Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Di Lembah Sungai Brantas (Karya Slamet Sukirnanto)

Puisi "Di Lembah Sungai Brantas" karya Slamet Sukirnanto adalah sebuah renungan mendalam tentang hubungan antara alam, sejarah, dan jiwa manusia.
Di Lembah Sungai Brantas

Di lembah sungai Brantas
Tambahkan kata-kata
Pada patilasan dan prasasti
Angan-angan membumbung tinggi!

Benang kusut zaman berganti
Juga dulu di sebelah timur G. Kawi
Benda-benda dan jiwa mengeras
Bagaikan batu dan arca candi!

Tak sepadan
Ketenangan alur kali
Jiwa merambat! Seribu ikhwal
Kadang berlawanan sendiri!

Jejak dan tapak sejarah
Kujalin dan kurenda sepi
Dataran dan lembah
Bumimu makin tua
Bumi siapa makin remaja
Dalam gerak bayangan senja!

Di lembah sungai Brantas
Hati hendak lebih luas
Menghilir mencari muara
Semua terbuka - ke arah sana jalannya

Kediri, Mei 1983

Sumber: Luka Bunga (1991)

Analisis Puisi:

Puisi "Di Lembah Sungai Brantas" karya Slamet Sukirnanto menggambarkan sebuah perjalanan batin melalui sejarah dan alam, khususnya dalam kaitannya dengan Sungai Brantas yang menjadi simbol dari aliran waktu, perubahan, dan refleksi kehidupan. Dalam puisi ini, Sungai Brantas bukan hanya berfungsi sebagai elemen geografis, tetapi juga sebagai metafora yang menyimpan jejak sejarah dan perjalanan hidup manusia. Melalui perenungan tentang sungai, sejarah, dan alam, puisi ini mengajak kita untuk menggali lebih dalam makna dari perjalanan hidup itu sendiri.

Pencarian Makna Sejarah dan Alam

Pada bagian awal puisi, penulis mengajak pembaca untuk "menambahkan kata-kata" pada patilasan dan prasasti. Patilasan dan prasasti ini menggambarkan jejak sejarah yang membekas di tempat-tempat tertentu, dan kata-kata yang ditambahkan menjadi semacam usaha untuk menghidupkan kembali makna dari sejarah tersebut. Di lembah Sungai Brantas, yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah dan budaya, kata-kata ini bukan hanya sekadar simbol dari masa lalu, tetapi juga harapan dan impian yang melampaui waktu.

Angan-angan yang membumbung tinggi mencerminkan upaya untuk menggenggam masa depan, untuk menafsirkan kembali sejarah, dan untuk menjadikannya sebagai pelajaran berharga bagi generasi mendatang. Hal ini mengingatkan kita akan pentingnya memahami akar budaya dan sejarah kita sebagai dasar untuk melangkah ke depan.

Benang Kusut Zaman dan Perubahan

Slamet Sukirnanto dengan cerdas menyebutkan "Benang kusut zaman berganti" yang menggambarkan kompleksitas waktu dan perubahan. Zaman yang terus berganti menciptakan pola-pola kehidupan yang saling berkaitan, meskipun kadang terasa rumit dan penuh ketidakpastian. Begitu pula dengan gambarannya tentang "benda-benda dan jiwa mengeras / Bagaikan batu dan arca candi". Benda-benda dan jiwa yang mengeras ini mengingatkan kita pada benda-benda bersejarah seperti arca candi yang telah melampaui ujian waktu, namun tetap mengandung pesan penting di dalamnya.

Puisi ini mengajak kita untuk merenungkan bagaimana manusia, dalam perjalanan sejarahnya, mengalami perubahan yang kadang membuatnya terikat pada masa lalu, namun sekaligus terbuka untuk menghadapi masa depan. "Jiwa merambat! Seribu ikhwal / Kadang berlawanan sendiri!" menggambarkan konflik batin yang sering kali terjadi antara mengenang masa lalu dan merencanakan masa depan.

