Puisi: Di Seberang Tanah Mengandung (Karya Upita Agustine)

Puisi "Di Seberang Tanah Mengandung" menyatukan simbolisme, imaji, dan perasaan yang mendalam untuk mengekspresikan kehilangan dan rindu terhadap ...
Di Seberang Tanah Mengandung
(kepada DYP Raja Malewar)


Serasa terjadi lusa
Takkan mungkin lupa
Payung kuning dikembangkan di udara
Dentam meriam tengah hari
Menyentak diriku
Saat kau berangkat
Ke Semenanjung

Serasa terjadi lusa
Takkan mungkin lupa
Saat kau turuni anak tangga
Diiringi sedan perempuan
Berpantun berbuah buah
Kau takkan kembali

Serasa terjadi lusa
Takkan mungkin lupa
Kau berangkat dalam tata cara
Pedang jenawi menghunjam bumi
Tombak janggi mencucuk langit
Gong bersipongang
Kaukah itu
Yang tak lagi kembali

Ke tanah asal ini
Ketika perahumu oleng
Di riam sejarah
Kabar murung Pagaruyung

Serasa terjadi lusa
Takkan mungkin lupa
Kutangisi pesan pesanmu
Sepanjang rambut sehelai sebatil
Di Tanah Mengandung

1992

Sumber: Nyanyian Anak Cucu (2000)

Catatan:
  1. Tombak janggi = sejenis tombak warisan kerajaan Pagaruyung.
  2. Rambut sehelai sebatil = peralatan utama yang dipakai untuk penobatan Raja Negeri Sembilan yang dibawa dari Pagaruyung.
  3. Tanah Mengandung = nama mula-mula kawasan kerajaan Negeri Sembilan yang diperintah oleh Raja Malewar.
Analisis Puisi:
Puisi "Di Seberang Tanah Mengandung" karya Upita Agustine menggambarkan perasaan kehilangan, kepulangan yang tak mungkin, dan rindu terhadap tanah air. Analisis terhadap puisi ini membawa kita ke dalam dimensi emosional dan simbolisme yang ditanamkan oleh sang penyair.

Perasaan Kehilangan: Puisi ini menciptakan atmosfer melalui perasaan kehilangan yang mendalam. Kata-kata "takkan mungkin lupa" menciptakan kesan bahwa kepergian seseorang, mungkin ke perbatasan atau Semenanjung, meninggalkan bekas yang tak terlupakan.

Simbolisme Payung Kuning: "Payung kuning dikembangkan di udara" bisa diartikan sebagai simbol perpisahan atau pemisahan. Payung yang dikembangkan menciptakan citra seseorang yang berangkat meninggalkan tanah airnya.

Dentam Meriam dan Suasana Perang: Dentam meriam tengah hari menghadirkan gambaran suasana perang atau keadaan yang mencekam. Penggunaan elemen perang menciptakan ketegangan dan memberikan konteks bahwa kepergian terjadi dalam kondisi sulit.

Pemandangan Kehidupan Sehari-hari: Penyair menggambarkan pemandangan sehari-hari, seperti turunnya anak tangga dan kehadiran sedan perempuan. Ini memberikan nuansa nyata dan pribadi pada perasaan kehilangan yang dialami.

Simbolisme Pedang Jenawi dan Tombak Janggi: "Pedang jenawi menghunjam bumi, tombak janggi mencucuk langit" menciptakan gambaran kuat tentang kepergian yang terjadi dalam konteks perang atau pertarungan. Simbolisme ini dapat mengartikan kepahlawanan atau pengorbanan.

Gong Bersipongang: "Gong bersipongang" menciptakan gambaran kepergian yang diiringi perasaan haru dan penghormatan. Gong sebagai alat musik ritual atau persembahan memberikan nuansa sakral pada momen kepergian.

Tanah Asal dan Riam Sejarah: Ungkapan "ke tanah asal ini" dan "di riam sejarah" menyiratkan kerinduan terhadap akar dan sejarah. Tanah Mengandung diakhiri dengan pesan murung dari Pagaruyung, menambahkan dimensi sejarah dan nostalgia.

Rindu dan Pesan: Kata-kata "Kutangisi pesan pesanmu" menunjukkan rindu dan kesedihan yang mendalam. Pesan-pesan yang ditinggalkan menjadi sumber inspirasi untuk penyair.

Pilihan Kata dan Imaji: Penyair menggunakan pilihan kata yang kaya dan imaji yang kuat untuk membentuk pengalaman visual dan emosional bagi pembaca. Penggunaan kata-kata seperti "dentam meriam," "payung kuning," dan "tombak janggi" menciptakan gambaran yang hidup.

Puisi "Di Seberang Tanah Mengandung" bukan hanya sekadar deskripsi fisik kepergian, tetapi juga sebuah perjalanan emosional dan spiritual. Puisi ini berhasil menyatukan simbolisme, imaji, dan perasaan yang mendalam untuk mengekspresikan kehilangan dan rindu terhadap tanah air dan leluhur.

Upita Agustine
Puisi: Di Seberang Tanah Mengandung
Karya: Upita Agustine

Biodata Upita Agustine:
  • Prof. Dr. Ir. Raudha Thaib, M.P. (nama lengkap Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib atau nama pena Upita Agustine) lahir pada tanggal 31 Agustus 1947 di Pagaruyung, Tanah Datar, Sumatra Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.