Puisi: Homo Homini Lupus (Karya Hamid Jabbar)

Puisi "Homo Homini Lupus" karya Hamid Jabbar menghadirkan gambaran yang kompleks dan penuh dengan simbolisme tentang hubungan manusia dengan ...
Homo Homini Lupus


pantai panas pantai panas
pantai panas meludahkan buih pasirnya
seekor hiu
seekor samudra
seekor matahari
seekor badai
seekor camar
seekor kepak
seekor chacha
seekor mustafa

ter
kam
mener
kam
mangsa
sesama
mangsa

plak plak plak plak
lagu gemertak gerahamnya
plak plak plak plak
lagu menghentak iramanya
plak plak plak plak
lagu mengepak sayapnya
plak plak plak plak
lagu menyibak terbangnya
plak plak plak plak
lagu merambah badainya
plak plak plak plak
lagu mencurah cahayanya
plak plak plak plak
lagu membuncah gelombangnya
plak plak plak plak
lagu gelisah laparnya

pantai panas pantai panas
pantai panas meremas lengannya
plak plak plak plak
mustafa tak sempat berlagu lepas
plak plak plak plak
mustafa tak sempat berlagu damai
plak plak plak plak
mustafa tak sempat berlagu cerah
plak plak plak plak
mustafa tak sempat berlagu deru
plak plak plak plak
mustafa tak sempat berlagu merdu
plak plak plak plak
mustafa tak sempat berlagu rindu

pantai panas pantai panas
pantai panas meremas lengannya
tak ada sampan melabuhkan ikan

pantai panas pantai panas
pantai panas meremas lengannya
tak ada nelayan melabuhkan sampan

plak plak plak plak
mustafa menelan sepi
plak plak plak plak
mustafa masuk bui
plak plak plak plak
mustafa dalam hiu
plak plak plak plak
mustafa tak berdetak

pantai panas pantai panas
pantai panas meludah meremas segalanya
seekor hiu
seekor samudra
seekor matari
seekor badai
seekor camar
seekor kepak
ter
kam
mener
kam
lagu
melagu
bukan chacha
bukan chacha
mencari
mangsa
dan
tak
pe
du
li
seekor mustafa
seekor mangsa

Jakarta-Bandung, 1973

Sumber: Wajah Kita (1981)

Analisis Puisi:
Puisi "Homo Homini Lupus" karya Hamid Jabbar menghadirkan gambaran yang kompleks dan penuh dengan simbolisme tentang hubungan manusia dengan alam, kehidupan sosial, dan realitas kejam dalam eksistensi manusia.

Simbolisme dalam Pemilihan Kata dan Ungkapan: Pemilihan kata-kata seperti "pantai panas," "hiu," "samudra," "matahari," "badai," dan "camar" memberikan nuansa alam dan ekosistem laut. Setiap entitas dalam puisi ini disusun dalam rangkaian simbol yang menciptakan keseimbangan dan ketegangan antara unsur-unsur alam.

Penggunaan Kata dan Ritme untuk Menggambarkan Kekuatan Alam: Ritme repetitif dan pengulangan kata "plak" menciptakan gambaran suara dan gerak yang menggambarkan kekuatan alam, seperti gelombang laut, hembusan angin, atau dentingan hujan. Penggunaan kata ini juga memberikan efek suara yang menggema dan menghidupkan suasana dalam puisi.

Personifikasi Alam dan Alegori Manusia: Alam dan unsur-unsur alam, seperti "matahari," "badai," dan "hiu," diberi sifat dan perilaku manusia. Ini menciptakan personifikasi alam sebagai entitas hidup yang memiliki karakteristik dan emosi layaknya manusia. Sebagai alegori, ini dapat mencerminkan kejamnya manusia terhadap alam dan sesama.

Pembentukan Irama dalam Puisi: "pantai panas pantai panas" dan "plak plak plak plak" memberikan irama khas dalam puisi ini. Puisi menciptakan pola yang memperkuat atmosfer dan menyampaikan perasaan yang dalam. Irama tersebut membantu menciptakan suasana yang dramatis dan intens.

Motif Pencarian dan Kehancuran: Puisi ini menciptakan motif pencarian identitas dan keberadaan manusia dalam keadaan alam yang keras dan tak terduga. Motif ini tercermin melalui tokoh "Mustafa," yang tak dapat "berlagu lepas," "berlagu damai," atau "berlagu cerah." Sebaliknya, ia terjebak dalam kekerasan, kesulitan, dan kehancuran.

Ketidakpastian dan Kekosongan Manusia: Ketidakpastian keberadaan dan kekosongan manusia diungkapkan melalui kata-kata seperti "mustafa tak sempat berlagu merdu" dan "mustafa menelan sepi." Ini menciptakan gambaran keadaan sosial dan kejiwaan yang penuh dengan kesunyian dan kehilangan.

Puisi "Homo Homini Lupus" menyampaikan pesan tentang kekejaman manusia terhadap sesama dan alam. Puisi ini menggunakan simbolisme yang kuat, ritme yang berirama, dan penggunaan kata yang penuh dengan makna untuk menciptakan gambaran tentang kehidupan yang keras dan ketidakpastian manusia di dunia yang semakin terancam.

Puisi: Homo Homini Lupus
Puisi: Homo Homini Lupus
Karya: Hamid Jabbar

Biodata Hamid Jabbar:
  • Hamid Jabbar (nama lengkap Abdul Hamid bin Zainal Abidin bin Abdul Jabbar) lahir 27 Juli 1949, di Koto Gadang, Bukittinggi, Sumatra Barat.
  • Hamid Jabbar meninggal dunia pada tanggal 29 Mei 2004.
© Sepenuhnya. All rights reserved.