Puisi: Jari-jemari (Karya Dodong Djiwapradja)

Puisi: Jari-Jemari Karya: Dodong Djiwapradja
Jari-jemari (1)

Dalam perjalanan mimpi-mimpinya
seakan kebenaran tersingkap
seakan matahari pagi
seakan bunga meletik
— pada kuncup-kuncup daunnya

Tatkala perlahan bangun, jari-jemari gemetar
Gemuruh lutut, dirabanya segala benda
Hanya bantal dan selimut!

Jari-jemari (2)

Sinar tajam menembus kaca jendela, hari telah siang!
begitulah waktu berlalu
Jika nyata tiada, terkadang mimpilah tempatku berpaut

Jari-jemari (3)

Bayang-bayang lalu, bayang-bayang larut
kerna malam, kelamlah!

Tak ada bayangan, melainkan tangan sendiri
Di dinding: permainan anak-anak

Sia-sia waktu
Sia-sia usia

Jari-jemari (4)

Dalam bayang-bayang mimpinya:
pohon-pohon dan rumput-rumput,
kasur empuk penggembala
betapa hijaunya!
dan lagi seruling bambu
bukan senjata
berlagu
kali-kali yang jernih, lautan yang biru

Maka dari sumber-sumber yang murni meluaplah air
Demi jari-jemari pun pada bergerak....

1961

Sumber: Kastalia (1997)

Analisis Puisi:

Puisi "Jari-jemari" karya Dodong Djiwapradja menghadirkan gambaran yang kuat tentang perjalanan batin seseorang melalui mimpi dan realitas, serta hubungan yang kompleks antara dunia nyata dan dunia imajinasi.

Imaginasi dan Realitas: Puisi ini dibuka dengan gambaran perjalanan mimpi seseorang, di mana kebenaran tampaknya tersingkap seperti matahari pagi dan bunga mekar. Ini menciptakan nuansa imajinatif yang kaya, di mana pembaca diundang untuk merenungkan hubungan antara apa yang nyata dan apa yang ada dalam mimpi.

Kehidupan Sehari-hari dan Kegelisahan Batin: Dalam bagian kedua, puisi menggambarkan kontras antara kehidupan sehari-hari dan kegelisahan batin. Ketika seseorang bangun dari mimpi, jari-jemari gemetar dan hanya bantal serta selimut yang dirasakan. Ini menyoroti ketidakpastian dan kebingungan yang bisa dirasakan seseorang saat beralih dari dunia mimpi ke dunia nyata.

Perjalanan Waktu dan Ruang: Puisi ini mencerminkan perjalanan waktu dan ruang, di mana siang dan malam berganti dan bayangan berubah. Ada perasaan melambatnya waktu di dalam mimpi, di mana hal-hal seperti pohon, rumput, dan lautan menjadi nyata, sementara realitas sehari-hari menjadi sia-sia dan tidak berarti.

Simbolisme Alam dan Kebebasan: Simbolisme alam, seperti pohon, rumput, dan lautan, digunakan untuk menyampaikan perasaan kebebasan dan keindahan yang ditemukan dalam dunia mimpi. Seruling bambu, yang digambarkan sebagai alat musik yang tidak berbahaya, menghadirkan nuansa kedamaian dan keselarasan dengan alam.

Kesimpulan yang Membuka Tafsiran: Puisi ini ditutup dengan gambaran air yang meluap dari sumber-sumber murni, yang secara simbolis dapat diartikan sebagai kebebasan dan kehidupan yang mengalir tanpa hambatan. Gerakan jari-jemari mengisyaratkan perjalanan yang terus berlanjut, baik dalam dunia nyata maupun dalam dunia mimpi dan imajinasi.

Dengan kata-kata yang puitis dan gambaran yang kuat, Dodong Djiwapradja menciptakan sebuah puisi yang memancing pembaca untuk merenungkan hubungan kompleks antara realitas dan imajinasi, serta perjalanan batin yang tak terelakkan dalam kehidupan manusia.

Puisi
Puisi: Jari-Jemari
Karya: Dodong Djiwapradja
    Biodata Dodong Djiwapradja:
    • Dodong Djiwapradja lahir di Banyuresmi, Garut, Jawa Barat, pada tanggal 25 September 1928.
    • Dodong Djiwapradja meninggal dunia pada tanggal 23 Juli 2009.
    © Sepenuhnya. All rights reserved.