bertanya padamu. Tapi kau tak menjawab. Terus saja mewarnai dengan cara yang berbeda. Sampai kemudian, aku merasa (dan juga melihatnya), semesta jadi berganti warna. Berganti dalam warna-warna yang tak terduga. (Apa kita juga mesti mengganti nama-namanya?) Di antara semuanya, aku pun meminta balik mataku yang telah aku titipkan di matamu. Dan saat kau akan memberikannya, aku merasa itu bukan mataku. Sebab mata itu terlalu muskil bagi diriku.

Dan aku menolaknya. Terus melaporkan dirimu pada lelaki-bukit. Yang masih memahat di tepi tebing sana!


Gresik, 2009

Puisi: Genesis
Puisi: Genesis
Karya: Mardi Luhung
© Sepenuhnya. All rights reserved.