Puisi: Buta dan Kesangsian (Karya Mahatmanto)

Puisi: Buta dan Kesangsian Karya: Mahatmanto
Buta dan Kesangsian


Buta bersatu dalam gelap
– mari kubimbing
menuju timur
ke kesiangan yang terang –
Aku menurut
kemana saja dibawa
jatuh bangun berjalan
Fajar memancar
mata meraba sinar
semua jadi gilang temerang
Kulepas tangan itu
yang jadi begitu malu
dan pergi sembunyi
Cis, aku menyumpah
Kau telah mengelabui mataku
Di sini, aku berdiri masih
di tempat aku berdiri tadi juga
Semua jadi terang
bermandi di dalam cahaya
Aku berseru:
Ya, Tuhan, inilah diriku!
Senja turun
gelap merayap
Buta bersatu kembali dengan gelap
Aku menangis sedih
seperti bayi yang belum berdosa
– Mari kupimpin –
Sekali lagi tangan itu menyentuh
(untuk sekian kalinya
dan berapa lagi masih?)
Aku sangsi!
Tetapi aku patuh
tidak membantah kemana juga diseret
terguling kebanting berlarian
Fajar dan siang memancar
mata menumbuk sinar
semua jadi terang gemilang
kuremas dan kuhempaskan tangan itu
yang seketika jadi hirap
Keparat, sekali lagi aku menyumpah!
Kau menipu!
Di sini aku senantiasa masih
Di tempat aku tadi ada
Semua jadi terang
tenggelam di dalam nur
aku bersorak:
ya, Tuhan, ya Nur
inilah agaknya diriku!
Senja merangkak
gelap menggumul
Buta dan gelap lagi sekali bersetubuh
Aku beriba menangis
Seperti bayi yang baharu saja lahir

1951

Puisi: Buta dan Kesangsian
Puisi: Buta dan Kesangsian
Karya: Mahatmanto

Biodata Mahatmanto:
  • Mahatmanto (nama sebenarnya adalah R. Suradal Abdul Manan) lahir di Kulur, Adikarta, Yogyakarta, pada tanggal 13 Agustus 1924.
  • Dalam dunia sastra, Mahatmanto menggunakan cukup banyak nama samaran, beberapa di antaranya adalah Abu Chalis, Murbaningrt, Murbaningsih, Murbaningrad, Moerbaningsih, SA Murbaningrad, Suradal, Sang Agung, dan Sri Armajati Murbaningsih.
© Sepenuhnya. All rights reserved.