Puisi: Getah Malam (Karya Dodong Djiwapradja)

Puisi "Getah Malam" menggambarkan keberagaman emosi dan pengalaman yang dialami oleh individu-individu dalam konteks yang sibuk dan kadang-kadang ...
Getah Malam (1)

Kuhisapi udara malam sebab ia bagian dari kehidupan
Lampu-lampu pijar jalan panjang kesibukan orang dan kendaraan
Tulang dan jiwa di sini bersatu, kehidupan daging dan cita
Kusukai cinta di malam sunyi sebab suatu pengharapan
Juga cinta di malam gelisah sebab suatu perpisahan

Getah Malam (2)

Malam bertemu di Pasar Baru kemesuman di pojok jalan
Dan bintang tersawang tinggi, kebulatan cita dan pengharapan
Terpagut mata pada bayangan senja malam besi tua
- serupa si tua bangka membungkuk di ujung usianya
Keharuan ditimba dari air kali yang lesi dan gang sendat di perapatan
Atau karena suara lonceng gereja, adzan Thuan diserukan

Getah Malam (3)

Terbaring di tikar Senen dalam pijitan tertawan rabaan perempuan
Sedap ditingkah kecewa antara kehidupan remaja dan bayangan hari tua
Keampuhan malam bergantungan pada rumah-rumah lama Tionghoa
Kegelisahannya melekat pada jalan rumah makan dan tempat dansa
Di sini kehidupan cuma daging dan tulang
Namun di celah klenteng tua kakek mendoa dan sembahyang

Getah Malam (4)

Sekarang hujan, kita tidak berpayung apa pula jas hujan
- serupa kesediaan yang tak sedia terhadap suatu peperangan
berteduh di emper jalanan, yang lain di bawah jembatan
Kita tidak berumah
Kita tak bertempat tinggal

1955

Sumber: Kastalia (1997)

Analisis Puisi:

Puisi "Getah Malam" karya Dodong Djiwapradja menghadirkan gambaran kehidupan malam di tengah hiruk-pikuk kota yang sibuk. Dalam empat bagian yang berbeda, puisi ini mengeksplorasi tema-tema seperti cinta, kehidupan kota, dan kesendirian malam.

Pemandangan Kota Malam: Di bagian pertama, penyair menggambarkan suasana malam di kota dengan lampu-lampu yang menyala di jalan-jalan yang ramai. Udara malam diresapi sebagai bagian dari kehidupan, dan penyair menyoroti keberagaman aktivitas yang terjadi di malam hari, mulai dari kesibukan orang-orang sampai perasaan cinta dan perpisahan.

Keindahan Pasar Malam: Bagian kedua membawa pembaca ke Pasar Baru, di mana malam memberikan suasana yang khusyuk dan penuh harapan. Penyair mencatat pemandangan bintang yang bersinar tinggi di langit, sementara kehidupan sehari-hari di sekitar pasar tetap berjalan. Ada rasa keharuan dan kesadaran akan keindahan sederhana dalam momen-momen seperti ini.

Kesendirian dan Keputusasaan: Bagian ketiga mengeksplorasi tema kesendirian dan keputusasaan di tengah hiruk-pikuk kota. Penyair menggambarkan kekecewaan dan kegelisahan remaja yang tertawan oleh bayangan hari tua di tengah hiruk-pikuk kehidupan malam. Meskipun di sekitar mereka terdapat aktivitas dan kehidupan, namun ada kehampaan yang menyelimuti pikiran mereka.

Kehidupan Tanpa Tempat Tinggal: Di bagian terakhir, penyair menyoroti realitas kehidupan di kota yang keras, di mana orang-orang terpaksa bertahan hidup di jalanan tanpa tempat tinggal. Hujan menjadi metafora kehidupan yang keras, di mana orang-orang terpaksa bertahan tanpa perlindungan. Kesediaan untuk berteduh di tempat yang tidak nyaman mencerminkan kondisi kehidupan yang tidak pasti dan sulit.

Secara keseluruhan, puisi "Getah Malam" menciptakan gambaran yang kuat tentang kehidupan malam di kota, menggambarkan keberagaman emosi dan pengalaman yang dialami oleh individu-individu dalam konteks yang sibuk dan kadang-kadang kejam. Dodong Djiwapradja menggunakan bahasa yang sederhana namun kuat untuk mengekspresikan kompleksitas kehidupan kota dan kondisi manusia di tengah-tengahnya.

Puisi
Puisi: Getah Malam
Karya: Dodong Djiwapradja
    Biodata Dodong Djiwapradja:
    • Dodong Djiwapradja lahir di Banyuresmi, Garut, Jawa Barat, pada tanggal 25 September 1928.
    • Dodong Djiwapradja meninggal dunia pada tanggal 23 Juli 2009.
    © Sepenuhnya. All rights reserved.