Puisi: Jenggot Haji Agus Salim (Karya Heru Joni Putra)

Puisi "Jenggot Haji Agus Salim" karya Heru Joni Putra menggambarkan sosok Haji Agus Salim, seorang tokoh agama dan pejuang kemerdekaan Indonesia, ....
Jenggot Haji Agus Salim


Haji Agus Salim berdiri
Di depan Pintu Surga;
Jenggotnya menjuntai-juntai ke bumi.

Badrul Mustafa melompat-lompat,
Berusaha menggapai jenggot Haji Agus Salim,
Beratus-ratus tahun lamanya.

“Tak ada Tangga ke Surga,
Jenggot Haji Agus Salim pun jadi,”
Katanya.

Tangan Badrul Mustafa meraih
Ujung jenggot Haji Agus Salim.

Ia bersorak kegirangan,
Berabad-abad lamanya.

Diajaknya karib kerabatnya
Memanjat jenggot itu.

“Berakit-rakit ke hulu,
Berenang-renang ke tepian,
Masuk Surga dahulu,
Ke Mekah kemudian,”
Katanya.

Badrul Mustafa
Dan karib kerabat
Ditambah lagi sanak saudaranya,
Berjamaah memanjat jenggot Haji Agus Salim.

Mereka bergelantungan,

Tak henti bersorak
Berayun-ayun ke sana ke mari --

Dari suatu zaman ke zaman lain.


Limau Manih, 2014

Analisis Puisi:
Puisi "Jenggot Haji Agus Salim" karya Heru Joni Putra menggambarkan sosok Haji Agus Salim, seorang tokoh agama dan pejuang kemerdekaan Indonesia, dengan sentuhan imajinatif yang mengesankan. Puisi ini menyoroti keagungan dan kebijaksanaan Haji Agus Salim dalam wujud jenggotnya yang menjuntai hingga ke bumi, serta menggambarkan bagaimana sosok ini menjadi representasi spiritual yang dipuja dan dihormati oleh banyak orang.

Simbolisme Jenggot: Jenggot Haji Agus Salim menjadi simbol kuat dalam puisi ini. Jenggot yang panjang dan menjuntai digambarkan sebagai wujud kebijaksanaan, pengalaman, dan spiritualitas Haji Agus Salim. Simbolisme jenggot ini mencerminkan kedalaman karakter dan peran penting tokoh ini dalam masyarakat.

Pintu Surga: Penyair menggambarkan Haji Agus Salim berdiri di depan Pintu Surga, yang menunjukkan status dan derajat spiritualnya yang tinggi. Hal ini menegaskan bahwa Haji Agus Salim merupakan tokoh yang dihormati dan memiliki kedekatan dengan Tuhan.

Badrul Mustafa dan Penghormatannya: Badrul Mustafa melompat-lompat dan berusaha menggapai jenggot Haji Agus Salim, yang menunjukkan betapa besar penghormatan dan kekagumannya terhadap tokoh ini. Badrul Mustafa dianggap sebagai lambang pemujaan dan rindu yang tumbuh dalam masyarakat terhadap Haji Agus Salim.

Tak Ada Tangga ke Surga: Kata-kata "Tak ada Tangga ke Surga, Jenggot Haji Agus Salim pun jadi" menekankan kebesaran sosok Haji Agus Salim yang dihormati seperti jalan menuju Surga. Penggunaan kata-kata ini memberikan sentuhan filosofis dalam memaknai posisi Haji Agus Salim dalam masyarakat.

Bergelantungan dan Bersorak: Gambaran Badrul Mustafa dan karib kerabat yang bergelantungan di jenggot Haji Agus Salim dan terus bersorak mencerminkan bagaimana pengaruh dan kebijaksanaan tokoh tersebut membawa kebahagiaan dan kegembiraan bagi banyak orang. Bergelantungan dan bersorak menjadi metafora bagi perjalanan spiritual dan penghormatan.

Puisi "Jenggot Haji Agus Salim" karya Heru Joni Putra menghadirkan gambaran imajinatif tentang sosok Haji Agus Salim yang dihormati sebagai tokoh spiritual dan kebijaksanaan. Puisi ini menyampaikan pesan tentang kebesaran dan pengaruh tokoh tersebut dalam masyarakat, serta bagaimana peran spiritualitas dan kebijaksanaan dapat membawa kebahagiaan dan penghormatan bagi banyak orang.

Puisi: Jenggot Haji Agus Salim
Puisi: Jenggot Haji Agus Salim
Karya: Heru Joni Putra
© Sepenuhnya. All rights reserved.