Ketenangan Alam yang Kontras dengan Kegelisahan Jiwa

Salah satu elemen kuat dalam puisi ini adalah kontras antara ketenangan alur kali (sungai) dengan jiwa yang merambat, mencari arah. Sungai yang tenang melambangkan alam yang mengalir dengan sabar, tanpa terburu-buru. Namun, di sisi lain, jiwa manusia yang "merambat" menggambarkan kegelisahan, pencarian, dan perlawanan terhadap alur hidup yang terkadang tidak sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini menggambarkan pergulatan batin antara ketenangan alam dan gejolak jiwa manusia yang selalu mencari makna dan tujuan dalam hidup.

Puisi ini juga menyentuh kenyataan bahwa dalam hidup, banyak hal yang tampak bertentangan atau berlawanan. Jiwa manusia yang merambat kadang bertentangan dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. "Seribu ikhwal / Kadang berlawanan sendiri!" menggambarkan keraguan dan konflik yang sering kita alami dalam perjalanan hidup.

Perjalanan Sejarah dan Kehidupan yang Berlanjut

Jejak dan tapak sejarah menjadi hal yang sangat penting dalam puisi ini. Penulis menyebutkan bahwa "jejak dan tapak sejarah" harus dijalin dan direnungkan dalam kesunyian. Ini menunjukkan bahwa sejarah bukan hanya tentang apa yang telah terjadi, tetapi juga bagaimana kita sebagai individu dan masyarakat mengolah dan menginterpretasikan sejarah itu untuk diteruskan ke generasi selanjutnya.

Lembah dan dataran yang disebutkan dalam puisi menggambarkan tanah yang semakin tua, yang menyimpan banyak kenangan dan jejak masa lalu. Namun, dalam bayangan senja, bumi yang semakin tua ini juga mengandung harapan bahwa generasi berikutnya akan melanjutkan perjalanan dengan semangat yang baru. Dalam hal ini, "Bumi siapa makin remaja" menyiratkan bahwa meskipun waktu terus berjalan dan membawa perubahan, ada harapan bahwa ada kebangkitan atau pembaruan yang akan datang dari generasi yang lebih muda.

Mencari Muara dalam Kehidupan

Puisi ini ditutup dengan gambaran tentang perjalanan hati yang ingin mencari "muara" atau tujuan hidup. "Di lembah sungai Brantas / Hati hendak lebih luas / Menghilir mencari muara" adalah gambaran bahwa perjalanan hidup itu terus berlangsung, dan kita, seperti sungai, mencari tempat dimana kita akan menemukan kedamaian dan pemahaman yang lebih mendalam tentang tujuan kita. Muara di sini bukan hanya sebagai tempat pertemuan air sungai dengan lautan, tetapi juga sebagai simbol dari tujuan akhir dalam pencarian makna hidup.

Puisi "Di Lembah Sungai Brantas" karya Slamet Sukirnanto adalah sebuah renungan mendalam tentang hubungan antara alam, sejarah, dan jiwa manusia. Melalui gambaran Sungai Brantas sebagai simbol perjalanan waktu dan sejarah, puisi ini mengajak kita untuk merenungkan ketegangan antara masa lalu dan masa depan, antara ketenangan alam dan kegelisahan batin, serta perjalanan yang terus berlanjut untuk mencari makna dalam hidup. Dengan bahasa yang puitis dan metaforis, puisi ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap perjalanan hidup, ada jejak sejarah yang harus dihargai dan tujuan yang harus dikejar, sambil tetap membuka ruang untuk refleksi dan pemahaman yang lebih dalam tentang makna sejati dari kehidupan itu sendiri.

Puisi Slamet Sukirnanto
Puisi: Di Lembah Sungai Brantas
Karya: Slamet Sukirnanto

Biodata Slamet Sukirnanto:
  • Slamet Sukirnanto lahir pada tanggal 3 Maret 1941 di Solo.
  • Slamet Sukirnanto meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 2014 (pada umur 73 tahun).
  • Slamet Sukirnanto adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.