Puisi: Kepada Gus Dur (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Kepada Gus Dur" karya Gunoto Saparie menggambarkan kehadiran dan pengaruh Gus Dur, atau Abdurrahman Wahid, dalam mempromosikan demokrasi dan ..
Kepada Gus Dur

mendadak kau datang sendiri
di jalan pandanaran ii/10 semarang*)
mengucapkan salam dan bercerita tentang demokrasi
sehabis perjalanan darat jakarta-semarang

 “saya tak tidur semalaman,” katamu
ada kantuk bergayut di matamu
tapi kau tetap bersemangat bicara
kadang serius, kadang bercanda

aku ingat janjimu bikin tulisan
untuk dikirimkan ke koran wawasan
namun sampai kau jadi kepala negara
aku hanya bisa menunggu sia-sia

“jangan cemas,” katamu tiba-tiba
tubuhmu lelah bersandar di sofa
“saya pasti akan menuliskannya
meski sibuk pimpin nahdlatul ulama”

 kehadiranmu pagi itu sungguh kehormatan
memang tak ada jejak di sana 
tapi bagaimana mungkin aku melupakan?
bersamamu hidup terasa begitu berwarna

2020
                                                 
Catatan:
*) Gus Dur berkunjung ke Kantor Redaksi Koran Wawasan di Jalan Pandanaran II/10 Semarang pada tahun 1992. Dengan semakin maraknya sektarianisme membuat empat puluh intelektual yang berasal dari kelompok dan agama membentuk suatu forum yang membela demokrasi dan pluralisme. Hal tersebut terwujud pada 1991.  Mereka mendirikan Forum Demokrasi dan Gus Dur dipilih sebagai ketua dan juru bicara. Kehadiran Gus Dur di Semarang saat itu untuk menjelaskan dan memasyarakatkan forum tersebut.

Analisis Puisi:

Puisi "Kepada Gus Dur" karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya yang menggambarkan kehadiran dan pengaruh Gus Dur, atau Abdurrahman Wahid, dalam mempromosikan demokrasi dan pluralisme di Indonesia. Puisi ini mencerminkan momen spesifik ketika Gus Dur berkunjung ke Kantor Redaksi Koran Wawasan di Semarang pada tahun 1992 untuk memperkenalkan Forum Demokrasi, yang ia pimpin sebagai ketua dan juru bicara.

Tema dan Pesan

Tema utama dalam puisi ini adalah penghargaan dan pengakuan terhadap peran Gus Dur dalam memperjuangkan demokrasi dan pluralisme di Indonesia. Pesan yang ingin disampaikan adalah penghormatan terhadap keberanian dan semangat Gus Dur dalam menghadapi tantangan politik dan sosial yang dihadapi pada masanya.

Ungkapan Penghargaan

Puisi ini secara langsung mengungkapkan penghargaan dan pengakuan terhadap kehadiran Gus Dur di Kantor Redaksi Koran Wawasan. Penyair merasa terhormat karena bisa bertemu dengan Gus Dur dan mengalami momen yang berkesan bersamanya.

Pemimpin yang Peduli

Puisi ini juga menggambarkan sisi kemanusiaan Gus Dur, yang meskipun lelah dan sibuk, tetap peduli dan bersemangat dalam mendiskusikan masalah demokrasi dan pluralisme. Bahkan ketika ia menjanjikan untuk menulis artikel untuk dikirimkan ke koran, ia tetap memastikan bahwa janjinya akan ditepati.

Puisi "Kepada Gus Dur" adalah sebuah puisi yang mengungkapkan penghargaan dan pengakuan terhadap peran Gus Dur dalam memperjuangkan demokrasi dan pluralisme di Indonesia. Puisi ini mencerminkan momen spesifik di mana Gus Dur berkunjung ke Semarang untuk memperkenalkan Forum Demokrasi, yang menjadi langkah awal dalam perjalanan panjangnya dalam mempromosikan nilai-nilai demokrasi dan pluralisme di Indonesia.

Foto Gunoto Saparie 2020
Puisi: Kepada Gus Dur
Karya: Gunoto Saparie

GUNOTO SAPARIE. Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal Sekolah Dasar Kadilangu Cepiring Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, dan Akademi Uang dan Bank Yogyakarta dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Pendidikan informal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab Gemuh Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab Gemuh Kendal.

Selain menulis puisi, juga mencipta cerita pendek, novel, esai, kritik sastra, dan artikel/opini berbagai masalah kebudayaan, pendidikan, agama, ekonomi, dan keuangan.

Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981),  Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996),  Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya, Jakarta, 2019).

Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004) dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya, Jakarta, 2019).

Ia pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015).

Puisi-puisinya terhimpun dalam berbagai antologi bersama para penyair Indonesia lain, termasuk dalam Kidung Kelam (Seri Puisi Esai Indonesia - Provinsi Jawa Tengah, 2018).

Saat ini ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta) dan Tanahku (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang). Sempat pula bekerja di bidang pendidikan, konstruksi, dan perbankan. Aktif dalam berbagai organisasi, antara lain dipercaya sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah (FKWPK), Pengurus Yayasan Cinta Sastra, Jakarta, dan Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah.

Sebelumnya sempat menjadi Wakil Ketua Seksi Budaya dan Film PWI Jawa Tengah dan Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Tengah. Sering diundang menjadi pembaca puisi, pemakalah, dan juri berbagai lomba sastra di Indonesia dan luar negeri.
© Sepenuhnya. All rights reserved.