Puisi: Mengayak Dedak (Karya A. Muttaqin)

Puisi "Mengayak Dedak" menggunakan gambaran alam dan metafora untuk mengekspresikan pesan-pesan yang mendalam tentang kehidupan dan eksistensi ....
Mengayak Dedak

Telah kujaga rindumu, supaya kau tetap tampak baka, tampak bahagia. Musim telah berubah. Bunga berganti buah, dan aku tak ingin kau jadi sampah, seperti daun yang terayun untuk kemudian terjun, melambai lembut ke ubun.

Mari sebentar tertegun. Biarlah pohon sukun ini menjadi saksi, bahwa matahari tak akan mengembalikan tai jadi nasi.

Maka, tak guna lagi kau bersembunyi. Keluarlah dari gerumbul mahoni, dan lihatlah

betapa sayap ini telah jadi rerumbai.

Kita sama tahu,

padi dan duli telah pergi. Juga sang Sri yang suka mengirim benih mimpi setengah tahun sekali.

Semalam aku terbangun. Seperti ada yang mengucap salam dalam tidurku. Suaranya mirip suaramu: sang geluduk yang sering menyeruduk tidurku. Tapi bukan. Ternyata, sepi telah pandai menirukanmu.

Atau, kau memang telah bersekutu dengan sepi, sebagaimana kata-kata ini, yang tak juga menemu beras putihmu walau separuh lidah-lalangku telah jadi debu. Sebagaimana pasangan kekunang itu, yang tak mungkin kembali bersarang di kedua kubu mataku.

2008

Analisis Puisi:

Puisi "Mengayak Dedak" karya A. Muttaqin adalah sebuah karya yang penuh dengan metafora dan refleksi mendalam tentang perubahan, hubungan, dan kehilangan.

Perubahan dan Kehidupan: Puisi ini membawa pembaca melalui perubahan musim, dari bunga menjadi buah, yang mencerminkan perubahan dalam kehidupan manusia. Penyair menunjukkan kesadaran akan sifat sementara dari kebahagiaan dan kehidupan, serta pentingnya untuk menjaga hubungan dengan orang yang dicintai.

Metafora Alam: Penyair menggunakan metafora alam, seperti daun yang jatuh dan sayap yang menjadi rerumbai, untuk menyampaikan pesan tentang keterikatan dan perubahan dalam kehidupan. Gambaran pohon sukun sebagai saksi mencerminkan keinginan untuk mempertahankan kesucian dan kejujuran dalam hubungan.

Kehilangan dan Kebangkitan: Ada tema kehilangan yang kuat dalam puisi ini, yang tercermin dalam gambaran tentang pergi nya padi, duli, dan sang Sri. Namun, di tengah kehilangan itu, ada juga tema kebangkitan dan pertumbuhan, yang diwakili oleh keinginan untuk keluar dari persembunyian dan melihat realitas dengan jelas.

Kesepian dan Kehadiran: Penyair menggambarkan kesepian sebagai entitas yang meniru kehadiran orang yang dicintai, yang menunjukkan betapa kehilangan itu dapat melampaui dimensi fisik dan mempengaruhi pikiran dan perasaan seseorang.

Refleksi dan Keputusasaan: Puisi ini mencerminkan keputusasaan dan kebingungan, serta refleksi atas kesulitan dalam menemukan makna dalam kehidupan. Ada rasa frustasi dan kekosongan yang dirasakan oleh penyair, yang diungkapkan melalui gambaran tentang lidah-lalang yang menjadi debu dan pasangan kekunang yang hilang.

Secara keseluruhan, puisi "Mengayak Dedak" adalah sebuah puisi yang menggambarkan kompleksitas perubahan, hubungan, kehilangan, dan refleksi. Penyair menggunakan gambaran alam dan metafora untuk mengekspresikan pesan-pesan yang mendalam tentang kehidupan dan eksistensi manusia.

Puisi
Puisi: Mengayak Dedak
Karya: A. Muttaqin
© Sepenuhnya. All rights reserved.